2
"Aku terganggu sama keponakanmu, selalu saja dia yang jadi penganggu hubungan kita."
Refian menoleh menatap Hanny sekejab dan kembali pada kemudi yang ia pegang, berkonsentrasi pada jalan yang ia lalui.
"Aku hanya mengantar ia sebentar ke rumah temannya, apa yang bikin kamu terganggu? Dia masih kecil, aku nggak mau dia terjerumus pada pergaulan tak benar."
Terdengar tawa mengejek Hanny.
"Masih kecil? Nggak salah dengar? Dia bongsor, lihat aja tingginya melebihi aku, apanya yang kecil? Bahkan tubuh dia sudah siap seandainya ada yang tiba-tiba hendak menikahi dia."
Dan mobil bergerak cepat seketika lalu berhenti tiba-tiba di area yang cukup aman, Hanny terbelalak, ia menatap Refian sambil memegang dadanya.
"Kamu gila apa? Mau kita mati bersama?"
"Jaga mulutmu, yang kamu lecehkan tadi keponakanku, baru tunangan saja kau sudah mau mengaturku, jika kau tak betah denganku kita bisa selesai sampai di sini! Karena jika kau memaksa tetap denganku maka selamanya aku akan ada di sisi keponakanku! Aku menjaga amanah dari kakakku!"
"Baik! Kita selesai sampai di sini! Aku tak sudi kau lebih memperhatikan dia! Bertahun-tahun aku mencoba bertahan meski belum benar-benar cinta, aku pikir dengan menikah kita akan bisa saling memahami tapi belum menikah nyatanya kamu sudah sangat egois, kamu lebih mikir keponakanmu dari pada aku yang calon istrimu! Aku curiga jangan-jangan kamu jatuh hati pada keponakanmu sendiri, bahkan saat kau menciumku, eranganmu menyebut namanya! Sadar apa nggak kamu? Heh! Pedofil yang berkedok melindungi keponakan nggak tahunya hanya alibi biar lancar hubunganmu sama dia, sedang aku? Hanya jadi tameng saja, hubungan kita hanya status bagimu kan? Ok kita selesai dan putus sampai di sini! Selamat melanjutkan misimu! Misi menikahi keponakanmu!"
Hanny turun dari mobil Refian, ia buka dan ia tutup lagi dengan kasar hingga menimbulkan suara berdebam. Refian membiarkan Hanny meninggalkannya meski ia tetap memperhatikan dari jauh ke mana arah Hanny melangkah, ternyata terlihat menuju tempat yang teduh terlihat menelepon dan bersedekap dengan wajah marah. Refian tetap mengawasi dari jauh hingga setengah jam kemudian datang SUV berwarna hitam dan Hanny masuk ke mobil itu.
Refian terdiam agak lama, ia merenung perjalanan hubungannya dengan Hanny yang seolah tak ada kemajuan, stagnan dan malah semakin buruk karena Hanny semakin cemburu pada Luna. Jika dipikir lagi sebenarnya betul semua ucapan Hanny, Hanny selalu menemukan mata penuh cinta Refian tiap kali menatap Luna. Hanny merasakan itu jika mereka jalan bertiga, makan, ke mall, ke cafe, Refian lebih memperhatikan Luna dari pada dirinya, memegang bahu atau tangannya, kadang bahkan memaksa menyuapi Luna meski Luna tak ingin.
Awalnya Hanny memahami, mungkin karena diberi tanggung jawab untuk menjaga keponakannya, Refian benar-benar menjaga amanah dari kakaknya dengan baik tapi lama-lama pikiran Hanny merasa tak nyaman saat perhatian Refian dirasa terlalu berlebih-lebihan bahkan kadang marah besar saat tahu Luna bersama teman cowoknya, hal yang Hanny pikir wajar anak usia 16 tahun mulai menyukai lawan jenis tapi oleh Refian ditanggapi terlalu berlebihan, hal ini sering terjadi hingga bahkan akhirnya Luna sering putus hubungan dengan beberapa cowok hanya gara-gara Refian yang over protektif. Dari hal seperti ini akhirnya Hanny sampai pada kesimpulan bahwa hubungan mereka mulai tidak sehat, lebih-lebih saat Refian tiba-tiba saja menciumnya dengan sangat bernafsu namun yang terjadi sungguh menyakitkan, nama Luna yang disebut saat ciuman itu semakin panas.
Di dalam mobil yang mengantarkannya ke perusahaan miliknya, Hanny menghapus air matanya, meski ia belum benar-benar mencintai Refian tapi rasa sakit tak urung datang juga, ia kalah telak hanya karena anak ingusan yang masih duduk di bangku SMA.
Sementara Refian masih saja tertegun di dalam mobilnya, benarkah ia telah tanpa sadar menyebut nama Luna saat mencium Hanny? Ia benar-benar tak sadar, apa perasaannya yang ia pendam dalam-dalam terbawa ke alam bawah sadarnya dan muncul tanpa ia duga dan tanpa ia sadari.
Refian mulai menjalankan lagi mobilnya menuju perusahaan yang ia pimpin, beberapa kali mengembuskan napasnya. Terkadang rasanya tak masuk akal ia bisa jatuh cinta pada gadis kecil yang menjengkelkan itu. Tapi cinta bisa datang kapan saja dan pada siapa saja tanpa bisa kita duga.
.
.
.
"Kamu jangan seenaknya memutuskan pertunanganmu dengan Hanny, mama mau bilang apa pada mamanya Hanny, kami sudah sangat dekat." Atirah terlihat marah, Refian berusaha menenangkan mamanya, ia usap bahu mamanya yang tak kunjung berubah wajah marahnya menjadi lebih tenang.
"Maaa, bukan aku yang memutuskan tapi Hanny yang ngotot, bahkan nuduh aku yang nggak-nggak, masa iya dia cemburu sama Luna, Luna loh anak-anak, keponakanku lagi."
Atirah menatap mata Refian, mencoba mencari kebohongan di mata anaknya.
"Kamu jangan bohong, masa iya Hanny cemburu sama anak ingusan."
"Dia cemburu karena ke mana-mana aku yang antar Luna, dia bilang terganggu, aku kan hanya mengemban amanah kakak untuk jagain Luna, baru juga jadi tunangan sudah ngatur-ngatur aku, gimana nanti kalo aku nikah sama dia bisa-bisa aku nggak boleh ketemu siapapun."
"Masa sih? Masa hanya gara-gara Luna?"
"Kalo Mama nggak percaya, silakan telepon Hanny."
.
.
.
Atirah mendengarkan curhatan Hanny dengan sabar, wanita cantik di depannya terlihat menangis.
"Saya minta maaf sudah nyiksa dan ganggu Tante, sampe minta datang ke cafe ini."
"Nggak papa, Tante bareng sopir ke sini."
"Boleh saya teruskan cerita saya Tante?"
"Silakan."
Dan mengalirlah cerita sendu Hanny bahwa selama bersama dirinya, Refian sama sekali tak menunjukkan untuk membina hubungan yang serius. Hubungan mereka terganggu justru karena Refian lebih memperhatikan Luna. Luna sendiri terlihat tak suka dengan perhatian berlebihan itu, dan dengan wajah menahan malu juga sedu sedan yang masih terus terdengar Hanny bercerita bagaimana diantara ciuman Refian yang terdengar nama Luna yang disebut, hal ini membuat Atirah terkejut rasanya tak mungkin Refian menaruh hati pada keponakannya sendiri yang ia timang sejak kecil.
"Maaf Hanny, aku yakin perasaan Refian pada Luna bukan cinta antara laki-laki dan wanita, tapi cinta dari paman pada keponakannya."
"Awalnya saya juga berpikir begitu Tante, tapi di saat intim yang tercetus justru juga nama Luna kan saya jadi berpikir lain, ini bukan sekali Tante, apa saya salah jika saya punya keyakinan bahwa Refian memendam rasa suka pada keponakannya sendiri."
💗💗💗
15 Agustus 2022 (11.22)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top