Oh No! : 14
"MIKI!"
"Aku di sini, Ally."
Mata Alicia terbelalak mendapati seorang balita dengan seragam yang sama dengannya, tetapi dalam versi yang lebih kecil; menatapnya dengan tatapan memelas.
"Miki? Apa ini kamu?" Alicia berjongkok menyamakan tingginya dengan anak itu. Dia memerhatikan wajah bocah itu dengan intens. Ini memang sosok Miki waktu kecil. Alicia adalah sahabat sejak taman kanak-kanak, jadi dia mengenali Miki. "Miki, apa pun yang kamu katakan, aku akan percaya. Tolong jelaskan apa yang terjadi agar aku bisa membantumu, Miki."
Tangis Miki yang sebelumnya ingin pecah menjadi benar-benar meleleh akibat terharu.
"Sebenarnya, hari Selasa ...."
Miki pun menceritakan semuanya. Jujur, Alicia sungguh merasa sulit mempercayai apa yang bocah ini jelaskan. Soal Pria Berjubah, cokelat, takdir, dan menghilang.
Lalu apa tadi? Jadi selama ini dia tinggal di rumah Fabio? Jadi, maksudnya Fabio itu takdir Miki?
Tunggu--Pria Berjubah?
"Miki, apa Pria Berjubah yang kamu maksud itu seorang pria tinggi, mencurigakan, dan memakai jubah hitam? Matanya hijau."
Miki menatap Alicia terkejut. "Kamu pernah ketemu dia juga?"
Alicia mengangguk ragu. "Sudahlah, itu tidak penting sekarang." Gadis itu menggeleng. "Kamu sungguh tinggal dengan Fabio? Apa ia melukaimu, Miki?" Alicia makin khawatir saja dengan nasib sahabatnya ini. Terlebih lagi, sekarang Miki sudah berubah menjadi bocah yang sangat imut, bagaimana kalau nanti di apa-apakan?
"Dia baik kok, kamu pasti kaget kalo tau dia lembut banget sama aku yang ini." Miki berkata dengan ekspresi serius. Alicia mau tak mau percaya. "Jadi, ayo kita buat rencana kembali ke apartemen Fabio sekarang."
Alicia mengangguk setuju. Akan ia bantu sahabatnya sebisanya.
🍫🍫🍫
Sejujurnya, Maverick ingin mengikuti Fabio sampai ke apartemen. Namun, melihat pemuda itu tampak begitu terburu-buru, ia pun urung. Fabio menyanggupi untuk pergi bermain sore ini saja sudah sangat menyenangkan.
Coba tebak hasilnya apa?
Maverick kalah. Fabio benar-benar tanpa ampun.
Namun, sekali lagi ia senang, Fabio tak pernah menurunkan kemampuannya ketika melawan Mavercik. Bahkan tidak dengan siapa pun. Fabio tak pernah meremehkan lawannya bahkan ketika ia harus adu lari dengan Brian--anak terpendek di kelas.
Itulah mengapa Maverick kagum pada Fabio dan ingin menjadi teman--bukan, sahabatnya, selain ada faktor lain yang membuatnya tertarik pada pemuda tampan tersebut.
"Alicia?"
Maverick yang sedang berdiri di depan pintu game center, mengerutkan kening saat melihat sosok teman sekelasnya itu. Alicia berjalan terburu-buru, dan tangannya menggandeng seorang anak kecil yang--siapa itu? Ah, Maverick tak sempat melihat wajahnya.
Mungkin itu adiknya? Siapa yang tahu?
Maverick mengangkat bahu, kemudian beranjak dari posisinya. Melihat anak kecil tadi membuat ia juga teringat pada sang adik di tempat penitipan. Hampir saja Maverick lupa menjemput.
🍫🍫🍫
Sesampainya Fabio di apartemen, ia panik menyadari Kiki tak ada di mana pun. Fabio sudah curiga ketika disambut oleh keheningan yang janggal, dan ia benar-benar nyaris menelepon polisi saat tak menemukan sosok siapa pun di kamar.
Fabio sudah melihat ke seluk-beluk ruangan apartemennya, tetapi bocah itu tak juga ditemukan. Di mana pun.
"Kiki! Kiki!"
Fabio mungkin dikira tak waras karena berteriak-teriak di dalam apartemen sendiri, tetapi bukan saatnya memikirkan hal itu. Rasanya Fabio sudah sangat sayang pada bocah yang baru tinggal bersamanya beberapa hari ini. Dia tak mau terjadi sesuatu pada Kiki.
Apa Kiki benar-benar pergi karena percakapan tadi pagi?
Jika benar begitu, maka Fabio akan menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya, ia tak segamblang itu mengatakannya pada Kiki.
Kiki pasti benar-benar mengira bahwa dia tidak diterima lagi.
Bodoh! Sekarang Fabio benar-benar jahat!
"KIKI!"
Ting tong
Suara bel pintu memaksa Fabio untuk berhenti berteriak memanggil nama Kiki. Buru-buru Fabio ke pintu masuk, jarang sekali ada yang bertamu ke apartemennya. Yang tahu letak rumah Fabio hanyalah keluarga, dan Maverick. Para penggemar Fabio mungkin tahu ia tinggal di gedung apartemen ini, tetapi mereka tak tahu yang mana kamar Fabio.
Pintu pun ia buka. Fabio terbelalak, sebelum akhirnya mengatur ekspresinya dengan benar. "Ada apa ke apartemenku, Alicia?" Fabio bertanya dengan dingin, yah ... tentu saja dingin seperti imejnya di sekolah.
"Maaf mengganggu sore-sore, Fabio, tapi apa aku bisa minta tolong padamu?" Alicia menjawab dengan tak kalah dingin.
Alis Fabio naik sebelah. Ia tak begitu mengenal Alicia, bahkan bisa dibilang ini adalah pertama kalinya mereka bertatap muka secara langsung dan mengobrol--mereka bahkan tak pernah satu kelompok. Kenapa gadis ini tiba-tiba meminta bantuannya?
"Maaf, tapi apa yang bisa kubantu?" Fabio berusaha sesopan mungkin. Bagaimanapun juga, dia cukup menghormati gadis ini karena tidak termasuk ke dalam jajaran fannya. Tapi tunggu, kenapa Alicia bisa tahu apartemennya?
Maverick tidak mungkin bocor, 'kan?
"Ehm ... begini, adik sepupuku; Kiki. Sepertinya beberapa hari ini tinggal dengan kamu ya, Fabio?"
Mendengar nama Kiki, Fabio buru-buru melihat ke sekitar, sebelum menemukan Kiki sudah berdiri di dekat kaki Alicia, nyengir padanya.
"Kak Aby...," sapa Kiki pelan.
"Kiki ... Kakak kira kau hilang...." Tanpa sadar, Fabio langsung berjongkok dan mengusap rambut Kiki dengan penuh sayang. Namun, setelah sadar di sini ada Alicia, Fabio langsung berdiri lagi. "Ekhem. Jadi dia adik sepupumu? Kalau begitu ... kenapa baru sekarang kau sadar dia hilang?" Fabio kembali ke mode cool-nya.
Alicia yang sudah menduga pertanyaan ini akan muncul, mulai menjawab sesuai rencana yang sudah mereka susun. "Sebenarnya, Kiki sedang dititipkan di rumahku, karena orang tuanya sedang tidak ada di rumah."
Fabio medengarkan penjelasan Alicia dengan saksama.
"Saat itu, ternyata dia kabur dari rumahku. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana-mana, aku juga malas melapor ke kantor polisi karena itu merepotkan. Jadi, tadi sepulang sekolah, aku berhasil menemukannya. Tapi dia memberontak tak ingin pulang, dia hanya ingin tinggal denganmu sampai orang tuanya pulang."
"Kau menemukannya di mana?" Fabio masih tampak sangsi dengan penuturan Alicia.
"Di dekat sekolah, Kiki tampak kebingungan mencari-cari kamu."
Rasa bersalah kembali menyeruak di dada Fabio. Sekali lagi ia menyesal menerima ajakan Maverick. Namun jujur saja, yang tadi itu adalah salah satu permainan mereka yang paling seru. Apa ia benar-benar harus menyesal?
"Jadi, bagaimana, Fabio?"
Pikiran Fabio buyar dan kali ini benar-benar kembali fokus. Kini ia curiga. Di pertemuan pertamanya dengan Kiki, balita itu mengaku sedang berjalan-jalan dengan mamanya. Dan Alicia, di sekolah ia tak terlihat seperti kakak yang kehilangan adik sepupu.
Akan tetapi, mengingat di pertemuan pertama mungkin Kiki sedang agak terguncang, dan Alicia memang pribadi yang dingin, mungkin bisa dianggap wajar.
Tapi tunggu, Kiki kan kabur dari rumah. Kenapa dia terguncang?
Atau jangan-jangan....
Fabio menatap Kiki dengan intens, bocah itu balas menatapnya dengan tatapan polos khas anak kecil.
Ah ... tidak mungkin!
"Kenapa dia kabur dari rumah?" Benar, inilah pertanyaan yang harus terjawab. Setelah ini, Fabio bisa memutuskan untuk lanjut curiga atau tidak.
Alicia tersenyum, semuanya berjalan lancar sesuai rencana.
"Ehm, kamu mungkin tidak tahu, tapi aku sudah punya pacar. Jadi, aku tidak bisa bermain dengannya sering-sering. Sepertinya dia ngambek. Anjing di rumahku galak, juga tak begitu menyukainya. Itu membuatnya semakin tak betah berada di rumahku."
Alicia menjelaskan sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal, melirik Kiki dengan muka seolah merasa bersalah. Dia benar-benar aktris yang baik. "Jadi, aku minta tolong padamu untuk menampungnya sampai ..." Dia melirik ke bawah melihat Miki menunjukkan angka tiga dengan jarinya, "... tiga hari ke depan. Bagaimana?"
Fabio berpikir, menimbang-nimbang baik buruknya.
Fabio menyayangi Kiki. Bocah itu sudah berhasil mencuri hatinya dan membuat Fabio merasa lebih baik akhir-akhir ini. Terlebih lagi, ia menjadi lebih jujur. Tak buruk juga, yang penting dia sudah tahu orang tua Kiki bagaimana. Kiki yang malang, selalu digonggongi oleh anjing galak di rumah Alicia.
"Baiklah, lagipula hanya tiga hari, 'kan." Fabio menatap Kiki di bawah sana dengan tatapan hangat, tetapi bibirnya tak tersenyum.
Alicia dan Miki bersorak senang dalam hati.
Sebenarnya saat pembuatan rencana ini, Alicia sempat mendesak Miki untuk tinggal di rumahnya. Namun, setelah Miki menjelaskan apa yang dikatakan pria berjubah itu soal dia harus tinggal dengan takdirnya agar tak menghilang, membuat Alicia dengan agak tidak rela akhirnya membiarkan Miki, dan menjalankan rencana mereka.
Dia seratus persen tidak ingin Miki menghilang. Miki adalah sahabatnya yang sangat berharga, dari dulu sampai sekarang.
"Kalau begitu, aku mohon bantuan kamu ya, Fabio."
Tunggu, secara tidak langsung Miki mengakui Fabio itu takdirnya, 'kan?
Namun, tiga orang itu tak tahu, bahwa di ujung lorong ada sesosok pemuda tampan yang terhenti langkahnya sedari tadi, tetapi tak mampu mendengar percakapan mereka.
"Fabi?"
Hayoloh siapa itu yang ngintip di ujung lorong 😆😆
Aloohaaa
Selamat hari lahirnya Pancasila! 🇮🇩
Aku tidur habis subuh dan baru bangun jam sebelas kurang masa 😂😂😂 *ngebo
Uh, gimana part ini? Kalau ada yang kurang sreg, monggo kasih tau aku :3
Babay!
Have a nice holiday!
*apdet apdet pas orang salat Jumat :3*
Revisi tanggal 8 Mei 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top