Oh No! : 11
Fabio merasa sedikit bersalah. Ia baru saja menolak ajakan Maverick untuk main game bersama. Bukannya ia tak mau, tapi dengan piket saja, dia sudah terlambat sekian menit dari waktu yang ia janjikan dengan Kiki, apalagi jika bermain game.
Mereka tak akan berhenti sampai puas. Tipikal anak laki-laki normal jika dipertemukan dengan game.
Tadi pagi, Fabio sudah berjanji untuk mencari orang tua Kiki. Ini sudah terlalu lama, dua hari adalah waktu yang cukup untuk membuat sebuah keluarga geger akan hilangnya anak mereka, terlebih bocah.
Fabio tak ingin tertangkap dengan tuduhan menculik. Yang benar saja? Niat baiknya membantu anak itu malah jadi bumerang. Kiki memang imut dan menghibur, tapi dia tetap bukan tanggung jawab Fabio.
Meski tampak keberatan, Fabio berhasil memaksa Kiki mengiyakan ajakannya untuk mencari orang tua bocah itu sore ini.
Aneh. Terlalu aneh malah! Mana mungkin bocah enam tahun bisa betah tinggal dengan orang asing? Ini terlalu mencurigakan!
Sebenarnya, kata jangan-jangan mulai muncul di benak pemuda berotak encer itu. Namun, berkali-kali ia tepis.
Mustahil saja. Jujur, Fabio tak begitu percaya akan hal-hal yang gaib.
Jadi, ayo benar-benar mencari orang tua Kiki sore ini.
"Kiki?"
Fabio membuka pintu terlalu cepat dari biasanya, dan keheningan yang janggal membuat keningnya berkerut. Kemarin, Kiki menyambutnya heboh, tapi di mana anak itu sekarang?
"Kiki!"
Kakinya melangkah cepat menuju kamar. Embusan napas lega segera menyusul, ketika menemukan sesosok bocah yang tengah terlelap di atas kasur. Fabio mendekat perlahan, tangannya terangkat mengusap peluh di dahi Kiki.
Hmm, hari memang cukup panas, tak heran bocah ini berkeringat.
"Kalau begitu, kapan kita mencari orang tuamu, hm? Kau terkesan seperti menghindar ...."
Fabio rasa ia tak perlu membangunkan Kiki. Tidak tega lebih tepatnya. Dia pasti kelelahan dan bosan, tapi apa mengundur pencarian orang tua Kiki akan membantu? Ah, untuk sore ini biarkan saja dulu.
Mari biarkan Kiki tinggal dengannya satu malam lagi. Ya, hanya satu malam lagi.
Setelah mengganti baju, Fabio menaiki kasur dengan pelan. Berusaha untuk tak menimbulkan banyak gerakan yang sekiranya bisa membangunkan bocah kecil itu.
"Entah kenapa, Kakak merasa nyaman bersamamu," gumamnya yang kini berbaring dengan posisi miring. Dia tidak perlu memakai topeng dingin, dan bisa mencurahkan perhatiannya. Selama ini, dia selalu menahan diri.
Namun, mengurung seorang bocah di apartemennya juga bukanlah hal baik, meskipun ia tidak keberatan--justru senang.
"Besok, kita harus benar-benar mencari orang tuamu, ya?"
🍫
Miki tak tahu kenapa kakinya justru melangkah menuju apartemen Fabio. Dia hanya mengikuti jalan yang ia lewati seharian untuk mencari kunci rumahnya. Dengan wajah pucat, Miki benar-benar sampai di depan gedung itu. Ia bahkan tak bisa membayangkan jika kunci rumahnya benar-benar hilang.
"Kunci?"
Entah sial atau beruntung! Ternyata, kunci itu terjatuh di dekat pot bunga yang ada di sebelah pintu masuk gedung apartemen Fabio.
Gadis itu rasa ia memang benar-benar menangis.
Dengan mata sembab, Miki masuk dan berjalan dengan terhuyung-huyung menuju kamar Fabio.
Mengganti baju, tubuhnya berubah menjadi Kiki ketika baru saja menyisir rambut. Terlalu lelah, akhirnya ia pun terlelap di atas kasur.
🍫
Dua jam kemudian, saat membuka mata, bocah itu benar-benar menjerit. Ia terkejut karena bangun dalam posisi berada dalam dekapan Fabio. Pemuda itu bahkan terlompat dari kasur, sebelum terjatuh ke lantai.
"Aduh!"
Suasana langsung mencair saat tawa Kiki pecah. Dia yang sebelumnya menjerit, justru tertawa terbahak-bahak. Entahlah, ada kepuasan tersendiri saat melihat orang yang dibenci mengalami hal yang sial. Habisnya, Fabio selalu terlihat sempurna. Jarang sekali, 'kan, dia terjatuh dengan tidak elit.
Fabio hanya bisa menatap anak itu dengan mulut menganga lebar, sakit dan terkejut. Fabio pikir ia mati rasa untuk sesaat.
Namun, semakin diingat, semakin membuat Kiki malu. Hangat! Rasanya ... hangat.
Ugh, punya mental anak-anak memang merepotkan.
Dipeluk Fabio? Yang benar aja!
🍫🍫🍫
"Kiki, ayo makan malam." Terdengar suara Fabio dari arah dapur, juga wangi pasta yang menggiurkan, membuat siapa saja yang mencium aroma itu akan merasakan lidahnya bergoyang.
"Iya, Kak!"
Kiki langsung turun dari sofa dan mematikan TV. Fabio selalu menyetel sebuah stasiun televisi khusus kartun untuk ditonton olehnya selama pemuda itu sibuk mengurus rumah. Ternyata, dugaan gadis itu tentang asisten rumah tangga sangatlah salah. Fabio bahkan membersihkan rumah ini sendiri! Sebagai perempuan, jujur saja Kiki malu. Dia masih terhitung pemalas untuk urusan rumah tangga.
Senyum kekanakan Kiki terbit saat melangkah menuju dapur, sebuah ekspresi yang selalu ia jaga agar selalu tampak anak-anak di hadapan Fabio. Pemuda itu sudah menunggunya dengan dua piring spageti Carbonara.
"Selamat makan!"
Keduanya mulai makan. Mata Kiki berbinar di suapan pertama.
Ini apa? Enak banget!
Sadar dengan kecepatan makan bocah di depannya meningkat, Fabio terkekeh pelan. "Enak? Maaf, ya. Kakak cuma buat yang instan."
"Enak! Kak Aby super!" Kiki yang memang kelelahan pun makan dengan lahap. Sore ini, tenaganya benar-benar habis. Tidur tadi justru membuatnya semakin lapar.
Fabio tersenyum makin hangat. Hanya karena seorang bocah, ia bisa menjadi diri sendiri. Selama ini, selalu saja ada yang membuatnya tertahan, tak bebas. Ia terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Fabio sudah terlalu lama menahannya, ia ingin menumpahkan ini. Apa curhat ke Kiki bisa membantu, ya?
Curhat ke anak kecil? Apa salahnya mencoba? Toh dia tidak mengerti.
"Oh ya, Kiki. Kiki rasa Kakak ini ganteng, tidak?"
"Uhuk!"
Oke, sekali lagi Fabio merasa bersalah karena membuat gadis kecil itu tersedak. Sepertinya, ia benar-benar hanya bisa mengobrol dengan Kiki yang sedang tidak makan ataupun minum.
"Eh? Kak Aby ganteng, kok!" Kiki menjawab usai meminum air putihnya hingga tandas.
Apa yang akan pemuda itu bicarakan? Dia mau menyombong, ya? Kiki pikir, orang di depannya memang sosok baik-baik. Ternyata dia tipikal orang yang membanggakan diri di depan anak kecil! Tidak keren!
"Jadi Kiki percaya dong, kalau di sekolah, banyak yang suka sama Kakak?"
Ternyata perkiraan Kiki tentang Fabio yang ingin menyombong melenceng jauh.
Sangat mengejutkan, ketika Fabio mengaku sosoknya selama ini di sekolah adalah palsu. Dulu sekali, ia sangat ramah pada siapa saja, berusaha menyenangkan siapa saja. Namun kemudian, ia sadar; dia tak bisa membahagiakan semua pihak.
Akan ada yang tersakiti, dan itu tak bisa dihindarkan. Masalahnya, Fabio bingung memilih yang mana.
"Dan hari itu, Kakak membuat keputusan yang salah. Haha, rasanya sedih sekali. Sejak saat itu, Kakak memutuskan untuk tak peduli pada siapa pun."
Kiki penasaran kejadian apa itu, tapi tak kuasa bertanya.
Pemuda itu juga mengaku, dia sebenarnya tak nyaman dengan fannya, tetapi tak tega untuk mengusir. Jadi, dia mengabaikan saja dengan membuat beberapa peraturan.
Ternyata, Fabio tak sejahat yang Kiki kira.
🍫🍫🍫
"Huwaaaaaaa!"
"Aduh! Kiki, maafkan Kakak!"
Baru saja saat makan malam Fabio membuat Kiki terpana dengan ceritanya, sekarang ia justru membuat bocah itu menangis keras.
Fabio jadi panik. Barusan ia hanya membereskan tas ransel putih Kiki yang terjatuh dari sofa, tapi bocah itu malah buru-buru merebut tasnya. Saat Fabio ingin tahu apa isi tas tersebut, Kiki bersikeras tak mau memberikan.
Sempat terjadi rebutan tas, sampai akhirnya tangis Kiki pecah seperti sekarang.
"Aduh Kiki, jangan menangis ...." Fabio rasa hatinya terluka ketika melihat bocah itu beringsut menjauh, masih memeluk benda putih itu. Ia jadi menyesal karena memaksa. Habis, sejak awal Fabio sudah penasaran dengan tas tersebut.
Ia yakin itu adalah tas yang berbeda dengan hari pertama.
Akhirnya, malam itu, Fabio terpaksa membuat Janji Pria untuk tidak menyentuh tas Kiki lagi. Bocah itu agaknya masih marah, sehingga ia meninggalkan Fabio begitu saja untuk tidur terlebih dahulu.
Alooohaaaa
Pejuang ujian di sini!
Tadi aku tidur sekitar setengah jam pas ujian, enak ya tidur di atas meja 😂
Part ini full Fabio dan Miki, ya--maksudnya Kiki. Kok aku jadi kangen Maverick, ya 😂😂
*Salma-nya kena sindrom Second Lead Male
Well, well itu artinya sumur 😂 *apa ini
Oke serius, kalau ada salah dan janggal aku mohon maaf, bisa diperbaiki silakan~
Babay!
*Kasur + gadget + komik keren + ujian susah = apa ini cobaan?*
Revisi tanggal 6 Februari 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top