♟️4/5♟️
Regis turun dari kereta kuda begitu tiba di istana. Menemui paduka Raja adalah sesuatu yang paling tidak dia suka. Meski Regis mengabdikan hidupnya untuk istana, tapi sifat Kaisar yang licik membuatnya enggan untuk setia pada sang penguasa. Jika saja Kaisar tidak memegang kelemahannya, sudah pasti Regis tidak ingin lagi melakukan apa yang Kaisar minta.
Setelah pelayan mengumumkan kedatangannya, pintu ganda itu terbuka dan Regis pun segera masuk ke dalamnya. Disana ia bisa melihat sang Raja tengah duduk si singgasananya.
"Apakah Anda memanggil saya, Yang Mulia?" ucap Regis ketika ia membungkuk hormat di hadapan Kaisar.
"Duke Floyen, dari pesan yang ku kirimkan padamu, kurasa kau sudah tahu tujuanku memanggilmu kemari."
Tangan Regis terkepal tanpa diketahui siapa pun begitu mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kaisar.
"Aku ingat kau pernah memungut seorang anak yang kini menjadi ksatria di bawah bimbinganmu." Kaisar kembali berkata. Kali ini disertai seringai kotornya yang memuakkan. "Aku ingin kau menyerahkannya padaku untuk ku jadikan pengawal pribadiku."
Sekuat tenaga, Regis mencoba menahan dirinya untuk tidak memukul wajah Kaisar. "Tapi, Yang Mulia. Kemampuan anak itu masih kurang untuk menjadi pengawal Anda."
"Masih kurang?" Kaisar tertawa keras. "Orang yang menjadi satu-satunya kesatria wanita di Kekaisaran apakah mempunyai kemampuan yang begitu buruk?"
Regis terdiam mendengar kalimat tajam penuh sindiran yang diucapkan oleh sang penguasa tersebut. Tentu saja Regis asal bicara. Kemampuan [Name] cukup mumpuni untuk melindungi seseorang dengan keahlian berpedangnya. Regis hanya tidak ingin [Name] terlibat dengan Kaisar yang licik ini.
Regis ingin melindungi [Name]. Bagaimana pun caranya.
"Ah, begini saja." Suara Kaisar kembali terdengar. "Kalau memang kemampuannya masih kurang untuk menjadi pengawal pribadiku, bagaimana kalau anak itu ... menjadi selirku?"
'Deg'
Jantung Regis seketika berpacu dengan cepat. Aliran darahnya terasa panas begitu mendengar kalimat tak terduga yang keluar dari mulut sang Kaisar.
Gawat.
Regis takut tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Tangannya sudah sangat gatal ingin menghunuskan pedangnya dan menancapkan bilah besi itu pada tubuh Kaisar sekarang juga.
.
.
.
.
.
Semburat jingga terlukis di langit. Sang surya mengintip dari bukit, perlahan tenggelam. Semilir angin senja bertiup, menerbangkan dedaunan kering di hamparan rumput.
[Name] berjalan menyusuri taman kediaman Floyen yang luas. Gadis itu baru saja kembali dari acara tea party yang didatangi Juvelian. [Name] tidak bisa menahan tawa saat ingatannya berputar pada kejadian yang terjadi di kediaman Lady Veronica.
Max benar-benar membuat kehebohan disana. [Name] tidak pernah menyangka laki-laki itu akan mengikuti Juvelian. Apakah sebegitu cintanya Max pada putri gurunya tersebut?
"Ah, pada akhirnya si kucing jatuh cinta pada si tikus." [Name] tertawa pada monolognya sendiri. Di balik sifatnya yang keras, ternyata Max juga hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan apa itu cinta.
Di tengah langkah kakinya, [Name] menangkap bayangan seseorang. Begitu mendongak, gadis itu melihat Regis berdiri tak jauh di depannya.
Ah, latar matahari yang terbenam membuat sosok Regis terlihat jauh lebih menawan di mata [Name].
"Guru!" seru [Name] riang seraya berlari menghampiri Regis yang masih berdiri dengan tatapan tak lepas darinya.
Senyum cerah gadis itu entah kenapa membuat Regis sesak dibuatnya.
Senyum itu ... Apakah Regis masih bisa melihatnya setelah apa yang akan ia katakan?
Apakah mata itu akan tetap bersinar begitu mengetahui niat Regis untuknya?
"[Name] ..." Regis mulai membuka suara. Terlihat sang Duke menghela napas sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya.
"... Kau harus pergi dari sini."
.
.
.
.
Words : 534
Rabu, 1 September 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top