#3

Chapter Three

❝Them.❞

.
.
.

***

Raja Kriminal. Sebuah nama asing dengan pesan tersembunyi. Setidaknya untuk saat ini. Operasi rencana akan segera terlaksana. Rasa sabar dengan lembut menyelimuti hati. Untuk mendapat gelar menggemparkan memerlukan waktu. Ledakan besar akan memeluk hangat Inggris. Menggunakan London sebagai panggung sandiwara.

Raja Kriminal memiliki pemikiran tajam dan bengis. Sebuah kelompok dengan daya tarik mematikan. Penuh dengan tipu muslihat dan kecerdasan tinggi. Cairan kental dengan aroma amis selalu terlihat. Mengalir lambat meski waktu mendesak. Mereka mengambil pekerjaan Malaikat Maut. Dengan mudah merenggut jiwa dari raga manusia. Perasaan belas kasih sudah tersimpan rapat dalam kotak kecil.

Debu halus akan bertamu setiap detik berjalan. Binatang berkaki delapan meminta izin untuk menjalin kelindan untuk menangkap mangsa. Induk kunci perlahan berkarat karena udara dan tetes air menyentuh. Kelompok ini memaksa dunia untuk berubah. Menekan semesta untuk menerima ideologi baru. Mereka akan mengirimkan sebuah peringatan sebelum memulai aksi. Kegelapan adalah jalan mereka.

Nurani sudah lama padam. Tetapi mengapa saat ini dia merasa percikan api memaksa untuk singgah?

"Sepertinya Anda begitu menikmati waktu Anda disini." pria dengan helai mahkota emas mengucapkan salam pembuka bicara dengan lembut. Bola mata merah pekat memperhatikan setiap detik berjalan. Tidak pernah melunturkan pandangan meski semilir angin dengan perlahan melantunkan gemerisik alam. Sebab tidak ada pemandangan lain yang menarik selain gadis pemilik surai (h/c).

Punggung mungil sedikit tersentak. Semilir angin dengan jahil membekukan seluruh otot. Menyebabkan raga berhasil terkunci sebab pergerakan tidak siap menerima serangan. Seperti anak kecil tertangkap basah sedang mengunyah cokelat sebelum memutuskan untuk tenggelam dalam bunga tidur.

"B-bagaimana kau bisa menemukan- tidak, lupakan. Aku bersumpah hanya ingin menatap Rembulan sebentar, setelah itu aku akan kembali ke pesta, Ayah!" ucap gadis mungil itu dengan cepat. Gadis itu terlampau panik. Terdengar dengan jelas dari suara madu. Punggung mungil dengan segera berbalik setelah pernyataan terlontar.

Untuk kesekian kalinya, William menahan nafas. Tidak. Pria jangkung tersebut tidak sendiri. Semesta turut serta berpartisipasi bersama dirinya. Wajah ayu terlukis dengan manis. Bola mata (e/c) membulat lucu. Terlihat bersinar seperti batu permata di langit bebas. Semburat merah muda dengan setia menghias kedua pipi. Kendati demikian, bulu mata lentik bergerak dengan lembut. Mengikuti lantunan musik alam dengan tenang.

Dan untuk pertama kalinya, bola mata merah pekat bertabrakan dengan bola mata batu permata (e/c).

William mengukir senyum lembut di kedua kurva. Ah, akan sangat disayangkan jikalau seseorang melewatkan detik malaikat tersenyum. Rumor mengenai pria itu benar adanya. Daya tarik dari Raja Kriminal tidak perlu diragukan. Dia adalah seorang pria mematikan dengan tipu muslihat serta ketampanan dan kecerdasan tinggi. "Apakah Saya setua itu sehingga terlihat seperti Ayah Anda, Lady?"

Bola mata batu permata (e/c) memberikan tatapan penuh teror. Wajah manis terlihat memucat. Labium merah muda sedikit terbuka. Bersiap untuk melontarkan kutukan halus untuk menentang dunia. "For heaven's sake, you're scaring me! Lagipula siapa kau!" serunya sambil mengarahkan jemari lentik pada pria jangkung dengan helai mahkota emas.

"Hmm..." gumam William pelan. Bola mata merah pekat dengan perlahan mengalihkan pandangan. Mendaratkan sepenuhnya fokus kepada benda di belakang punggung mungil. Teropong besar berdiri kokoh di atas tanah. Dengan percaya diri menghadapi semesta. Tidak takut meskipun angin menghadang. Sebab dia tidak sendirian.

"Sepertinya sedari awal Anda tidak berniat untuk kembali ke dalam. Apakah saya salah?" tebak pria dengan gelar sebagai Konsultan Kriminal. Senyuman dengan setia menghias bibir pria tampan tersebut. Dia dengan sengaja mengabaikan pertanyaan dari sang Puan.

Pundak mungil kembali tersentak. Tepat sasaran. Menggemaskan sekali, begitulah kira-kira apa yang sedang Moriarty ke-2 pikirkan.

"Kau tidak menjawab perta—sudahlah, lupakan. Lagipula kau tidak terlihat seperti orang suruhan Ayah. Terlepas dari pakaian yang kau kenakan, kau pasti salah satu bangsawan yang di undang. Lalu, apa yang kau lakukan disini? Melarikan diri juga?" sungut gadis manis. Nampaknya dia masih tidak menerima dengan kejadian sebelumnya.

Bola mata batu merah mengerjap beberapa kali. William terkekeh pelan mendengar ucapan gadis itu. Pria jangkung tersebut tidak menyangka. Gadis itu merupakan seorang bangsawan. Semua orang akan langsung mengetahui ketika melihatnya.

Gaun mewah seharga ribuan keping emas dengan sempurna membalut tubuh mungil. Tidak. Itu begitu berbeda dengan yang biasa William lihat. Gaun tersebut terlihat begitu sederhana untuk disebut mewah. Berbanding terbalik dengan konsep glamor dari pesta sesungguhnya.

Pria jangkung tersebut terdiam. Ah, dia tahu. Aura gadis berbisik lembut. Mengatakan bahwa dirinya sendiri akan terlihat lebih cantik dan mewah jikalau gadis itu yang mengenakan. Tidak peduli meski itu pakaian buluk. Canda.

"Saya kemari hanya untuk menikmati udara segar," balas William tenang. "Sepertinya Anda begitu tertarik dengan benda langit." sambungnya lagi.

"Kalau urusanmu sudah selesai, lebih baik kau pergi. Aku ingin kedamaian dan kau menggangguku." gadis manis dengan surai (h/c) mendesis pelan. Wajah manis dengan lucu melukis kejengkelan.

"Hm?" William memberikan pertanyaan serupa kepada gadis itu. Dirinya memang sudah mengetahui jawaban yang diberikan berdasarkan ucapan sebelumnya. Pengusiran halus(re: kasar) dari gadis itu membuat William sedikit mengukir senyum lebih lebar dari biasanya. Dia mengakui bahwa dirinya terhibur pada saat ini.

"Kau bisa mencari udara segar di tempat lain," ucap gadis manis lagi. Dia tidak bergerak barang sedikit dari tempat. Bola mata batu permata (e/c) melemparkan tatapan terganggu. Begitu berani dan percaya diri untuk melawan nebula pekat.

"Bukankah itu Ursa Major?" William secara diam terkekeh kecil. Pria dengan helai mahkota emas dengan sengaja mengabaikan ucapan sang gadis. Dia tidak ingin melakukan perdebatan berkepanjangan. Karena dia tahu. Sang gadis tidak berniat untuk mendinginkan kepada sebab jiwa damai sudah terganggu.

Salah satu alis gadis manis terangkat. Bola mata batu permata (e/c) mengalihkan pandangan. Tidak sadar bahwa dia telah memusatkan perhatian pada objek langit bebas. Mengikuti arahan jemari panjang untuk beristirahat dalam materi gelap. Tanpa mengetahui kalau senyum manis mengembang dan mengukir lebar labium merah muda.

"Dan itu adalah Polaris. Bintang Utara atau biasa di kenal sebagai Bintang Kutub," ucapnya lagi.

"Hoo, aku tidak menyangka kalau kau akan mengetahui banyak mengenai sesuatu seperti ini. Kukira kau salah satu dari seorang bangsawan kolot yang terobsesi dengan kekuasaan atau harta."

Sudut bibit William sedikit berkedut. Pria itu dengan perlahan menurunkan jemari panjang. Bola mata merah pekat untuk kesekian kalinya bertabrakan dengan keindahan permata semesta. "Apa yang membuat Lady berpikir seperti itu?"

"Tidak akan kuberitahu. Bisa saja kau mata-mata atau orang pemerintahan. Aku tidak se-bego itu untuk berbicara dan percaya pada orang asing, aku yakin kau tahu akan hal itu."

Pria dengan helai mahkota emas tergelak. Bagaimana bisa seorang Putri Bangsawan berkata kasar seperti itu. Tidak. Meski terdengar sarkas, gadis itu tidak jahat pun arogan. Pria tampan tersebut bisa dengan mudah memilah sampah dan permata. Bola mata merah pekat tidak menemukan sesuatu aneh pada gadis itu. Akal budi mendukung keras. Tidak jauh berbeda dengan renjana.

Gadis ini berbeda dengan bangsawan lainnya. Tidak. Sedari awal William sudah tahu.

Kaki panjang terbalut celana dengan bahan sutra melangkah pada gadis manis. Konsultan Kriminal dengan halus menipiskan jarak. Rembulan dengan diam memberikan cahaya remang untuk buana. Menyentuh dengan lembut dua insan di bawah pengawasan. Semilir angin dengan jahil membantu semesta. Menerbangkan kelopak suci untuk menemani malam. Semerbak harum bakung madonna dengan sopan mengisi relung paru-paru. Gemerisik dedaunan ikut serta melantunkan musik alami.

Jemari panjang terbalut sarung tangan putih dengan lembut mengambil sejumput surai panjang (h/c). Helai Mentari sedikit berjatuhan. Membiarkan Mahkota merendah sejenak kepada Rembulan. Bola mata merah pekat dan batu permata (e/c) kembali bertabrakan. Bibir pria jangkung tersebut mengukir senyum. "Bukankah seharusnya sedari awal Anda tidak boleh berbicara dengan orang asing, My Lady?"

Tubuh mungil membeku. Labium merah muda terkatup lucu. Bola mata batu permata (e/c) membulat sempurna. Dia tidak bisa bergerak. Tidak. Gadis itu terlalu terkejut untuk bisa bereaksi. William tidak berhenti mengucapkan kalimat menggemaskan dalam batin. Gadis itu memang terlalu berharga untuk dunia hina.

"Will?"

Suara berat mengudara. Mengisi keheningan dengan rasa penasaran. Itu adalah kakak tertua. Bola mata merah pekat tidak mengalihkan pandangan. Jarak semakin menipis. Bola mata batu permata (e/c) berkedip pelan. Tersadar dengan apa yang baru saja terjadi. Jemari mungil mengepal erat. Bersiap meluncurkan serangan dadakan kepada target.

BUAK!

Bogem mentah mendarat di perut pria jangkung dengan helai mahkota emas. Bola mata merah pekat sedikit membesar. Sakit menjalar dengan perlahan. Tidak begitu keras. Tetapi cukup membuat William meringis. Jemari panjang melepaskan pegangan pada surai panjang. Gadis manis melemparkan tatapan tajam. Dengan segera mengambil kesempatan untuk kabur dari tempat. Meninggalkan William dan kakak tertua dari kejauhan setelah mengintip sedikit drama berlangsung.

"Orang sinting!" seru gadis manis sedikit berteriak. Jemari lentik dengan erat mengangkat gaun panjang. Memperlihatkan kaki jenjang mulus dengan jelas. Kaki mungil terlihat berlari kecil tanpa memiliki pelindung-tunggu. Gadis itu nyeker?

Pria dengan bola mata hutan mengerjapkan mata. Kaki panjang pemimpin keluarga Moriarty tersebut berjalan mendekat. Jemari terbalut sarung tangan tersimpan rapi di belakang. "Kau tidak apa-apa, Will? Gadis tadi-"

"Kau mengganggu, kak." potong William dengan senyum manis. Terlampau manis menyebabkan Albert merinding.

.
.
.

TBC

Extra :

"Meng-"

"Kau mengganggu, kak."

"Tapi aku hanya ingin mengajak pulang. Sebentar lagi bola akan di mulai-"

"Kau mengganggu, kak."

***

Nyeker* berjalan tanpa alas kaki di atas segala permukaan, rumput, tanah, atau pasir.

***

31 Desember 2021

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top