Bab 3
DOUBLE UPDATE!
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen yang banyak yaa. Jangan lupa juga masukkan cerita ini ke library dan reading list kalian😘
Ramekan terus kolom komentarnya biar besok ketemu lagi🔥
Selamat membaca teman-teman❤
•••
Jadi mahasiswa dengan KRS paketan itu banyak tidak enaknya. Yang tidak bisa mengambil semester ataslah, mata kuliah yang masih tersisa banyak di penghujung semesterlah, dan banyak kesengsaraan lain yang harus dialaminya. Semua ini gara-gara kurikulum baru yang diterapkan di tahun pertamanya menjadi mahasiswa.
Gap year.
Salah jurusan.
Dapet kurikulum baru pula.
Raye kurang apes apa coba?
Satu-satunya hal yang bisa disyukurinya semenjak kuliah hanyalah mendapatkan teman-teman yang solid dan saling peduli. Jangan lupakan pula hubungannya dengan Rolan.
Menjadi kekasih pria itu ternyata tak seburuk yang pernah terbayang dalam pikirannya. Sampai detik ini, Raye masih tak menyangka jika ia bisa pacaran dengan dosennya sendiri.
Dunia memang menyimpan banyak misteri. Banyak hal tak terduga yang bisa terjadi kapan saja.
“Ray? Raye!”
Satu teguran itu menyentak kesadaran Raye, menariknya kembali dari lamunannya tentang kehidupan perkuliahannya yang sudah berjalan selama tiga tahun lebih.
“Kenapa, Pak—eh, Mas maksudnya.”
Menoleh ke samping, Raye menemukan Rolan yang sedang geleng-geleng kepala.
Malam ini Raye sedang berada di apartemen Rolan. Untuk apalagi kalau bukan pacaran. Padahal, niat awalnya Raye ingin konsultasi perihal skripsi dengan Rolan. Tetapi itu hanya bertahan selama sepuluh menit. Sisanya dihabiskan dengan menonton film bersama.
Selama setahun ini, Raye juga kesulitan tiap kali hendak memanggil Rolan. Kadang otaknya tidak sinkron dengan mulutnya. Yang tadinya hendak mengucap “Pak”, malah berakhir memanggil “Mas”. Begitu pula sebaliknya.
Karena Rolan terus-terusan mengajar di tiga semester terakhir dan selalu menjadi dosen di mata kuliah yang diambilnya, maka tak jarang Raye salah menyebut panggilannya. Untungnya sejauh ini orang-orang di sekitar kampus tak ada yang menyadarinya. Kecuali Bu Jana tentunya.
“Ngelamunin apa?” tanya Rolan. Ia baru kembali dari dapur dengan dua cup mie instan yang baru disiram air panas. Membawanya ke atas meja dan menunggu sampai mienya lembek.
Raye menggeleng sambil menggeser tubuhnya sedikit agar Rolan bisa menempatkan diri di sebelahnya.
“Satu tahun bareng kamu, aku tahu ekspresi kamu tiap lagi mikirin sesuatu,” kata Rolan, seraya menaikkan satu kakinya ke atas dan menatap Raye dengan mata yang menyipit.
Serupa dengan Rolan, Raye juga memiringkan posisi duduknya agar bisa saling berhadapan dengan pria itu. “Gimana coba?”
“Ini, kayak sekarang gini, nih, ekspresinya,” jawab Rolan dengan kedua tangan yang sudah hinggap di wajah Raye, memberinya cubitan gemas.
Tindakan Rolan padanya membuat Raye tertawa keras, tetapi tetap sambil berusaha melepas cubitan Rolan dari kedua pipinya.
“Jadi, mikirin apa, hm?” Usai menurunkan kedua tangannya dari wajah Raye, pertanyaan yang sebelumnya disuarakan, kembali terlontar dari mulutnya.
“Nggak ada, Mas. Cuma capek aja.”
“Tugas?”
Raye langsung mengangguk, sambil berharap di dalam hati agar Rolan tidak lagi memberi tugas di tiap pertemuan. Walaupun Raye tahu hal itu tak akan mungkin terjadi.
“Namanya juga mahasiswa.”
Nah, apa kata Raye. Mana mungkin Rolan rela membiarkan mahasiswanya hidup dengan tenang. Yang ada malah mewajarkan hal tersebut.
“Tapi capek, Mas. Tugas dari kamu banyak. Dari dosen lain juga numpuk,” keluh Raye dengan bibir yang sudah dilengkungkan ke bawah.
Rolan terkekeh sembari mengacak-acak rambut Raye. “Tugas kamu nggak akan numpuk kalau kamu ngerjainnya nggak mepet deadline, Sayang.”
Desahan panjang lolos dari mulut Raye. Bibirnya makin cemberut karena perkataan Rolan yang memang benar adanya. Sifat deadliner-nya memang sudah kelewatan, sih. Tapi, kan, tetap saja tak bisa dipungkiri jika tugas yang didapatnya sangatlah banyak.
“Jangan cemberut gitu, ah. Bibir kamu kayak minta dicium jadinya.” Rolan mengeluarkan godaannya di akhir kalimat dengan senyum tertahan.
Mendengar itu, Raye langsung menormalkan rautnya kembali, menipiskan bibirnya secara refleks.
Apa yang Raye lakukan lagi-lagi mengundang tawa Rolan. Satu tangannya kembali digunakan untuk mengacak-acak rambut Raye sebelum mengambil mie instan yang sudah siap untuk disantap.
“Ayo, dimakan, Ray. Entar mienya keburu ngembang.”
Sambil membetulkan rambutnya yang dua kali diacak-acak oleh Rolan, Raye mengulurkan tangannya ke depan, mengambil mie instan miliknya dan menikmatinya bersama Rolan.
“Mau nonton film lagi?” tanya Rolan di sela-sela kegiatan menyantap mie instannya.
Raye menggeleng, bangkit dari duduknya dan melangkah dari tempatnya sembari berucap, “Nggak usah, Mas. Abis ini aku mau pulang.”
“Kok pulang? Masih jam sembilan, lho. Masih ada satu jam lagi sebelum aku nganterin kamu pulang.” Rolan melayangkan protesnya, tampak tak terima dengan ucapan Raye barusan.
Tanubrata memberikan aturan jam malam terhadap Raye, kecuali ada hal mendadak yang membuatnya harus pulang terlambat. Jam setengah sebelas malam adalah batasan yang Tanubrata berikan, dan Rolan sangat menghargainya.
Karena hal itulah tiap kali Raye sedang bersamanya, ia harus memulangkan Raye di jam sepuluh malam. Tidak boleh kurang, tidak boleh lebih. Sementara sekarang masih jam sembilan malam. Rolan tak ingin kehilangan satu jamnya bersama Raye.
Raye kembali dengan sebotol saus yang diambilnya dari meja makan. Kembali duduk di samping Rolan dan mulai meracik mie instannya agar terasa lebih pedas.
“Besok mau pergi sama Papa, Mas. Mau tidur cepet.”
“Ke mana?”
“Ziarah ke makam Mama.”
Jawaban Raye membuat Rolan tak lagi bisa menyanggah. Berakhir mengangguk-anggukkan kepalanya. Protesnya pun terhenti seketika.
“Ya, sudah. Buruan abisin mie kamu. Nanti langsung aku anterin pulang.” Rolan menghentikan sejenak kegiatan menyantap mie instannya, berpaling ke arah Raye dan mengusap ujung bibir gadis itu yang terkena noda saus.
“Mau nyicipin punyaku nggak, Mas?” Setelah Rolan menarik tangannya dari bibirnya, Raye langsung menyodorkan mienya pada pria itu.
“Enggak,” tolak Rolan tanpa pikir panjang dan kembali memakan mie instannya sendiri.
Raye terkikik geli. Hafal betul dengan Rolan yang tak bisa memakan makanan pedas. Pria itu cenderung menyukai makanan manis dan minuman pahit. Sangat anti dengan yang pedas-pedas. Berbanding terbalik dengan Raye yang doyan membakar lidahnya.
Tak berselang lama, Raye sudah berada di mobil Rolan, siap untuk pulang meskipun air muka Rolan kelihatan tak rela sama sekali.
Satu tahun menjadi kekasih Rolan, sifat-sifat asli pria itu pun mulai terbongkar satu per satu. Terkadang Rolan tak bersikap sesuai umurnya. Sangat kekanakan dan manja. Namun, di satu sisi, pria itu bisa jadi begitu dewasa dan bijak. Rolan pandai menempatkan diri.
Ada satu hal dari sifat Rolan yang terkadang cukup mengganggu Raye, yaitu kebucinan Rolan yang suka berlebihan. Raye baru tahu jika tipe-tipe pria seperti Rolan bisa jadi sebucin itu.
Kalau mahasiswanya tahu, mungkin pamor Rolan sebagai dosen yang keren dan berwibawa akan langsung runtuh.
•••
Perjalanan dari apartemen Rolan ke rumah Raye cukup jauh, memakan waktu lama di jalanan. Tetapi seperti biasa, perjalanan yang panjang tak terasa lama bagi sepasang kekasih itu karena selalu diselingi dengan obrolan yang tak pernah kehabisan topik.
Tahu-tahu saja, mobil Rolan sudah terparkir di depan rumah Raye. Makin tampaklah ekspresi memelas Rolan yang enggan berpisah dengan Raye.
“Bapak Rolan yang ganteng, aku langsung masuk, ya?” pamit Raye yang baru saja melepas sabuk pengamannya.
Meski sudah sepakat untuk menggunakan panggilan “Mas” jika sedang di luar kampus, Raye tak jarang memanggil Rolan dengan sebutan “Bapak” hanya untuk menggoda pria itu.
Rolan sudah memutar tubuhnya ke samping, mendesah panjang dengan telapak tangannya yang hinggap di satu sisi wajah Raye. “Langsung tidur, ya.”
Raye mengangguk dengan senyum simpul yang menyambangi bibirnya. “Kamu juga.”
Rolan mencondongkan wajahnya ke depan, mengecup dahi Raye cukup lama sebagai salam perpisahan. Setelahnya, Raye pun langsung meninggalkan Rolan.
Sebelum Raye benar-benar menghilang dari pandangannya, Rolan masih bertahan di depan gerbang rumah sang kekasih. Memastikan jika Raye sudah aman di dalam sana.
Namun, saat sedang bersiap-siap pergi, tiba-tiba saja jendela mobilnya diketuk beberapa kali. Mengurungkan niatnya untuk segera pulang, Rolan pun memeriksa terlebih dahulu seseorang yang menginterupsinya.
Kerutan samar menghiasi dahinya ketika melihat seorang perempuan berdiri di sisi mobilnya. Ia pun menurunkan kaca jendela mobilnya untuk bisa melihat sosok tersebut dengan jelas.
“Rolan, apa kabar?”
Dan setelah satu sapaan yang dibarengi dengan senyuman lebar itu diberikan untuknya, Rolan tak bisa menepis keterkejutannya.
“Ilene?”
•••
Yok yang mau nebak-nebak dipersilakan🤭
Btw, tolong mampir ke ceritaku yang judulnya Someone's Belonging, ya. Bantu vote cover di sana. Makasih😍
Catatan
KRS: Kartu Rencana Studi, yaitu lembaran yang berisi daftar mata kuliah yang diikuti oleh setiap mahasiswa dalam satu semester.
31 Januari, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top