Oh No! : 4

Akhirnya, Miki memutuskan untuk tinggal di sini malam ini.

Hii ... dia sangat tidak mau kalau harus ke Kantor Polisi. Miki sangat anti kalau berurusan dengan yang seperti itu, ujung-ujungnya pasti rumit. Nanti malah masuk koran, orang tuanya pasti langsung sadar jika fotonya terpampang besar-besar di halaman utama.

Sekarang, Miki sedang duduk di sofa ruang TV. Iya, bukan lagi di ruang tamu. Kini, lima meter di depannya ada sebuah televisi tiga puluh dua inci menayangkan film kartun.

Setelah mengatakan pada Fabio bahwa ia bersedia untuk tinggal malam ini, pemuda itu langsung undur diri untuk pergi ke super market. Kalau tidak salah, ia melihat sebuah pusat perbelanjaan yang berbagi gedung dengan apartemen ini. Apa tujuan Fabio ke sana juga, Miki sama sekali tidak tahu. Yah, tentu saja untuk berbelanja, 'kan?

Miki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ini apartemen yang bisa dikatakan mewah. Luas. Barang-barang tersusun dengan rapi serta enak dilihat. Apa Fabio tinggal sendiri? Miki tidak melihat orang lain selain mereka dari tadi.

Mata Miki terpaku pada sebuah foto berbingkai besar di dinding, hanya itu satu-satunya pajangan dinding yang mencolok, dan terlihat seperti potret keluarga kecil.

Miki turun dari sofa untuk melihatnya, sedikit bersusah payah karena kakinya yang mungkin kini hanya sepanjang lima puluh sentimeter, membuatnya harus beringsut turun. Kakinya melangkah perlahan, hingga akhirnya ia sampai di hadapan foto yang Miki berani bertaruh, ukurannya lebih besar dibanding tubuhnya sekarang.

Sepasang suami-istri dengan tiga orang anak.

Miki sedikit kagum karena tidak menemukan debu atau apa pun di kaca foto itu. Sepertinya, Fabio menjaga ini dengan baik.

Itu Fabio? Kok imut? Terus dua cewek itu ... adiknya, ya? Itu oang tua Fabio? Kok enggak mirip!

Miki masih asyik memperhatikan foto itu, ini keluarga yang tampak bahagia dan hangat.

Kalo keluarganya adem kayak gini, kok si Fabio kayak gitu, ya?

"Itu Kakak. Terlihat tampan, bukan?"

Miki terlonjak kaget. Sejak kapan Fabio masuk?

Beruntung Miki itu bukan Alicia. Gadis itu tak segan-segan menjerit keras jika dikejutkan. Miki masih ingat ketika dia tertawa selama tiga menit non-stop karena menyaksikan pacar Alicia mengagetkan gadis itu di depan umum, alhasil wajah keduanya sebelas-dua belas dengan kepiting rebus.

"Maaf, apa Kakak mengagetkanmu?" Suara Fabio terdengar cemas dan mengandung rasa bersalah.

Miki tersenyum kaku kemudian menggeleng, merutuki diri karena sempat-sempatnya mengingat hal lain di saat seperti ini. Dan lagi, berhadapan dengan Fabio secara langsung saja dia tidak pernah, sekarang malah ditatap sedemikian rupa seperti ini, siapa yang tidak gugup, coba?

Oh, iya!

"Mama dan Papa Kak Aby mana?" Akhirnya dia memberanikan diri bertanya. Rasa penasarannya sudah di ujung! Bukankah ini bagus sebagai pengalih perhatian?

Fabio meletakkan barang belanjaannya ke atas meja. "Mereka di sini kok, hanya saja mereka tidak tinggal bersama Kakak."

Miki tetap menatap Fabio seolah meminta penjelasan lebih.

"Kakak ingin hidup mandiri, makanya Kakak minta untuk tinggal di apartemen. Mereka mengirimi Kakak uang sekali sebulan. Lagipula, Kakak lebih ingin tinggal di tempat yang dekat dengan sekolah. Jadi tak perlu menggunakan kendaraan."

"Oh, gitu...." Miki manggut-manggut saja walau di dalam hati cukup terkejut. Bukan cukup lagi, sebenarnya jika ia memiliki penyakit jantung atau yang sejenis itu, Miki rasa ia sudah tak lagi bernyawa karena diserbu oleh fakta mengejutkan bertubi-tubi.

Jadi tiap hari Fabio ke sekolah jalan kaki? Ternyata dia rajin! Kukira Fabio anak Mami yang manja!

"Nah, apa Kiki mau mandi? Sekarang sudah sore."

Miki menoleh pada Fabio. Tawaran itu benar-benar di luar ekspektasinya. Bocah itu menatap pakaiannya. Jujur ini adalah hari kedua Miki menggunakan baju monyetnya, sudah sepantasnya disebut baju kotor.

"Baju itu akan Kakak cuci supaya besok pagi bisa Kiki pakai lagi, Kakak juga sudah beli popok."

Kali ini kepala Miki terangkat, wajahnya menampilkan raut tak percaya sekaligus ngeri.

Apa? Popok?!

Belum sempat Miki menyuarakan suara untuk menolak, tiba-tiba rasa lengket dan tak nyaman akibat keringat menyelubunginya. Miki adalah tipe gadis yang rajin mandi alias tak tahan jika tidak mandi sore.

"Baiklah...." Miki melepaskan tas ransel kemudian meletakkannya di atas meja. Berusaha untuk tidak mendecak sebal melihat wajah puas Fabio.

Hey, Miki kembali ingat, dia 'kan membenci pemuda ini?!

Namun, tak ada jalan lain, ia pun mengikuti Fabio ke kamar mandi di dalam kamar tidur. Aroma khas pria begitu kentara di sini, tidak busuk tapi Miki tak pula begitu nyaman dengan aromanya. Kamar ini juga luas dan rapi, apa rasa benci Miki benar-benar sudah menutupi segala hal baik tentang pemuda di depannya ini?

Wajah Fabio tiba-tiba muncul di hadapannya dengan senyum lembut. Jika saja Miki merupakan salah satu penggemarnya, ia pasti sudah menjerit nyaring. Namun, Miki bukan mereka, dia justru sedikit takut dengan senyuman itu.

"Ini handuk Kiki. Kiki bisa mandi sendiri atau perlu Kakak mandikan?"

Blush!

A ... aaa ... app ...Apa!?

"Kiki bisa mandi sendiri!"

Jujur, Fabio hampir terjungkal ke belakang karena jeritan itu. Dia tak menyangka reaksi anak ini akan segitunya. Dan kalau dia tidak salah lihat, pipi itu sedikit berubah warna menjadi kemerahan.

Jangan salah paham, tawaran Fabio murni untuk membantu.

Miki merebut handuk itu kasar, memeluknya erat seolah menahan Fabio untuk menyentuhnya. Tatapannya menajam, dan itu tidak mempan bagi Fabio yang hanya menaikkan sebelah alis.

Fabio mengangguk, lalu berbalik menuju kamar mandi. "Baiklah, kalau begitu biarkan Kakak menurunkan sabun-sabun ...."

Miki jadi ikut masuk kamar mandi karena Fabio tiba-tiba terdiam. Setelah melihat sampo dan sabun mandi berlabel For Men ada di kedua tangan Fabio, tak perlu jadi profesor untuk mengerti apa yang terjadi.

"Ahh ... bagaimana bisa aku lupa membeli sabun bayi?" Alis Miki mengerut protes mendengar kata sabun bayi.

Hey, hey, dia bocah, bukan bayi.

Bukan! Miki yang sebenarnya justru adalah remaja. Sudah jelas dia bukan bayi.

"Kakak akan pergi sebentar, Kiki tunggu di sini, oke?"

Miki cemberut lagi, mau protes mana bisa? Lebih lagi, apa pun yang ingin Fabio lakukan, Miki tak peduli sama sekali ..., untuk saat ini.

Beberapa menit kemudian, Fabio tiba dengan membawa sabun, sampo, bahkan sikat gigi serta pastanya yang tentu saja khusus anak kecil dengan sangat lengkap. Miki merasa tidak enak karena Fabio sampai menghabiskan uangnya untuk membeli semua ini. Namun, Fabio bilang tidak apa-apa jadi Miki juga tak ingin mepermasalahkan ini lebih lanjut.

"Makasih, Kak Aby."

Lima belas menit cukup untuk mandi bagi Miki, dia menyerahakan kain kotornya pada Fabio yang melotot kaget melihat dia punya dua lapis pakaian dalam. Dengan setengah ikhlas Miki memakai popok yang sudah dibeli Fabio. Dan Miki sungguh bersyukur Fabio juga membelikannya singlet.

"Ini baju Kakak saat kelas satu SMP, mungkin memang kebesaran, tapi pakai saja." Miki menurut saja ketika Fabio memakaikannya baju seperti seorang ayah pada anaknya, dan baju kaus yang Fabio berikan sampai menyentuh lantai ketika ia pakai. Dia terlihat layaknya memakai daster panjang.

"Kakak juga akan mandi, Kiki tunggu saja di atas kasur, oke?"

Blam

"Hhh...." Miki mengembuskan napas tepat setelah Fabio menutup pintu kamar mandi usai meletakkannya di atas kasur ukuran jumbo milik pemuda itu. "Itu ... beneran Fabio?" gumamnya pelan.

Sebagian dari dirinya masih tak percaya jika yang tadi adalah Fabio. Karena sosok itu sungguh berbeda dengan apa yang dilihatnya selama ini di sekolah. Ke mana Fabio si pangeran es, dingin, dan masa bodoh dengan lingkungan sekitar? Kenapa yang ada hanya Fabio yang lembut, tersenyum manis, dan sangat peduli?

Malam itu, Fabio memasak sebuah omurice sederhana.

Satu lagi fakta yang membuat Miki jantungan, Fabio bisa memasak! Hei! Ini gila! Ia mulai curiga Fabio memiliki kepribadian ganda. Apa masih ada pribadi yang lain? Jika iya, Miki harap itu bukanlah seorang pembunuh.

Oke, Miki memang melantur terlalu jauh.

Karena kelelahan, Miki langsung terlelap setelah menggosok giginya. Fabio menyusul beberapa jam kemudian.

Sungguh, Miki berharap ini semua hanyalah mimpi buruk.

Tolong bangunin aku secepatnya.

Ini Kiki~

Aloohaaa

Aka datang dengan part baru :3

Revisi tanggal 8 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top