Oh No! : 20
"Kiki? Ayo bangun."
Kiki menggeliat di atas kasur, memungungi Fabio dan makin menarik selimutnya ke atas leher. Melihat itu, Fabio jadi geleng-geleng kepala. Ia pun menarik selimut Kiki.
"Ini Minggu, Kak," ujar Kiki dengan suara serak.
Fabio mengernyit, hebat juga Kiki sudah tahu hari. Sudah diduga, Kiki balita yang cerdas.
"Hei, dengar dulu." Fabio mengguncang pelan tubuh kecil tersebut, lalu mencubit pipi tembem itu dengan gemas, membuat Kiki makin mengerang karena merasa terganggu. Melihat reaksi lucunya, Fabio makin gencar menggoda. "Karena sekarang hari Minggu, sarapan kita pagi ini, pancake!"
Sontak Kiki membuka mata dan duduk tegak. "Kiki mau pake sirup cokelat!"
Tawa Fabio pecah melihat tingkah menggemaskan Kiki. Ternyata benar, bocah ini memang suka pancake. Pernah ia mendengar bocah itu mengigaukan pancake sehingga Fabio berniat membuatkan, tetapi karena pancake adalah menu yang butuh waktu dalam pembuatannya, Fabio berniat membuatnya di hari Minggu.
"Mana, Kak?" Sekarang Kiki justru sudah sampai di dapur, padahal Fabio masih terkekeh di kamar. Anak itu sepertinya bersemangat sekali.
Menggemaskan, batin Fabio.
"Belum, kita mandi dulu. Baru sarapan." Fabio muncul di dapur, dimana Kiki berada dan menatap meja makan yang masih kosong.
Kiki manyun, ia pikir pancake sudah tersaji dan siap disantap. Bibirnya makin cemberut dan ia memekikkan nama Fabio dengan kesal saat pemuda itu melilitkan handuk ke kepalanya. Sedangkan pemuda tampan itu tertawa lepas.
Diam-diam wajah Kiki memerah. Pagi ini Fabio ceria sekali. Efek cring-cring-nya makin banyak, bahkan sekarang mulai muncul efek bunga-bunga--oh, mata Kiki sepertinya mulai bermasalah.
"Mandi, Kiki. Bukan liatin Kak Aby."
"Iya, Kak Aby cerewet!"
🍫🍫🍫
Alicia tersenyum senang sambil mematut dirinya di cermin. Pagi ini dia akan menonton film bersama Geo. Namun, bukan itu yang membuat sudut bibirnya tak kunjung turun.
"Cia sayang, Geo sudah datang!" seru sebuah suara dari luar kamar. Itu suara ibu Alicia. Gadis itu segera meraih sisir dan memastikan rambutnya sudah rapi, lalu bergegas ke luar kamar.
"Aku datang!"
Ibu Alicia tersenyum melihat putrinya. "Cia terlihat senang sekali, ada apa?"
Alicia memeluk ibunya tersebut erat. "Terima kasih Ibu." kemudian ia pamit pergi. Meninggalkan sang ibu yang terheran-heran dengan jawaban tidak nyambung dari anaknya. Sudahlah, yang penting Alicia gembira.
🍫🍫🍫
Maverick memakan sarapannya dengan lahap, matanya tak henti-hentinya menyipit lantaran tersenyum. Adik kecilnya menatap sang kakak dengan aneh.
"Kak Mave aneh."
Kunyahan Maverick memelan lalu berhenti, dia menatap adik kecilnya dengan tatapan gemas. Dia mengusap rambut itu sampai berantakan membuat bocah laki-laki itu mengerang. "Bukan aneh, Kak Mave bahagia."
Maverick melanjutkan kegiatan makannya, tidak mengacuhkan sang adik yang kini sedang mencak-mencak.
Sahabat, akhirnya aku punya sahabat~
🍫🍫🍫
Kiki memperhatikan bagaimana sigapnya Fabio dalam membuat sarapan mereka pagi ini. Seperti koki, Kiki jadi iri. Dirinya saja baru bisa memasak telur dadar, dan itu pun agak hangus. Setidaknya, meskipun hanya yang praktis saja, kemampuan Fabio lebih unggul darinya.
Fabio kayak suami idaman....
Mata Kiki membulat. Ia menampar pipinya sendiri dengan keras, sampai-sampai Fabio menoleh dan menatapnya bingung. Kiki cengar-cengir sambil menggeleng, lalu meringis saat ia kembali melihat punggung Fabio.
Aku mikir apa barusan?
Kiki baru saja akan turun untuk menjernihkan pikiran, tapi panggilan Fabio yang mengabarkan sarapan sudah siap membuatnya tak bisa turun dari kursi. Sebuah piring diletakkan di hadapan Kiki, lalu disusul beberapa lapis pancake.
"Tiga aja, Kak!" pekik Kiki saat Fabio masih akan menambah. Ia mendengar pemuda itu terkekeh sambil menuang sirup cokelat. Terakhir, sendok dan garpu diserahkan dan dengan cepat Kiki menyerbu makanan itu.
"Enak?" tanya Fabio.
Kiki mengangguk semangat. "Top!" Bocah itu makan dengan riang hingga belepotan di sekitar pipi. Ketika Kiki ingin mengelap itu dengan lengannya, tangan Fabio sigap menahan.
"Jangan kotori bajunya."
Kiki tersenyum lebar, kemudian menerima tisu yang Fabio sodorkan. Menit selanjutnya, mereka makan dengan tenang, sama-sama menikmati bagian masing-masing.
Seusai sarapan mereka pergi menonton TV. Tentu saja acara yang mereka tonton harus kartun, karena ada Kiki di sini. Tak lama, Kiki merasa bosan. Bagaimana tidak? Selama di sini ia hanya menonton film kartun.
Memang tidak ada episode ulangan, tapi Kiki merasa cukup dengan kartun. Namun, dia sendiri tak begitu suka acara televisi lain. Kiki tidak mau menonton. Ia melirik Fabio yang sedang serius menonton di sampingnya. Tak disangka dia begitu serius menonton film kartun.
Itu bukan ekspresi menonton kartun..., batin Kiki sambil menatap aneh.
"Kak Aby," panggil Kiki sukses membuat Fabio menoleh. "Main, yuk?" tawarnya dengan wajah penuh harap.
Kening Fabio berkerut. Ia harap bukan bermain boneka atau masak-masakan, alatnya saja tidak ada. Boneka pun tidak, bagaimana mereka akan bermain. "Kiki mau main apa?"
"Kejar-kejaran!"
Fabio melongo.
Kejar-kejaran? Di dalam apartemen? Yah, apartemen mereka memang luas, tapi untuk bermain kejar-kejaran? Fabio tidak yakin.
"Oke?"
Namun, melihat wajah penuh harap Kiki ia jadi tak tega. Mengembuskan napas, Fabio mengangguk pasrah. "Baiklah."
"Yeay! Kalau gitu Kak Aby lari!"
Dan permainan kejar-kejaran itu pun dimulai. Tak mungkin Fabio benar-benar mengerahkan semua kemampuannya, jadi ia membiarkan Kiki menangkapnya dengan mudah.
"Yeay! Sekarang Kak Aby yang kejar!
Fabio mulai mengejar Kiki walaupun dengan lari yang sengaja dipelankan. Kiki tertawa riang sambil berlari, dengan gesit dilewatinya antara kaki Fabio dan menginjak salah satu jari kakinya.
"Aduh!" Kontan Fabio merasa kesakitan, memegangi jempol yang menjadi korban. Kiki! Ternyata dia makin nakal saja.
"Kak Aby larinya lambat banget! Nangkap Kiki aja enggak bisa!" Kiki tertawa lebar, tampak tak merasa bersalah. Dia makin tergelak dan berlari menghindari Fabio.
"Oh ya? Tak ada ampun bagimu jika tertangkap, Kiki!" Sepertinya Fabio benar-benar mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengejar Kiki sekarang. Apartemen Fabio terdengar ribut dengan suara pekikan Kiki dan tawa Fabio.
Kiki mencoba berlari ke tempat yang sulit dijangkau, ia merangkak ke bawah kursi, berlari di bawah meja dan menyelinap di antara lemari dan sofa. Fabio hampir kewalahan, tapi ia tak mau kalah begitu saja.
Saat Kiki lengah dan sedang berlari di tempat yang lapang, Fabio nekat melompat dan menggapai bocah itu.
"Hap! Tertangkap!"
"Gya! Hahahaha!"
Fabio langsung menggelitik bocah dipelukannya tanpa ampun, membuat Kiki tertawa dengan keras dan menggeliat.
"Berani bilang Kakak lambat lagi, huh?" Fabio berkata dengan nada mengancam main-main.
"Ahahaha! Geli, Kak! Enggak! Kakak secepat kilat! Kak Aby enggak lambat!" Air mata sudah mengalir dari sudut mata karena kegelian, Fabio masih belum puas menggelitik Kiki. Ia tertawa senang, baru kali ini ia tertawa selepas ini.
Bowsh!
🍫🍫🍫
Eh? Itu efek apa ya?
Alooohaaaaaa
Ada yang kangen? :3 *ngaaak
Jadi, salahin si Ama_1927 sama ucings yang nagih :'v
Yah, sebenarnya aku udah mulai sekolah sih 😅 jadi panitia MPLS capek juga ternyata...
Oke deh, sudilah kiranya tekan si bintang biar jadi kuning :3
Babay!
Revisi tanggal 5 Januari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top