Bab 24

“Burger gue kenapa dimakan?!”

Teriakan heboh itu milik Raye, yang baru kembali dari toilet. Baru saja lega sehabis buang air kecil, pemandangan di depannya malah membuatnya emosi.

Bangkunya yang semula kosong karena ditinggalkan oleh Raye sebentar, kini sudah terisi oleh Andika yang tertangkap basah tengah menggigit burger miliknya.

“Nyicip dikit doang,” kata Andika, sambil cengengesan dan kembali meletakkan burger milik Raye di atas meja. Lalu, cepat-cepat kembali ke kursinya.

“Ah, nyebelin!” gerutu Raye, menatap Andika sinis sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Sementara Andika malah menyodorkan jarinya yang sudah membentuk tanda peace, meminta ampun pada Raye yang dikenal cukup barbar.

“Dikit apanya! Burger gue tinggal segini.” Omelan Raye masih berlanjut bahkan setelah ia duduk di bangkunya dan mengamati burgernya yang memang tersisa sedikit. “Dasar titisan dajjal lo!” Di ujung kalimat, Raye melemparkan pulpennya ke arah Andika, membuat cowok itu mengaduh seketika karena lemparannya tepat sasaran.

Anggita, Niana, dan beberapa teman sekelas Raye yang melihat kejadian itu hanya geleng-geleng kepala saja. Sudah biasa melihat keributan antara Raye dan Andika.

“Bolos yuk, guys?” celetuk Anggita yang sudah menghabiskan burgernya.

“Ogah. Gue udah ambil jatah absen kemaren,” sahut Raye, yang juga telah menyantap habis burgernya.

Niana yang masih menikmati burgernya juga ikut menimpali. “Enggak, deh. Gue kemaren juga udah banyak banget ngambil jatah absen.”

Anggita berdecak sembari menatap kedua teman dekatnya dengan malas. “Nggak asyik banget, sih, lo pada.”

“Lo aja sana bolos sendirian.”

Ucapan Raye barusan mendapat anggukan dari Niana yang mulutnya sibuk mengunyah.

Saat ini, ketiganya sedang berada di kelas, menunggu jam setengah dua tiba untuk lanjut melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kampus.

Seperti biasa, karena ketiganya sama-sama malas untuk pulang walau tidak ada kelas sama sekali sejak jam sepuluh pagi tadi, maka mereka memilih untuk menetap di kampus.

Tadinya, sih, mereka numpang tidur di perpustakaan yang kekuatan AC-nya jauh lebih baik daripada AC kelas mereka yang mulai tidak dingin. Lalu, selepas zuhur, barulah mereka kembali ke kelas usai memesan makan siang lewat aplikasi ojek online.

“Gue males banget masuk kelas Pak Gunawan,” ucap Anggita seraya menjatuhkan kepalanya di atas meja.

Kelas Pak Gunawan yang dimaksud Anggita adalah kelas yang sebelumnya dipegang oleh Rolan. Pak Gunawan sudah mulai aktif mengajar selama dua minggu belakangan. Banyak yang mengeluh dan meminta pada Raye agar Rolan kembali mengajar di sini.

Pasalnya, di hari pertama mengajar, Pak Gunawan sudah meminta mereka untuk mengubah jadwal perkuliahan. Yang tadinya di jam sepuluh pagi, harus mundur jadi jam setengah dua siang.

Diajar oleh dosen senior memang seperti itu. Dosen-dosen yang sudah berumur di kampus Raye suka sekali berbuat sesuka hati. Tidak seperti dosen muda yang masih bisa diajak bekerja sama.

Belum lagi cara mengajar Pak Gunawan yang cenderung membuat ngantuk. Lengkap sudah penderitaan anak-anak di kelas Raye.

“Eh btw, gue denger-denger Bu Ilene juga udah nggak ngajar di sini lagi.” Anggita kembali menegakkan tubuhnya begitu menyinggung obrolan mengenai topik lainnya.

“Gue juga denger itu, sih,” timpal Niana, yang setelahnya bergegas membuang sampah bekas makan siang mereka karena dia yang paling terakhir selesai makan.

“Nggak tahu dan nggak peduli juga, sih, gue.” Raye mengedikkan kedua bahunya di ujung kalimat.

“Aneh, ya. Kok bisa kayaknya Bu Ilene keluar masuk sesuka hati.”

“Halah kayak nggak tahu aja kalo di kampus kita banyak kejadian nepotisme,” sela Niana yang sudah kembali ke bangkunya.

Anggita manggut-manggut. Tak heran juga sebenarnya dengan kejanggalan-kejanggalan seperti itu. Berbeda halnya dengan Raye yang mulai aktif memainkan ponselnya. Paling malas kalau diajak membicarakan soal Ilene.

Tetapi Raye jadi teringat dengan kejadian seminggu yang lalu, saat ia masih berada di Australia dan mendapati Ilene yang ternyata sudah memiliki seorang anak tanpa menikah.

Jujur saja, sejak mendarat di Indonesia, Raye rasanya sudah tak ingin lagi memikirkan hal apa pun tentang Ilene dan kehidupannya di Australia. Kendati di awal ia sempat berniat untuk mengadukan wanita itu pada ayahnya, Raye langsung mengurungkannya.

Raye tak akan memakai cara itu untuk mengalahkan Ilene. Ia hanya akan menunggu sampai wanita itu sendiri yang datang ke ayahnya dan meminta Tanubrata untuk mencabut hak adopsinya pada Ilene.

Dengan begitu, Raye tak perlu repot-repot mengadukan semuanya pada sang ayah. Cara seperti itu pula yang nantinya akan membuat Ilene sadar diri dan mengakui kekalahannya. Yang penting, Raye masih menyimpan kartu AS Ilene dan siap menggunakannya kapan pun jika dibutuhkan.

Sudah seminggu pula berlalu sejak Raye kembali dari Australia untuk menjenguk Rolan. Dan hari ini, pria itu akan pulang.

Syukurlah Rolan sudah sepenuhnya pulih. Tak ada lagi yang perlu Raye takutkan karena Rolan memang akan selalu menepati janjinya.

•••

Satu pelukan langsung Raye lemparkan pada Rolan yang ditemuinya di bandara. Pelukan berbentuk rasa rindu yang mendalam hingga Raye rasanya enggan untuk melepasnya.

“Aku kangen banget,” bisik Raye.

Rolan terkekeh pelan seraya melepaskan genggamannya pada koper yang dibawanya hanya untuk membalas dekapan sang kekasih.

“Aku juga. Kangen kangen kangen banget,” balas Rolan, sengaja memanjangkan kata-kata di akhir kalimatnya.

Selepas kuliah di jam tiga sore tadi, Raye langsung buru-buru pergi ke bandara untuk menemui Rolan yang akan mendarat di Indonesia sore ini. Ia bahkan sengaja ke kampus menggunakan mobil agar bisa menjemput Rolan di bandara.

Hanya Rolan, karena bu Jana dan suaminya tentu saja dijemput oleh Orlan dan Valerie. Mereka juga sudah meninggalkan bandara setelah sempat berbasa-basi sejenak dengan Raye yang telah menyelesaikan adegan pelukannya dengan Rolan.

“Ayo pulang, Mas,” ajak Raye usai Jana dan yang lainnya pamit.

Koper dan barang-barang Rolan juga sudah dibawa serta untuk ikut di mobil Rolan. Hanya meninggalkan waist bag yang berisi barang-barang penting Rolan seperti dompet dan ponsel.

“Kunci mobil kamu mana?” Sembari melangkah keluar dari bandara bersama Raye, Rolan menengadahkan satu tangannya pada gadis itu.

“Buat apa?”

“Kan aku yang nyetir.”

Raye menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangan Rolan yang semula disodorkan padanya untuk meminta kunci mobilnya, kini sudah digenggam oleh Raye. “Khusus hari ini, aku yang bakal nyetir,” ucapnya berlagak sombong.

Tawa kecil terlontar dari bibir Rolan seiring dengan sentuhan kecil yang diberikannya di kepala Raye. Tak ada penolakan darinya, membiarkan gadis itu melakukan apa yang ingin dilakukannya.

“Hati-hati, lho, bawa mobilnya. Jangan sampe nabrak pagar rumah orang lagi,” ledek Rolan, teringat insiden beberapa bulan yang lalu, saat ia mengajari Raye menyetir mobil.

“Nggak denger, aku pake headset,” sangkal Raye yang dengan sengaja ingin mengabaikan ejekan Rolan barusan.

Hal itu kembali mengundang tawa Rolan. Kali ini bukan lagi tangannya yang mendarat di puncak kepala Raye, melainkan bibirnya. Melabuhkan kecupan singkat di sana.

Keduanya kini sudah berada di dalam mobil. Dengan gerakan lambat dan super hati-hati, Raye memundurkan mobilnya untuk keluar dari area parkiran.

Wajah serius Raye benar-benar menghibur Rolan. Rasa lelah karena perjalanan udara yang panjang sirna seketika karena hadirnya Raye di sisinya. Gadis itu benar-benar seperti obat yang manjur untuknya.

“Aku punya hadiah buat kamu,” ujar Rolan setelah Raye berhasil mengeluarkan mobilnya dari parkiran.

“Oh, ya?” Raye melirik Rolan sekilas. “Apaan, Mas? Perasaan aku lagi nggak ulang tahun, deh.”

Rolan tak langsung menjawab pertanyaan Raye. Ia mengorek isi tasnya untuk mencari hadiah yang sudah disimpannya di sana.

Begitu ketemu, Rolan meletakkannya di atas dashboard. “Nanti kamu buka sendiri.”

Raye membagi fokusnya antara jalanan dan hadiah yang Rolan maksud. Dahinya tampak berkerut saat melihat benda tersebut yang berbentuk persegi panjang. Sebuah kotak beludru warna merah gelap.

“Ih, penasaran,” pekik Raye. Laju mobilnya mulai dikurangi kecepatannya sebelum akhirnya ia berhenti di bahu jalan.

“Lho, kok berhenti?”

“Mau lihat ini,” jawab Raye dengan senyum lebarnya sembari mengambil hadiah yang Rolan berikan untuknya.

“Astaga!” Rolan geleng-geleng tak habis pikir. Senyum geli pun tanpa segan menyambangi wajahnya saat melihat kelakuan Raye.

“Mas, bagus banget,” ucap Raye begitu membuka kotak beludru tersebut. Isinya adalah sebuah kalung dengan bandul huruf R yang bentuknya cukup unik. Bola mata Raye sudah dipenuhi binar kekaguman. “Ini buat aku?”

Melihat reaksi Raye setelah menerima hadiahnya, Rolan pun ikut merasa bahagia. Senyumnya sama lebarnya dengan milik kekasihnya.

“Buat kamu, Sayang.”

“Cantik banget.” Raye masih tak bisa berpaling dari kalung tersebut. Ia kini sudah mengeluarkannya dari tempatnya.

“Sini aku pakein,” pinta Rolan.

Raye mengangsurkan kalung tersebut pada Rolan. Sementara ia sudah memosisikan dirinya sedikit membelakangi Rolan. Untuk memudahkan Rolan memasang kalung tersebut di lehernya, Raye pun memindahkan surainya yang tergerai ke depan.

“Kamu suka?” tanya Rolan yang sudah melingkarkan kalung tersebut di leher Raye.

“Suka banget, Mas.”

“Setelah ini kita cari cincin bareng-bareng, ya.”

“Buat apa? Ini aja cukup, kok.”

Rolan telah selesai memasang kalung tersebut, dan Raye pun kembali memosisikan tubuhnya menghadap Rolan. Matanya tak berpindah dari kalung yang kini bertengger manis di tubuhnya dengan senyum yang tak juga luntur.

“Buat ngelamar kamu,” jawab Rolan atas pertanyaan Raye sebelumnya.

Serta-merta Raye mengangkat kepalanya, memindahkan netranya pada Rolan yang masih menyajikan senyum simpul yang menawan. Kedua matanya juga ikut membulat, kaget dengan jawaban Rolan barusan.

Rolan akan melamarnya?

•••

Hayooo.. tau-tau udah mau dilamar aja, tuh, si Raye🤭

Mendekati ending, guys. Siap-siap berpisah sama pasangan yang satu ini. Dan aku juga mau ngingetin kalo sebentar lagi cerita Yes, Sir! bakal open PO. Udah pada nabung belom?🤭🥳

Jangan lupa ramekan kolom komentarnya seperti biasa. 500 komen yok bisa yok💃

21 Mei, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top