Oh No! : 21
Bowsh!
"Uhuk! Uhuk! Dari mana datangnya asap ini? Kiki? Kau tak ap--!"
Mata Fabio terbelalak lebar, waktu serasa berhenti. Dia hampir tak mempercayai penglihatannya ketika asap cokelat itu perlahan menghilang dan menunjukkan sosok yang bukan sama sekali Kiki, melainkan ...
Miki?
Miki juga terbelalak lebar, tak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Langsung saja ia melirik jam dinding dan tersadar.
Sekarang adalah jam pergi sekolah.
Miki menoleh pada Fabio--yang kini masih menatapnya tak berkedip--dengan takut-takut. Mau membuat alasan sebagus apa pun percuma, dia sudah berubah tepat di hadapan Fabio, dan disaksikan sendiri oleh mata kepala pemuda itu.
Sial! Dia sudah ketahuan!
"Ki ... Miki? Bagaimana bisa kau ... mana Kiki?" Fabio sangat bingung dengan apa yang terjadi, ia menggeleng-gelengkan kepala lalu mengucek mata. Sama saja, yang ada di depannya tetap Miki.
Ke mana Kiki? Kenapa sekarang hanya ada Miki? Atau jangan jangan selama ini dugaannya benar?
"Ma-maaf ... kalo dijelasin kamu enggak bakal percaya, aku-aku ... aku pergi." Miki berdiri, lalu secepat yang ia bisa, langsung berlari meninggalkan ruangan itu, mengambil tasnya yang terletak di ruang tamu, memakai sepatu dengan terburu-buru, lalu kabur dari apartemen.
Fabio tak sempat menahannya, dia masih terdiam di tempat masih berusaha mencerna apa yang terjadi.
Tadi itu sungguh di luar nalar manusia. Bagaimana mungkin si mungil Kiki berubah menjadi Miki dalam sekejab mata?
Jadi yang selama ini kupikirkan benar?
Tapi ... jika selama ini Kiki adalah Miki .....
Wajah Fabio memerah.
Astaga! Jadi cerita-ceritanya selama ini?
🍫🍫🍫
Maverick sedang berjalan-jalan bersama sang adik ketika matanya menangkap sosok Miki yang berlari. Dahinya mengernyit tanpa diminta. Ada apa dengan gadis itu?
Pemuda itu nyaris berniat untuk mengejar juga kalau saja tangannya tidak ditarik. "Kak Mave, ayo pulang." Dia menatap adiknya sebentar. Benar juga, dia harus segera mengantar sang adik, baru ia bisa mengecek apakah Miki baik-baik saja.
Bagaimanapun juga, Miki adalah gadis yang ditaksir Fabio. Sebisa mungkin ia harus ikut melindungi gadis itu.
Itu adalah tugas seorang sahabat, bukan?
🍫🍫🍫
"Hosh hosh hosh."
Kaki Miki masih berlari, sedari tadi tidak berhenti. Hal itu membuat napasnya memburu, sekarang dia sudah dekat dengan sekolah. Miki ingin mencari pria berjubah itu. Dihentikannya lari sejenak, memperhatikan penampilan. Tadi pagi Miki sedang menggunakan salah satu baju kaus Fabio.
Beruntung walaupun tubuhnya sudah kembali, kaus itu memang besar dan longgar sehingga sekarang mencapai setengah pahanya. Sepatu pun dia pakai asal.
Napas Miki masih memburu.
Suasana jalan yang sepi menguntungkan kondisi Miki sekarang. Bisa-bisa dia malu jika ada orang yang menemukannya dalam keadaan seperti ini. Miki benar-benar kacau. Masalahnya, sekarang Miki benar-benar kalut. Air mata sudah berlinang dan siap untuk tumpah. Dia tak tahu bagaimana nasibnya setelah ini.
Sudah jelas Fabio akan membenci Miki karena dianggap melakukan penipuan. Saat sadar bahwa selama ini dia bersama Miki pasti membuat Fabio marah, dan pemuda tampan itu tak akan menyukainya lagi.
Tidak! Miki suka Fabio.
Sejak awal. Sejak ia diceritakan penyebab sikap dingin Fabio, perasaan bencinya sudah hilang. Terganti oleh perasaan yang lain.
Tapi sekarang ....
Memikirkan Fabio akan membencinya semakin memberatkan langkah Miki. Dengan gontai Miki berjalan menuju tempat Paman Berjubah misterius. Di saat seperti ini, Miki hanya berharap pria itu ada di sana.
"Aduh!"
Tanpa sengaja Miki menabrak tubuh seseorang. Untung saja Miki tak sampai terpental lalu terjatuh. Ketika ia baru akan meminta maaf, ucapannya langsung dipotong oleh sebuah suara berat, serta aura dingin mencekam yang menyelimuti tiap jengkal kulitnya.
"Kau ketahuan ya, Gadis Muda?"
Paman Berjubah!
Miki mendongak dan menemukan Pria Berjubah yang dicarinya itu kini berdiri tepat di depannya, tersenyum misterius seperti yang selalu ia lakukan. Diperhatikannya sekeliling dan ternyata sangat sepi. Tak ada barang seorang pun yang lewat.
Huh, ada orang pun mereka tak akan melihat sosok berjubah hitam ini.
"Iya ... aku ketahuan. Apa yang harus aku lakukan, Paman?" Mata Miki kembali berair, dia tak tahu harus mengadu pada siapa. Pria ini adalah satu-satunya harapan yang tersisa.
Miki tak mau ... ia tak mau menghilang!
"Kau anak umur enam tahun maupun enam belas tahun tetap cengeng, ya," sindirnya tepat sasaran. Namun Miki sedang tak mau memikirkan apa pun selain nasib tubuhnya "Mau bagaimana lagi, kau lupa dengan apa yang kubilang dan ketahuan. Seharusnya kau tahu tujuh hari berarti tujuh hari."
Termasuk hari Minggu.
Miki masih menunggu pencerahan.
"Tak ada cara lain, kau harus bersatu dengan takdirmu secepatnya."
"Apa?" Miki terkejut.
Bersatu dengan takdirnya?
Dengan Fabio maksudnya?
"Kau sudah tahu takdirmu siapa, 'kan? Kalau perlu kuperjelas, takdirmu itu adalah Fabio Robinson." Sosok itu sebenarnya menyadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka dari tadi, tapi ia biarkan saja.
"A-aku tau, tapi ... kayaknya percuma saja." Miki menunduk, menggigit bibir bawahnya menahan tangis. "Dia ..., dia udah benci aku. Habis ini dia pasti enggak mau lihat aku lagi." Air mata Miki jatuh setetes, segera diusapnya. Namun percuma, karena air matanya makin deras.
"Tapi kau benar-benar harus bersatu dengan takdirmu. Paling lambat besok sebelum jam pulang sekolah atau kau akan ...."
Miki mengangkat kembali wajahnya, menunggu sambungan kalimat itu.
Pria itu menyeringai. "Atau kau akan menghilang. Menghilang selamanya."
"!!!!"
Miki tidak terkejut, karena dia sudah tahu konsokuensinya akan begini. Tapi tetap saja ia tak bisa terima. Tangannya mengepal kuat, matanya terpejam membuat air mata kembali jatuh.
Tidak! Miki tak ingin menghilang!
Tunggu dulu,
Kepala Miki terangkat, dengan wajah yang sudah basah akibat air mata ia menatap tajam mata hijau Paman Berjubah tersebut. "Paman sengaja, 'kan!" serunya berang. "Ally bilang padaku kalo Paman mau aku menghilang, sejak awal ini emang rencana Paman, 'kan? Apa salahku? Paman jahat!"
Miki mulai memukul-mukul sosok didepannya. Tapi tangannya ditahan oleh pria itu.
"Bukan, aku sudah memberimu solusi, 'kan? Lagipula ini salahmu." Suara itu terdengar dingin, Miki menunduk lagi, membenarkan dalam hati. "Hanya ini yang bisa kuberitahu padamu. Berjuanglah. Aku pergi."
"Tunggu dul--" Saat Miki mengangkat kepalanya, pria itu sudah menghilang. Hanya ada dia sekarang.
Lagi-lagi paman itu menghilang dalam sekejab mata.
Sudahlah, tak ada lagi gunanya protes.
Dengan langkah yang sengaja diseret, dia memutuskan untuk pulang ke rumah.
Ah, padahal baju monyetnya masih di apartemen Fabio .
"Hiks."
Alooohaaa *ngintip sambil bawa kemoceng*
Udah satu bulan lebih aku ga ke sini *bersihin sarang laba-laba*
Maafkan aku karena menjadi seseorang yang tidak konsisten T^T
Kelas sebelas sibuk banget Ya Allah, jadi enggak bisa menikmati seperti kelas sepuluh dulu :")
Tapi ini rencananya mau aktif lagi *rencana mulu tapi gak jalan!*
Aku tahu, tinggal edit dan pencet tombol publish aja susah banget!
Akhir Agustus tamat!
Aku mau minta maaf sama Lord Jinkholin yang uname-nya ganti tanpa sepengetahuanku membuatku merasa terkhianati *apa sih 😂* (beri aku waktu buat baca Sebelah Mata, ya!), sama yayangku ucings yang rasanya pengen kupeluk, dan sama Pie_pi yang gayanya cool dan selalu baca cerita ini. Ngga maafin juga ga papa 😭
Curcol-ku kepanjangan.
Spoilet alert! Oh No! punya 30 part :3
Sampai sini dulu yah!
Babay!
Revisi tanggal 6 Januari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top