Bab 26

HAI!

Aku update lagi hari ini. Beneran mau dikebut wkwk

Selamat membaca❤

•••

“Mas, jangan ngajak aku ngomong dulu. Lagi pusing kepalaku karena ujiannya susah banget, melebihi ujian hidup,” celetuk Raye, yang tanpa basa-basi langsung memosisikan dirinya berbaring di atas sofa panjang di apartemen Rolan.

Tanggapan pertama yang Rolan berikan berupa tawa yang cukup keras, lalu disusul dengan gelengan kepala. Tadinya ia berniat untuk bergabung bersama Raye, tetapi gadis itu sudah lebih dulu menguasai sofa. Alhasil, Rolan memutar langkahnya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil dua minuman dingin dari kulkas.

Hari ini Raye memang baru saja melaksanakan ujian akhir semester, hari terakhir. Sepanjang jalan pulang, gadis itu tak henti mengeluhkan soal ujian yang membuat kepalanya mengepul kepanasan.

Lagi-lagi, waktu berjalan begitu cepat. Setelah ini Raye akan lanjut ke semester delapan dan fokus pada skripsinya. Paling tidak hanya tinggal enam bulan lagi sampai Raye dinyatakan lulus sebagai seorang sarjana. Setelahnya, barulah Rolan akan langsung mempersunting kekasihnya, mengajaknya untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.

Pemikiran itu tanpa sadar membuat Rolan tersenyum, membayangkan pernikahannya dengan Raye yang sudah pasti akan melengkapi kebahagiaannya.

Rolan rasanya sudah tak lagi bisa bersabar menunggu sampai waktu itu tiba.

Dua kaleng minuman dingin sudah berada dalam genggamannya. Usai menutup kulkas dan memudarkan senyumnya, Rolan kembali mengajak langkahnya untuk menghampiri Raye.

Senyum kembali hadir, tetapi kali ini lebih terlihat seperti sebuah senyuman geli. Bagaimana tidak, Raye benar-benar tampak kelelahan. Gadis itu berbaring lurus dengan sebelah lengannya yang dipakai untuk menutupi kedua matanya. Dadanya juga terlihat naik turun karena napasnya yang sedikit tak beraturan.

Rolan mendengkus dengan sisa-sisa senyum di wajah sebelum meletakkan satu minuman dingin di atas meja dan ia mengambil duduk di single sofa di ujung kaki Raye.

Minuman dingin yang masih berada dalam genggamannya langsung dibuka oleh Rolan, diteguknya sesegera mungkin untuk meredakan dahaga. Matanya juga tak lepas dari Raye, masih terus mengamati gadis itu yang entah kenapa malah kelihatan menggemaskan.

Sekitar lima menit berlalu, terdengar helaan napas panjang dan kuat dari mulut Raye sebelum gadis itu menyingkirkan lengannya dari wajahnya. Serta-merta badannya bergerak dan posisinya pun berubah menjadi duduk.

“Jangan terlalu dipikirin,” ucap Rolan saat melihat wajah Raye yang benar-benar tampak tak bersemangat, lesu seperti orang yang baru saja kehilangan uang miliaran rupiah.

Raye melirik sekilas ke arah Rolan dengan bibir yang melengkung ke bawah. Sekali lagi ia membuang napas berat sebelum mengambil minuman dingin di atas meja.

“Aku ngasal banget, Mas, ngisinya. Entar kalo nggak lulus gimana?” tanya Raye. Suaranya yang terdengar lemah juga mencerminkan betapa tidak bersemangatnya ia saat ini.

“Nggak mungkinlah. Pasti lulus. Kan bukan cuma nilai UAS aja yang dilihat.”

Raye memikirkan ucapan Rolan sejenak, yang sebetulnya memang benar. Akan tetapi, tetap saja perasaan Raye tidak enak. Raye juga sudah tak berharap banyak. Mendapat C pun tak masalah baginya asal tidak mengulang.

Raye tak menanggapi lebih lanjut ucapan Rolan. Entah kenapa ia jadi malas berbicara. Minuman dinginnya pun tak langsung diminum, malah ditempelkan di sekitar wajahnya hanya untuk membuatnya merasa jauh lebih segar dari sebelumnya.

Rolan meneguk kembali minumannya, menyisakannya sedikit sebelum ditaruh di atas meja. Ia lantas bergeser dan duduk di sebelah Raye.

“Kalo misalnya aku ngulang, kamu malu nggak, Mas?” tanya Raye sesaat setelah Rolan pindah di sisinya. Kepalanya juga sudah menoleh ke arah pria itu.

“Hush! Kalo ngomong jangan sembarangan. Entar kejadian beneran, kamu nangis-nangis.”

Raye mendesis, memindahkan pandangannya dari Rolan dan berniat untuk membuka kaleng minumannya. “Amit-amit, deh. Aku pasti nggak akan ngulang,” ucapnya yang seketika berubah penuh keyakinan sekaligus mensugesti otaknya agar tetap berprasangka baik.

Rolan berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu, mengambil alih minuman Raye ketika gadis itu kesulitan membukanya.

“Pengen aku sentil tahu, nggak,” kata Rolan dengan gemas sembari mengangsurkan kembali kaleng minuman Raye yang telah dibuka pada sang empunya.

Raye menerima pemberian Rolan sambil cengengesan. Pelan-pelan mulai mengenyahkan pikiran-pikiran aneh tentang ujian yang dijalankannya tadi.

Seperti biasa, ketika ujian, Raye harus berprinsip: datang, kerjakan, lupakan. Tidak boleh dipikirkan sampai sebegininya.

•••

“Aku langsung balik ke kantor aja, ya, Ray. Bentar lagi ada meeting.” Rolan melirik jam tangannya sekilas begitu mobilnya berhenti di depan gerbang rumah Raye. “Titip salam sama Papa kamu, ya.”

Raye mengangguk tersenyum. Memaklumi Rolan yang mulai sibuk dengan pekerjaan barunya.

Setelah sempat istirahat selama beberapa saat untuk memulihkan tubuhnya pasca operasi, Rolan langsung bekerja di perusahaan Barka. Posisinya juga bukan seorang staf biasa karena perusahaan itu juga dibangun bersama.

Jam kantornya memang cukup fleksibel sehingga mereka masih bisa menyempatkan untuk makan siang bersama. Dan kalau ada panggilan mendadak, maka Rolan harus cepat-cepat kembali ke kantor.

Raye sudah hafal dengan kegiatan Rolan yang baru. Dan ia tak masalah sama sekali. Toh, pria itu masih tetap memiliki waktu untuknya.

“Aku turun ya, Mas,” pamit Raye sembari melepas sabuk pengamannya.

Rolan tak membiarkan Raye langsung keluar. Ia menarik lembut pundak gadis itu terlebih dahulu, mencondongkan wajahnya dan memberi kecupan panjang di dahi Raye.

“Nanti aku telepon, ya,” ujar Rolan setelah menyudahi ciumannya.

Raye manggut-manggut dengan senyum tipis yang masih menaungi wajahnya. “Kamu hati-hati, ya, Mas.”

Serta-merta Raye keluar dari mobil Rolan. Langsung masuk usai pria itu melajukan mobilnya meninggalkan area perumahannya.

Raye melangkah santai, menunduk sambil memerhatikan ponselnya. Tak menyadari jika di depannya ada sesosok wanita yang tampak sedang menunggunya.

“Raye.”

Satu panggilan itulah yang menyadarkannya. Segera diangkat kepalanya, meninggalkan ponselnya yang masih menyala. Tanpa dapat dicegah, wajahnya berubah kaget meski hanya terjadi sepersekian detik saja.

Raye mengunci ponselnya, mengantonginya sebelum melangkah mendekati sosok wanita tersebut yang tak lain adalah Ilene.

“Ngapain ke sini?” tanyanya dengan ketus.

Kali ini, Raye merasa ada yang berbeda dengan sikap Ilene. Wanita itu terlihat lebih kalem, tak menyombong seperti biasanya. Bahkan, Raye sempat menyaksikannya tersenyum. Matanya juga tampak sembap seperti habis menangis.

“Aku ... mau minta maaf sama kamu.”

Jawaban dari Ilene mengundang kembali rasa kaget Raye, kali ini lebih lama dari sebelumnya. Matanya setengah melotot dengan kening yang berkerut dalam.

Raye masih bungkam, benar-benar tak bisa berkata-kata.

“Aku juga udah minta Papa untuk cabut hak adopsinya,” lanjut Ilene dengan senyum yang tampak sendu.

“Apa Papa udah tahu soal anak kamu?” tanya Raye, mencoba menyingkirkan keterkejutannya dan bersikap normal.

Ilene mengangguk. “Barusan aku kasih tahu ke Papa.”

Raye mendesah panjang, memijat sejenak pelipisnya yang mendadak terasa pusing.

Selama beberapa bulan belakangan, ia bahkan sudah melupakan soal Ilene. Memutuskan untuk menutup semua kebusukan wanita itu. Rupanya kini Ilene sudah menyadari segala perbuatan buruknya.

“Aku nggak mau ngecewain Papa yang udah baik banget sama aku. Dan aku juga bener-bener minta maaf sama kamu, Ray.”

Raye mengembalikan netranya pada Ilene. Wanita itu tampak tulus, tetapi otak Raye tak bisa diajak untuk berpikir jernih saat ini. Ia masih kebingungan dengan sikap Ilene yang tiba-tiba jadi seperti ini.

“Aku nggak berharap kamu maafin aku karena kesalahanku ke kamu yang nggak bisa dihitung lagi,” ucap Ilene. “Semoga kamu bisa hidup dengan bahagia ya, Raye.” Di akhir kalimat, Ilene memberi tepukan ringan di bahu Raye sebelum beranjak meninggalkannya.

Sementara Raye masih berdiam diri di tempatnya berpijak. Masih dilanda kebingungan yang tiada habisnya.

•••

Hayuk sama-sama kita maafin segala kekhilafan Ilene🤣

Tadinya pengen aku end di sini, tapi aku masih pengen bikin momen uwu Rolan-Raye wkwk. Jadi, aku tambahi dikit, ya🤭😋

Jangan lupa diramekan kolom komentarnya supaya besok kita bisa ketemu lagi💃

7 Juni, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top