Bab 19

HAI! Maapin aku ya baru bisa update lagi😭😭

Seperti biasa, jangan lupa ramekan kolom komentarnya. Selamat membaca sayang-sayangku😘❤

•••

Adegan demi adegan dari video yang ditontonnya saat di dalam pesawat masih terbayang-bayang dalam benak Raye. Wajah pucat dan badan kurus Andita tak henti menari-nari dalam kepalanya. Apalagi saat Andita bersikap seperti orang linglung.

Ya, sejalan dengan apa yang Ilene katakan, Andita memang mengalami gangguan kejiwaan dan kini tengah dirawat di salah satu rumah sakit jiwa. Raye jelas shock mendengar kabar tersebut. Hilangnya Andita selama beberapa bulan ini nyatanya karena wanita itu sedang menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.

Rasa bersalah lantas mendatangi Raye begitu saja. Kilas balik kejadian satu tahun yang lalu kembali hadir dalam benaknya. Banyak perandaian yang kini terlukis dalam otaknya, yang mungkin bila tak dilakukan, tak akan membuat hidup Andita jadi seperti sekarang ini.

Raye menghela napas panjang, membungkuk sedikit dalam duduknya hanya untuk mengusap wajahnya dengan kasar. Belum selesai satu masalah, masalah lain sudah mendatanginya tanpa segan.

Hidup Raye sungguh kacau.

Saat ini, Raye tengah menunggu jemputan Orlan dan Valerie di bandara. Pesawat sudah mendarat sekitar lima belas menit yang lalu. Ilene juga sudah meninggalkannya, pergi seorang diri tanpa peduli dengannya.

Sejak awal, Raye tahu jika perkataan Ilene pada Tanubrata yang hendak menjaganya di sini hanyalah bualan belaka. Jadi, Raye juga tidak berharap banyak. Lagipula, lebih baik Ilene cepat-cepat pergi dari hadapannya karena kehadiran wanita itu selalu berhasil membuatnya muak.

Tak lebih dari sepuluh menit kemudian, Orlan dan Valerie pun tiba di bandara dan langsung mengajak Raye untuk pergi ke apartemen mereka terlebih dahulu dan menaruh barang bawaannya di sana.

“Operasinya berjalan lancar kan, Mas, Mbak?” Adalah pertanyaan pertama Raye setelah mobil yang Orlan kendarai keluar dari area parkir bandara.

Pesawat Raye mendarat di jam delapan pagi waktu Australia. Sementara operasi kedua Rolan dilakukan tadi malam. Selama itu pula Raye tidak berkabar dengan keluarga Rolan. Apalagi pikirannya sempat terkecoh dengan video yang diperlihatkan Ilene padanya.

Setelah bertemu dengan Orlan dan Valerie, Raye mencoba mengembalikan fokusnya pada Orlan. Soal Andita akan ia urus begitu kembali ke Indonesia meskipun pikirannya terkadang masih suka berbelok ke arah sana.

Valerie menoleh ke belakang, ke arah Raye yang duduk di bangku penumpang dengan air muka yang menunjukkan kekhawatiran. Seutas senyum simpul pun Valerie berikan supaya suasana di sekitar mereka tak terlalu tegang. “Operasinya berjalan lancar kok, Ray. Rolan baik-baik aja sekarang. Kita cuma perlu berdoa lebih keras lagi supaya setelah ini kondisi Rolan bisa kembali stabil.”

Jawaban yang Valerie berikan menghasilkan kelegaan yang luar biasa dalam diri Raye. Bahunya yang semula menegang, perlahan mulai bisa rileks. Begitu pula dengan raut cemasnya yang mendadak sirna. Ia sempat memejam sejenak bersamaan dengan helaan napas panjang yang meluncur deras dari mulutnya sebelum berakhir menyandarkan punggungnya pada kursi.

“Sekarang kamu istirahat dulu aja ya, Ray. Nanti sore baru kita ke rumah sakit untuk lihat Rolan,” saran Valerie.

Walau sejujurnya Raye sudah sangat ingin melihat Rolan dan memastikan dengan mata kepalanya sendiri jika kondisi pria itu memang baik-baik saja, tetapi untuk saat ini pilihan terbaik adalah menuruti saran Valerie.

Alhasil, Raye pun mengangguk menyetujui Valerie dengan senyum yang mulai bisa hadir dalam wajahnya walau tak selebar biasanya.

•••

Raye menerima kabar terbaru dari Jana saat sudah berada di apartemen keluarga Rolan. Katanya Rolan sudah siuman dan dipindah ke ruang perawatan. Kondisinya saat ini cukup stabil. Rolan juga sudah bisa berbicara meski masih terdengar lemah.

Kabar baik tersebut disambut dengan penuh suka cita oleh Raye. Ia tak lagi menunggu sampai sore tiba untuk menjenguk Rolan. Raye sudah berbicara pada Orlan dan Valerie jika ia akan berangkat ke rumah sakit siang ini juga.

Energinya sudah terisi penuh setelah beberapa jam beristirahat. Apalagi setelah menerima kabar baik tersebut. Semangatnya membara layaknya api yang berkobar-kobar. Jadi, tak ada alasan baginya untuk menunda pergi ke rumah sakit. Syukurlah Orlan dan Valerie akan tetap mengantarnya, tak membiarkan Raye pergi seorang diri.

Yang Raye tahu, Jana belum memberi tahu Rolan tentang kedatangannya. Jadi, Raye akan menjadi kejutan bagi Rolan karena pria itu sudah bertahan untuk tetap hidup sampai detik ini.

Begitu tiba di rumah sakit, Raye berjalan dengan tidak sabaran, membuntuti Orlan dan Valerie yang menjadi penunjuk jalan untuk sampai ke kamar rawat Rolan.

“Yang ini?” tanya Raye saat Orlan dan Valerie menghentikan langkah mereka di salah satu ruang perawatan.

Orlan mengangguk. “Ayo, masuk. Mama sama Papa ada di dalem.”

“Mas Orlan sama Mbak Vale aja yang masuk duluan,” ucap Raye ketika Orlan sudah menarik tuas pintu dan mempersilakan Raye untuk masuk. Entah kenapa perasaannya mendadak menjadi gugup.

Tak ada penolakan dari Orlan dan Valerie. Keduanya masuk lebih dulu, membiarkan pintu tetap terbuka sampai Raye menginjakkan kedua kakinya di dalam kamar rawat Rolan.

Tepat saat kakinya menapak di dalam ruangan yang cukup besar ini, pandangannya langsung jatuh pada Rolan yang terbaring lemah di atas hospital bed. Karena posisi Rolan yang sedang berbaring, sepertinya pria itu belum menyadari kehadiran Raye. Apalagi ia kini berada di belakang Orlan dan Valerie.

“Ada yang pengen banget ketemu sama lo dari kemaren-kemaren,” celetuk Orlan, tanpa basa-basi.

“Siapa?” tanya Rolan dengan suara yang terdengar serak dan lirih.

Tanpa suara, Orlan langsung bergerak ke samping. Begitu pula dengan Valerie yang langsung pindah dari posisinya dan duduk bersama Jana di sisi ranjang Rolan.

Pada saat itu pula maniknya beradu dengan milik Rolan. Tak ada kata yang bisa Raye suarakan meskipun mulutnya sudah terbuka. Tenggorokannya seperti disumpal oleh sesuatu hingga suaranya tak dapat keluar. Tubuhnya pun seperti terpaku erat pada lantai tempatnya berpijak.

Setelah berhari-hari dipisahkan oleh takdir, kini keduanya kembali disatukan. Tampak mata Raye berkaca-kaca, dipenuhi rasa haru yang mendalam. Keinginannya untuk dapat kembali melihat Rolan dalam keadaan sehat akhirnya bisa terwujud.

Sama halnya dengan Raye, Rolan pun membeku di tempatnya. Tak menyangka dengan kehadiran Raye di sini. Matanya sempat membulat sesaat seiring dengan badannya yang hendak diubah posisinya menjadi duduk. Tetapi karena masih terlalu lemah, Rolan hanya bisa mengangkat sedikit bahunya demi bisa menatap Raye lekat-lekat.

“Ra ... ye?” Akhirnya Rolan angkat suara, memanggil nama sang kekasih hanya untuk memastikan jika gadis itu benar-benar berada di hadapannya saat ini.

Tanpa basa-basi lagi, Raye segera berjalan menghampiri Rolan, berdiri di sisi ranjang sebelum membungkuk dan berusaha untuk memeluk pria itu.

“Aku di sini, Mas,” lirih Raye. Suaranya bergetar hebat dengan air mata yang perlahan mengalir di sepanjang wajahnya.

Rolan tak membalas. Hanya satu tangannya saja yang bergelak pelan menuju punggung Raye, memberi usapan kecil di sana. Sementara pikirannya masih melayang ke sana kemari.

Masih tak menyangka jika Raye kini berada di sisinya.

Tak menyangka jika sosok perempuan yang amat sangat ingin dilihatnya saat ini sedang berada di sampingnya.

Rolan kehilangan kata-kata, tetapi hatinya lambat laun mulai dipenuhi kegembiraan.

•••

Tim happy ending mana suaranya?🥳

26 April, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top