Bab 22
HAI!
Maapin aku baru bisa update sekarang :( yang follow ig ku pasti tau kalo aku lagi revisian cerita Yes, Sir!
Kenapa direvisi? Karena sekitar sebulan lagi cerita Yes, Sir! akan terbit, yey! Siapa yang mau peluk Rolan-Raye dalam versi buku?
Berhubung aku cetak secara self publish dan cuma sekali open PO (ini serius, setelah PO nggak akan ada lagi wkwk), yuk, nabung yuk mulai sekarang. Kumpulin uang THR buat bawa pulang Rolan-Raye. Masih ada waktu sebulan lagi, nih😝🤭
Oke deh itu aja. Selamat membaca❤
•••
Raye tidak tahu-menahu tentang kehidupan pribadi Ilene. Atau mungkin lebih tepatnya tidak peduli sama sekali. Hubungannya dengan wanita itu sudah buruk sejak awal. Jadi, tak saling mengurusi kehidupan satu sama lainnya adalah kesepakatan yang saling menguntungkan bagi keduanya.
Namun, entah sudah sejauh mana Ilene mengarungi kehidupannya, memilih untuk tinggal di Australia dalam kurun waktu yang begitu lama sampai-sampai tak ada satu pun dari keluarganya yang mengetahui tentang Ilene yang ternyata sudah memiliki seorang anak.
Tetapi ... anaknya dengan lelaki mana?
Sesekali Raye memang masih sering mengintip Ilene di sosial media, hanya untuk mengetahui jika wanita itu masih berada di Australia. Dan selama mengunjungi laman sosial medianya, Raye tak pernah mendapati Ilene tengah menjalin hubungan dengan pria mana pun. Menikah saja tidak.
Lantas, bagaimana bisa wanita itu kini sudah memiliki seorang anak? Tidak mungkin sosok Ilene dengan perangainya yang seperti itu mau repot-repot mengadopsi seorang anak.
Shock bercampur ketidakpercayaan adalah hal pertama yang Raye tunjukkan begitu Rolan mengungkap hal tentang Ilene yang tak pernah ia duga sama sekali.
Rolan tak pernah berbohong kepadanya. Jadi, tak ada alasan bagi Raye untuk tak memercayai kekasihnya.
Satu hal lagi yang baru Raye ketahui, yang tentu saja didapatnya dari Rolan, bahwasanya status Ilene sebagai dosen hanya sementara waktu. Entah bagaimana caranya wanita itu bisa dengan leluasa mengajar di kampusnya.
Meski begitu, Raye mensyukuri kabar yang satu itu. Ia masih harus menempuh dua semester lagi. Rasanya sungguh tak nyaman bila harus selalu bertatap muka dengan Ilene.
Raye mengusap-usap wajahnya. Mendadak diserang kebingungan harus mengambil sikap seperti apa. Tak acuh seperti sebelumnya atau mencoba membongkar kehidupan asli Ilene di Australia.
“Masih mikirin soal Ilene?”
Raye mendongak, mendapati Rolan yang tengah berusaha turun dari ranjangnya. Ia lantas buru-buru bangkit dari sofa, bergerak menuju ranjang dan membantu Rolan turun.
“Mau ke mana?”
“Situ.” Rolan menggerakkan dagunya ke arah sofa, tempat Raye duduk sebelumnya. “Mau nemenin kamu.”
Raye sempat menghentikan pergerakannya sejenak hanya untuk menatap Rolan. Ia pun melayangkan decakan pelan dengan senyum yang tersungging di bibirnya.
“Kirain mau ke mana,” ujar Raye seraya memegang infus dan memapah Rolan sampai pria itu mendaratkan bokongnya di atas sofa.
“Pegel tidur mulu.”
Raye mengatur penyangga infus terlebih dahulu sebelum ia beranjak mengambil duduk di sebelah Rolan. Satu sikunya disandarkan pada kepala sofa. Posisinya dibuat miring ke arah Rolan hingga keduanya bisa saling tatap dengan leluasa.
“Ngelihat kamu kayak gini, aku jadi mikir-mikir lagi buat pulang,” kata Raye dengan bibir yang melengkung ke bawah. Jemarinya mendarat di satu sisi wajah Rolan, mengusap pipinya yang terlihat pucat.
Rolan terkekeh kecil. Diambilnya tangan Raye yang berada di wajahnya, dihantarkan menuju bibirnya untuk mendaratkan satu kecupan kecil di telapak tangan gadis itu.
“Jangan gitu. Status kamu masih mahasiswa, punya tanggung jawab yang harus dijalankan. Sedangkan aku, kan, sekarang pengangguran,” guyon Rolan, mencoba membuat lelucon dengan fakta yang sebenarnya.
Gantian Raye yang tertawa dengan tetap mengusap-usapkan jemarinya di sepanjang garis rahang Rolan yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus.
“Kamu jangan lama-lama di sini. Mentang-mentang susternya cantik,” keluh Raye, berlagak seperti kekasih yang tengah diliputi rasa cemburu.
“Cantik, sih, tapi nggak ada yang secantik kamu.”
Sial!
Kalimat Raye sebelumnya sepertinya malah menyerang dirinya sendiri. Ia pikir Rolan akan mengelak, tetapi pria itu malah memujinya. Alhasil, Raye hanya bisa berdecak dan mencoba menutupi rona merah yang mulai menjalari wajahnya. Tangannya pun juga ikut ditarik dari wajah Rolan.
Sayangnya, mata Rolan terlalu jeli hingga ia mengetahui sikap malu-malu Raye. Dan Rolan pun tergelak tanpa sungkan.
“Makin cantik kalau pipi kamu merah gini.”
Bukannya berhenti, Rolan malah makin menjadi. Satu cubitan kecil pun sudah didaratkan di wajah Raye seiring dengan tawanya yang belum juga mereda. Merasa gemas dengan tingkah laku sang kekasih.
Keberadaan Raye di sini nyatanya memang cukup berarti bagi Rolan. Niatnya untuk segera sembuh semakin kuat. Sangat berpengaruh dengan kondisi tubuhnya yang pulih semakin cepat.
“Nyebelin!” gerutu Raye. Mulutnya sudah maju beberapa senti.
Melihat ekspresi Raye yang seperti itu malah membuat Rolan bertambah gemas. Pelan-pelan ia menghentikan tawanya. Lalu, tanpa aba-aba, kepalanya bergerak maju secepat kilat untuk mencium bibir Raye.
Gerakan tiba-tiba Rolan jelas saja mengundang kekagetan Raye. Sontak Raye membeku sesaat dengan mata yang membulat lebar. Sedetik kemudian, barulah teriakan nyaring terlontar dari mulutnya.
“Ih, nyebelin nyebelin nyebelin!” seru Raye sembari melemparkan pukulan-pukulan kecil di kaki Rolan.
Sementara tawa Rolan bertambah keras. Sangat terhibur dengan sang kekasih yang selalu bisa membuat mood-nya secerah matahari pagi.
•••
Malam nanti, Raye sudah harus berangkat ke bandara. Saat ini, ia tengah membereskan barang-barang bawaannya. Ia tidak akan mampir ke rumah sakit lagi nantinya. Raye sudah berpamitan dengan Rolan dan kedua orangtuanya.
Meski Jana dan suami tak bisa mengantar Raye ke bandara, mereka tetap menyewakan seorang sopir untuk Raye. Benar-benar tak membiarkannya pergi seorang diri di negeri yang asing ini.
Raye sungguh beruntung bisa mengenal dekat keluarga Rolan sampai seperti ini. Ia bahkan sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka.
Sebelum kembali ke apartemen, Raye sudah meminta izin pada Jana untuk pergi sejenak menjenguk kakaknya. Dan sekali lagi Jana tak membiarkan Raye pergi sendirian. Sopir yang disewanya dijadwalkan untuk datang lebih cepat.
Alhasil, sore ini Raye sudah berada di dalam mobil. Dan ya, Raye akan mendatangi tempat tinggal Ilene setelah mendapat alamatnya dari Rolan. Ia sungguh penasaran dengan wanita itu dan kehidupannya selama di sini.
Setelah mendapat arahan dari sang sopir, Raye akhirnya tiba di gedung apartemen Ilene. Ia meminta sopirnya untuk menunggu sebentar selagi masuk ke dalam.
Seperti yang Rolan informasikan padanya, Ilene tinggal di lantai enam belas. Nomor unit apartemen wanita itu pun sudah dihafalnya.
Kini, Raye telah benar-benar berada di depan hunian Ilene selama wanita itu menetap di Australia. Beberapa kali tarikan napas sempat dilakukannya sebelum memantapkan diri untuk berhadapan dengan wanita itu.
Satu tangan Raye sudah berada di atas bel, hanya tinggal menekannya saja. Namun, sekali lagi Raye menimbang-nimbang keraguannya.
Temui Ilene.
Jangan.
Temui Ilene.
Jangan.
Temui Ilene.
Okay, Raye akan menemui kakak tirinya itu. Persetan dengan janji mereka untuk tak saling mengurusi kehidupan masing-masing.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Raye pun memencet bel apartemen Ilene.
Hanya dua kali ia menekan bel, suara berisik dari dalam langsung masuk ke telinganya.
“Bulan! Jangan lari-lari, Sayang!”
Dan itu adalah kalimat yang sempat Raye dengar sebelum akhirnya pintu terbuka, menampakkan seorang gadis kecil yang mungkin berumur sekitar lima tahun.
Lalu, ketika pandangan Raye naik, ia menemukan Ilene di belakang gadis kecil itu, tengah menatapnya dengan raut yang dipenuhi keterkejutan. Sama halnya dengan Raye yang kini sudah membuka lebar mulutnya.
Jadi, Ilene memang sudah memiliki seorang anak. Persis seperti apa yang Rolan katakan.
•••
Hayooo ... kira-kira anaknya Ilene sama siapa, tuh?😝
Jangan lupa banyakin vote dan komennya supaya besok kita bisa ketemu lagi. Mwah mwah😘😘
9 Mei, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top