Oh No! : 19

Fabio dan Maverick kini berada di kantor guru. Tepatnya di meja wali kelas mereka, tak ada satu pun yang mengeluarkan suara.

🍫

"Baiklah anak-anak, pastikan semua angket terisi. Kalau sudah selesai silakan dikumpul ke depan."

Mendengar suara wali kelasnya tersebut, Fabio segera tersadar dan mengecek angketnya. Matanya membesar sedikit saat sadar dia mengosongkan isian terakhir.

Teman dekat?

Fabio langsung menoleh pada sosok di sampingnya, diam-diam ia tersenyum lembut. Tangannya menuliskan nama Maverick Gardner dengan mantap.

🍫

"Aku tak pernah mengerti kenapa kau begitu ingin kupanggil sahabat."

Maverick terdiam, dia menatap angket milik Fabio. Benar, ada namanya tertulis di sana.

Jadi, selama ini ia salah paham? Segala yang ia lakukan selama ini, semua kekhawatirannya, ternyata hanya sebuah kesalahpahaman?

"Hahaha!" Tubuh Maverick berguncang, ia tertawa terlalu keras. Maverick meletakkan lagi angket yang sejak awal sengaja disimpan di laci meja wali kelas mereka.

Fabio mengernyit. "Mave?" Ia mendekati sahabatnya itu. "Kau--!"

Fabio tertegun ketika Maverick memeluknya, tubuhnya masih berguncang sedikit. Maverick menenggelamkan wajahnya pada bahu Fabio. Khawatir ada yang melihat, Fabio celengak-celinguk sebentar. Kantor ini sepi, mereka aman.

Apa Mave menangis?

"Maaf, terima kasih, Fabi." Suara itu terdengar serak, tetapi Fabio tak akan membahasnya. Ia membalas pelukan Maverick tak kalah erat.

"Ya, terima kasih juga karena telah menjadi ... sahabatku."

Sore itu menjadi sore yang paling bersejarah bagi Maverick. Dia bukan tipikal pemuda cengeng, tetapi untuk hal ini Maverick memang cukup sensitif. Akhirnya setelah penantian yang begitu panjang, Maverick punya satu sahabat.

Akhirnya target hidup Mave terpenuhi!

"Terima kasih, Fabi."

Pelukan mereka terlepas, Fabio tersenyum pada Maverick. Senyum lembut dan tulus, senyum yang hanya ia tunjukkan pada orang-orang tertentu, dan Maverick adalah salah satunya. "Jangan meragukanku lagi, oke?"

Maverick terkekeh lalu mengangguk.

"Keberatan dengan satu babak game?" tawar Fabio dengan senyum.

Mata Maverick melebar. Ini kali pertama Fabio mengajak bermain duluan! Hatinya makin menghangat, ia tak menyesal memilih Fabio sebagai sahabatnya. Sejak awal, pilihannya sudah tepat.

"Tentu tidak!"

🍫🍫🍫

"Ally? Kamu kenapa?"

Kiki berusaha memberontak ketika Alicia berusaha menggendongnya, berniat membawanya pergi. Ada apa dengannya? Ini bukan Alicia yang ia kenal, kenapa gadis ini tampak sangat panik?

"Paman Berjubah itu bohong, Miki! Tubuhmu tak akan kembali besar, kamu akan menghilang!"

Bagai tersambar petir di siang bolong, Kiki tertegun. Matanya membesar, pun mulutnya terbuka. Ditatapnya lagi Alicia yang sudah hampir menangis. Tidak, tidak,tolong katakan bahwa Alicia bercanda.

"Emang Paman itu bilang apa, Ally?" tanya Kiki berusaha untuk tak panik. Ia mau mencerna ini pelan-pelan. Tidak mungkin Pria Berjubah itu berbohong! Kiki mungkin tidak pintar, tapi dia cukup pandai membedakan mana yang jujur dan membual.

"Paman itu bilang dia ingin kamu menghilang, Miki!" Alica kembali berusaha mengangkat Kiki.

"Ally!" Kiki menepis tangan Alicia. "Cuma itu? Paman berjubah cuma bilang dia mau aku menghilang?" Alicia mengangguk, Kiki mengembuskan napas kasar. "Oh, Ally. Kalo dia bilang kayak gitu belum tentu dia bohong!"

Alicia terdiam. "Apa maksudmu, Miki?"

"Ally, kamu cemasan banget! Bisa aja dia cuma bercanda, aku yakin aku bisa besar lagi." Kiki melanjutkan, "Kamu terlalu khawatir, Ally. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diriku sendiri juga."

Kiki menutup mulutnya saat sadar akan apa yang ia ucapkan, matanya melirik Alicia, menanti reaksinya. Selama ini, dia memang senang dengan segala perlakuan Alicia yang begitu perhatian, tapi di saat-saat tertentu kebaikan Alicia justru menyulitkan.

"Benarkah...?" bisik Alicia lirih. "Jadi selama ini kamu kesulitan karena aku, Miki?" Air matanya menetes, pupil Kiki membesar melihat itu.

"Ally, jangan--"

"Maaf," potong Alicia. "Aku hanya khawatir. Kamu itu sangat ceroboh, Miki. Aku tak mau kamu terluka, aku juga ... aku juga tak ingin kamu tidak membutuhkanku lagi. Kalau kamu sudah bisa menjaga diri, lalu aku apa? Apa yang bisa aku lakukan untukmu, Miki?"

Kiki kehabisan kata-kata. Teringat olehnya kejadian di masa lalu yang membuat Alicia menjadi seperti ini. Bodohnya! Kenapa ia bisa lupa?

"Ally, aku jadi sahabat kamu enggak karna semua perhatian kamu, aku jadi sahabat kamu karena kamu adalah Alicia Bright. Orang yang aku yakini emang ditakdirkan jadi sahabat aku." Tanpa sadar air mata Kiki ikut meleleh. Ia mendekati Alicia, mengusap air mata sahabatnya. "Jangan nangis, aku ikutan, nih." Kiki terkekeh di akhir kalimat.

"Miki...." Tangan Alicia terulur, memeluk tubuh mungilnya. Kiki balas memeluk, keduanya menumpahkan emosi masing-masing di pelukan itu. Pelukan erat tetapi tak membuat sesak, pelukan yang mungkin terasa basah akibat air mata, tetapi terasa amat melegakan.

"Kita bersahabat, selamanya."

🍫🍫🍫

Fabio mendapat tatapan tajam saat pulang ke rumah dari Alicia, karena meninggalkan Kiki seorang diri dengan tiba-tiba. Ia agak heran dengan mata sembab keduanya tetapi tak berani bertanya.

Akhirnya Maverick-lah yang meminta maaf sebagai gantinya.

Kini empat anak SMA (ralat, tiga anak SMA dan satu orang bocah) itu tengah makan malam di ruang makan Fabio. Yang memasak adalah Fabio dan Alicia, sementara Kiki dan Maverick menonton film kartun bersama. Mereka cepat sekali akrab.

Masakan malam itu adalah sup telur. Posisinya sekarang adalah, Alicia duduk di samping Kiki yang berhadapan dengan Fabio, sehingga Maverick berada di seberang Alicia.

"Ini enak!" pekik Miki dengan mulut setengah penuh. Dia makan dengan lahap, beberapa nasi menempel di sekitar mulutnya.

Tangan Fabio dan Alicia serentak bergerak untuk membersihkan, akibatnya tangan mereka bertabrakan. Maverick adalah pemenangnya karena dialah yang berhasil mengelap sudut bibir Kiki.

Laser imajiner tampak muncul antara Fabio dan Alicia, sedang Maverick tidak sadar akan hal itu sama sekali.

"Belajarlah makan dengan benar, Kiki," nasehat Maverick sok bijak.

Kiki tertawa menyaksikan adegan tersebut.

"Wah, kalau di sini ada Miki, maka kita akan lengkap," celetuk Maverick sukses membuat Kiki terbatuk akibat tersedak. Alicia segera menyodorkan air minum, menepuk-nepuk punggungnya lembut, sebenarnya tak kalah terkejut.

Sekilas Fabio memandang Kiki curiga.

"Ahaha, mau kupanggilkan Miki ke sini?" Kiki melotot mendengar tawaran Alicia. Gila, apa? Bagaimana kalau Maverick menjawab iya? Namun kedipan sebelah mata dari sahabatnya itu membuat Kiki lega. Setidaknya Alica melakukannya dengan sadar.

"Kalau bisa, Mave mau sekali. Pasti seru!" Maverick berkata sembari melirik Fabio yang menatapnya tajam.

"Ini sudah malam, mana mungkin dibolehkan." Kalau boleh jujur, Fabio mau sekali kalau mereka benar-benar bisa mengundang Miki ke sini.

Alicia tampaknya tersadar saat Fabio membahas waktu, ia segera menoleh pada jam dinding. "Astaga! Sudah jam segini? Aku harus pulang!"

Maverick ikut melihat jam. "Benar, kita harus pulang. Biarkan saja Fabi mencuci piring sendiri."

"Kau tinggal untuk mencuci piring, Mave. Alicia, kau boleh pulang."

Dengan rengekan tak rela Maverick dan tawa riang Kiki, maka Alicia pun pulang. Dia berpesan agar Kiki menjaga diri dan berhati-hati. Maverick pulang usai mencuci piring dengan Fabio.

Empat remaja kecil itu tersenyum di tempatnya masing-masing.

Hari ini hebat sekali. Perasaan mereka lebih lega. Terasa plong di hati. Hari ini adalah hari yang tak terlupakan.

Aloohaaa

Minal Aidin wal fa idzin, mohon maaf lahir dan batin!

Gimana lebaran kalian? Aku saking asyiknya sampai lupa apdet XD

Sepertinya konflik antar tokoh sudah selesai, mohon maklum kalau terkesan buru-buru :"

Oke deh, selamat liburan!

Babay!

*aku sakit pas lebaran, ga enak banget TvT*

Revisi tanggal 23 November 2019

Help! Mohon maaf atas ke-cringe-an yang kalian rasakan habis baca ini :")

Terutama kamu Me_Azzafa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top