Oh No! : 5

Maverick tampak sedang berkutat dengan pena dan buku di depannya. Langit masih gelap, tetapi hanya lampu kamarnya yang sudah menyala. Pemuda itu sedang duduk di depan meja belajar.

"Pokoknya, tes kali ini, Mave pasti akan mengalahkan Fabi," gumamnya sesaat sebelum melepaskan pena dari genggaman. Ia meregangkan tubuhnya singkat, kemudian menatap sebuah kertas yang tertempel di dinding.

"Tapi sepertinya akan sulit, eh?"

Pemuda itu bangkit, kemudian berjalan ke jendela. Membukanya dan membiarkan udara pagi yang dingin nan segar masuk. Maverick menatap jauh langit subuh yang berawan, tatapannya sulit diartikan.

Sampai Mave benar-benar diakui oleh Fabi.

🍫🍫🍫

Kiki terbangun dari tidurnya, dan langsung terkejut ketika berhadapan dengan wajah tidur Fabio. Sekali lagi, ia mengembuskan napas lega pelan-pelan, karena mampu mengendalikan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya seperti menjerit ataupun menyerang wajah di depannya.

Oh, ayolah. Itu wajar saja, bukan? Jika kau yang biasanya tidur sendirian menemukan wajah lain di tempat tidurmu. Dan bahkan dalam konteks ini pun, Kiki bukan berada di tempat tidurnya.

Dalam diam, anak itu memperhatikan ukiran Tuhan di depannya dengan saksama. Tampan, tanpa cacat sama sekali. Hidungnya terpahat sempurna, bulu matanya tebal dan panjang, jangan lupakan alis tebal yang membuat tatapannya menajam.

Pantes saja fannya bejibun. Wajah tidurnya aja ganteng ... ganteng banget ....

Deg deg deg

Penasaran, dan dengan jantung yang mulai berdebar, Kiki menjulurkan tangan mungilnya untuk menyentuh wajah itu. Bagaimana rasanya, ya? Menyentuh wajah yang nyaris sempurna, Kiki ingin tahu.

Namun, tinggal setengah senti lagi, Kiki langsung menarik tangannya kembali saat mata itu justru terbuka. Terlihat pupil Fabio membesar ketika melihat wajahnya untuk sepersekian detik, sebelum kembali seperti semula dalam sekejap.

"Pagi, Kiki...."

Kiki membalasnya dengan senyuman kaku lantaran Fabio tersenyum lembut padanya sekarang. Ukkh ... terlalu lembut! Dan err ... terlalu tampan. Terlampau gugup dan salah tingkah, kali ini Kiki benar-benar terlonjak saat sebuah tangan mengusap rambutnya lembut. Kekehan lembut dari pemuda di depannya makin membuat wajah Kiki memanas.

Huweee aku dipermaluin sama orang yang kubenci!

Oh, Kiki.

Mereka bangun, dan hanya Fabio saja yang mandi, karena baju Kiki yang kemarin belum kering sepenuhnya. Sekali lagi, tolong jangan bertanya pada Kiki kapan Fabio mencuci baju itu, karena Kiki sendiri tidak tahu! Dicucikan saja sudah untung.

"Kiki, ayo sarapan!" panggil Fabio dari dapur. Kiki yang sedang berada di ruang tengah--memeriksa isi tasnya--segera menoleh dan menyahut sekenanya, sebelum benar-benar melangkah ke dapur.

Semakin dekat ke dapur, makin tercium aroma sedap nan mengundang. Kiki rasa air liurnya bisa menetes sesekali.

Ternyata, Fabio membuatkan roti bakar untuk mereka berdua, ditambah dua buah susu kotak cokelat sebagai minumannya. Kiki tak menyangka sejauh ini makanan yang dibuat oleh Fabio rasanya enak.

"Baiklah, Kakak berangkat sekolah sekarang. Setelah ini Kiki mandi, ya. Bajunya sudah kering. Kakak sudah menyetrika dan meletakkannya di atas kasur. Nanti Kakak akan pulang jam tiga sore, sesudah itu kita cari Mama-Papa Kiki, oke? Kunci duplikat apartemen ada di atas meja nakas kalau-kalau Kiki ingin keluar dan butuh sesuatu. Kakak tak akan lama, oke?"

Kiki mengangguk-angguk, untung saja dia bisa mencerna semua hal yang Fabio katakan. Kiki mulai sedikit terbiasa dengan Fabio yang ini, Fabio yang cerewet dan perhatian. Tapi kapan Fabio menyetrika? Ah, mungkin saat dia disuruh nonton film kartun sehabis sarapan.

Sebelum benar-benar pergi, Fabio sempat mengacak rambutnya, membuat Kiki lagi-lagi mempertanyakan dirinya sendiri. Kenapa ia tidak bisa menepis tangan Fabio? Seharusnya perasaan benci ini membuat ia tak sudi bahkan jika seujung rambut pun disentuh oleh pemuda itu.

"Kakak pergi, ya."

Blam

🍫🍫🍫

Langkah Fabio terasa ringan saat keluar dari gedung apartemen. Entahlah, ini memang terdengar kurang wajar jika kau senang karena seorang bocah menumpang tinggal di rumahmu, tetapi entah kenapa pemuda itu senang.

Mungkin karena rumahnya jadi tidak begitu sepi?

Entahlah, Fabio rasa juga begitu.

Apa pulang sekolah aku belikan Kiki kue, ya?

Namun, baru saja Fabio melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah, segerombolan anak perempuan tampak sudah menantinya. Beberapa di antara mereka dengan berani menyodorkan kotak hadiah.

"Terimalah, Fabio."

Suasana hati Fabio pagi ini sedang bagus, dan dia tak ingin semuanya hancur begitu saja hanya karena para penggemarnya. Fabio mengambil kotak itu dan tersenyum tipis. "Terima kasih," ujarnya pelan.

"KYAAAAA!"

Fabio sadar seharusnya dia tidak mengangkat sudut bibirnya barang semili pun.

Alhasil jeritan-jeritan itu makin kuat saja. Fabio ingin marah, tapi tak mau terlalu banyak menghabiskan energi. Syukurlah, tatapan tajam yang ia layangkan cukup untuk menurunkan volume suara mereka.

Fabio hanya berharap mereka ingat setiap peraturan yang sudah ia buat.

"Hei! Fabi!"

Fabio menoleh. Maverick penyelamat! Dia datang di saat yang tepat! Biasanya para penggemarnya tak akan begitu berisik jika sahabatnya ini sudah muncul.

Yah, mereka pasti masih ingat ketika pemuda dengan wajah polos ini menumpahkan air putih dengan sengaja ke rok salah satu penggemar yang membuat jarak terlalu dekat dengan Fabio ketika di kantin.

Pokoknya, Maverick berjasa bagi Fabio.

"Jangan berisik amat, lah. Seperti tak pernah lihat matahari saja!" cerca Maverick pada gadis-gadis itu. Maverick memang ramah, tapi tak begitu pada penggemar Fabio.

Fabio berjalan lurus dengan Maverick merangkul bahunya. Di samping Maverick, ia bisa tampak lebih dingin secara alami dan merasa lebih santai di saat yang bersamaan.

🍫🍫🍫

Setelah terdengar bunyi pintu dikunci, Kiki langsung membalikkan badannya untuk melakukan pesan pertama Fabio; mandi.

Bocah itu benar-benar harus berjalan dengan hati-hati, sebab kaus besar Fabio bisa saja membuatnya tersandung. Setelah mandi dan menggunakan bajunya yang kemarin--tetapi dalam ukuran anak umur enam tahun--Kiki memutuskan untuk berkeliling menelusuri seluk-beluk apartemen Fabio.

Dari pintu terdapat ruang tamu, masuk sedikit maka akan disajikan dengan ruang TV dan dua buah kamar; satu kamar Fabio dan satu lagi tampak seperti kamar tamu yang dijadikan ruang menyetrika. Selain di kamar Fabio, juga terdapat kamar mandi lain sebelum dapur, di sana ada mesin cuci. Di dapur sendiri ada peralatan memasak yang cukup lengkap dengan meja makan berkapasitas empat orang.

Untuk sebuah apartemen yang ditinggali sendiri, ini terlalu mewah dan besar. Mungkin Fabio menyewa seorang asisten rumah tangga untuk bersih-bersih tiap minggu?

"Apa kata Ally nanti pas tau aku enggak sekolah?" Kiki memandang sendu pada jendela dapur. Dia terpaksa bolos hari ini.

Hei! Tak akan ada yang percaya jika dia berteriak dan mengaku sebagai Miki. Bahkan dirinya sendiri pun masih belum bisa percaya. Sampai kapan tubuhnya akan begini terus? Apakah selamanya? Kiki benar-benar harus menuntut Pria Berjubah itu nanti!

Tapi, gimana caranya aku bisa ketemu Paman Berjubah?

Akhirnya, Kiki memutuskan untuk kembali ke ruang TV, duduk di sofa. Ia sama sekali tidak berniat menyalakan kotak itu, tak ada acara yang menarik pada jam segini. Kiki harus memikirkan sesuatu untuk dilakukan sebelum ia mati kebosanan. Apa Fabio tidak punya game atau apa pun?

Ah! Ada PS!

Kiki turun dari sofa, matanya mencerah melihat seperangkat alat game itu di bawah televisi. Ide bagus untuk membunuh waktu sampai jam tiga!

Deg!

Tiba-tiba, Kiki merasakan tubuhnya kembali berguncang hebat dengan jantung seolah ingin lepas. Lagi, pandangannya mengabur akibat guncangan dan air mata.

"A ... apa ... kok...?"

Lalu, kepulan asap cokelat kembali muncul menyelimuti tubuh bocah itu.

Aloohaaa

Lama nggak jumpa, ada yang kangen aku?? *nggaaaak

Ehehe, iya, aku tahu.

Aku ada lomba, oke, latihan ekstra meskipun akhirnya belum diizinkan menang sama Yang MahaKuasa :D *nggacurcolko

Yowes, ini kembali apdet teratur yah ^^

Btw, ada yang aneh di sini? Sila beritahu :3

Babay!

Revisi tanggal 24 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top