Oh No! : 1

Andromeda Senior High School

Kelas XI.B

Pagi itu....

"Kyaaa! Fabi!"

"Fabio aku menyukaimu!"

"Fabio! Aku padamu!"

"Fabiii kencanlah denganku!"

Merupakan jeritan yang tidak asing lagi di sekitar kelas ini.

"Argh ... berisik!"

Seorang gadis menutup kedua telinga sebelum menenggelamkan wajahnya pada meja. Berharap dengan melakukan itu, suara yang menurutnya menjengkelkan itu akan hilang.

Percuma! Seharusnya ia tahu, suara itu merambat melalui udara. Dan seharusnya ia sadar, telinganya cukup peka untuk tetap mendengar.

"Bersabarlah, Miki. Bukankah ini sudah terjadi setiap hari?" Seorang gadis lain yang duduk di samping Miki mengusap-usap rambut temannya penuh simpati.  Yah ..., sebenarnya dia juga merasa ini berisik, tetapi ia sudah terbiasa. Temannya ini juga pasti terbiasa, dianya saja yang terlalu berlebihan.

"Tapi aku bisa gila kalo begini terus, Ally!" Miki bangkit dari posisinya, masih menutup kedua telinga. "Uuh ... lihat, tuh! Sombong banget gayanya." Kedua bola mata Miki bergeser ke kanan, matanya memicing membuat tatapannya menajam ke arah pintu kelas.

Di waktu yang bersamaan dengan perkataan Miki itu, seorang pemuda tampan nan tinggi memasuki kelas dengan dagu yang cukup terangkat.

Arogan.

Satu kata yang Miki gunakan untuk mendeskripsikan orang itu.

Dengan jelas dia mengacuhkan jeritan-jeritan para gadis yang pasti ditujukan padanya. Seolah dunia hanya miliknya seorang, dia bahkan tampak tak peduli dengan orang-orang yang akan terganggu dengan suara penggemarnya itu.

Ya, dialah Fabio. Fabio Robinson lebih tepatnya.

Gadis di kelas juga menatapnya dengan tatapan memuja, kecuali Miki, Alicia, dan sedikit saja gadis lain. Miki boleh saja mengaku bahwa Fabio memang memiliki wajah yang rupawan bak pangeran. Namun, sebagai pribadi yang menjunjung tinggi sikap, apa yang dilakukan Fabio sudah menurunkan imej-nya di mata Miki.

Tak sedikit juga pemuda yang hanya bisa menahan iri dalam hati. Terkadang, Miki iba pada mereka. Secara otomatis para kaum adam itu tersingkir hanya karena wajah seorang Fabio Robinson. Padahal, beberapa di antara mereka punya wajah yang lumayan, kok.

"Hei, Fabi!"

Walaupun populer dan ditatap sinis oleh nyaris seluruh siswa laki-laki di kelas XI.B, masih ada satu orang yang menempel dan mengaku sebagai sahabat Fabio.

Seseorang yang Miki anggap hebat dan gila di saat yang bersamaan.

Hebat karena mampu membuat Fabio yang dingin menjadi temannya, dan gila karena mau saja berteman dengan orang seperti Fabio.

Apa? Terdengar pilih-pilih teman?

Bukan, Miki hanya mencoba untuk waras dalam membuat suatu jalinan, terlebih pertemanan.

Fabio pun menghampiri sahabatnya tersebut, lalu duduk di kursi setelah mengempaskan tas ransel hitamnya dengan cuek. Sekali lihat juga akan tahu, bahwa pemuda tampan itu sedang dalam mode tuli.

Para penggemar yang mengetahui bahwa Fabio sudah duduk di kelas, sadar bahwa waktu mereka untuk melihat idolanya itu sudah habis pagi ini. Jadi, mereka langsung membubarkan diri ke kelas masing-masing.

"Sampai jumpa saat jam istirahat, Fabi!" pekik salah satu dari mereka.

"Fyuh ... akhirnya...," desah Miki lega. Kini telapak tangannya sudah lepas dari telinga, dan ia mulai mengeluarkan buku pelajaran untuk pagi ini. Tak butuh waktu lama, Miki sudah bersenandung lagu yang ia sukai.

Mau tak mau, teman sebangkunya hanya bisa geleng-geleng kepala sambil mengulas senyum maklum.

Keadaan sekarang benar-benar jauh lebih tenang, hanya tersisa keributan kelas yang wajar.

Sudah lama Miki ingin membuat sebuah ketapel besar yang bisa membuat Fabio dengan cepat meluncur ke dalam kelas sehingga tidak perlu ada jeritan memekakkan telinga itu lagi, tapi sayangnya, kemungkinan hal itu akan terwujud tak mencapai satu persen.

"Seperti biasa, Fabi selalu membuat suasana di pagi hari menjadi damai!" sindir sahabat Fabio, Maverick. Ia menepuk pundak pemuda itu agak keras, kemudian terkekeh untuk ucapannya sendiri.

"Sejak kapan kau bicara sarkas?" Fabio mendecak. "Bukan aku yang berisik, tapi para gadis tak jelas itu," balas Fabio tak acuh sambil menyingkirkan tangan Maverick dengan kasar.

Temannya itu hanya meringis, kemudian merangkul kembali bahu Fabio seolah tidak kapok. Keduanya mulai tenggelam dalam pembicaraan yang didominasi oleh Maverick sendiri.

Jangan tanya kenapa mereka bisa lengket. Lebih tepatnya, Maverick-lah yang melekatkan dirinya pada Fabio. Semua menjadi saksi hidup bagaimana pemuda yang tak kalah tampan itu membombardir pertahanan Fabio sejak kelas sepuluh. Duduk berdua, ke kantin bersama, bahkan sampai-sampai memohon pada sekretaris untuk membuat jadwal piket mereka di hari yang sama.

Alhasil, mereka menjadi sahabat seperti sekarang.

Di lain tempat, Miki serasa mendidih mendengar jawaban Fabio.

Kebetulan, Fabio dan Maverick duduk satu bangku di depan, satu baris di samping kiri dari mereka. Telinganya cukup tajam untuk mendengar apa yang mereka bicarakan di tengah keributan kelas.

"Dia jahat banget sama fannya...." Miki berbisik protes pada Alicia. Kedua tangannya terkepal gemas, kakinya menghentak-hentak ke lantai, untung saja Miki cukup waras untuk tidak menjambak-jambak rambutnya. Oh, Miki memang sangat kesal sekarang.

"Kamu selalu mengatakan hal yang sama setiap harinya, Miki. Iya ..., aku tahu." Mencoba menenangkan, Alicia sebenarnya lebih ingin tertawa, karena Miki justru merengut sebal. Bibir Miki maju sesenti dan mata gadis itu memicing kesal, oh! Jangan lupakan alisnya yang mengerut! Ekspresi kesal yang lucu.

"Pokoknya aku enggak suka dia. Dia sok sekali mentang-mentang punya fan. Cuma karena dia tampan, keren, tinggi, peringkat satu di kelas, jago olahraga...." Miki terdiam denan wajah yang memerah.

Alicia tak bisa menahan tawa. "Dia pantas punya penggemar sebanyak itu, Miki. Kamu sendiri baru saja menyebutkan banyak kelebihannya." Alicia kali ini mengusap-usap pucuk kepala Miki yang kembali memberengut kesal. Melirik pada kursi Fabio-Maverick, tampak keduanya sedang tergelak, meskipun hanya Maverick yang tampak benar-benar tertawa lebar.

Alicia adalah pembohong besar jika ia mengaku tidak melihat efek cring-cring di sekitar dua pemuda pemuncak kelas itu. Bahkan entah mereka sadar atau tidak, keduanya secara diam-diam menjadi tontonan.

Miki makin cemberut saat sadar Alicia sedang melihat Fabio dan Maverick.

"Pokoknya aku benci Fabio Robinson," cetus Miki agak lantang, tatapi tak cukup keras untuk sampai di telinga orang lain kecuali Alicia. Terima kasih kepada kelas yang masih ribut dan juga tawa keras Maverick yang baru saja lewat.

Alicia menoleh pada Miki, lagi-lagi kepalanya dipaksa untuk membuat gestur menggeleng. "Benci dan cinta itu, bedanya setipis kertas, Miki. Sebaiknya kamu tidak berbicara seperti itu." Peringatan itu Alicia sampaikan dengan serius.

Tapi memang Miki keras kepala, ia tak mengindahkan ucapan Alicia. Gadis itu malah sibuk membuat gambar-gambar abstrak pada buku pelajaran yang tadi ia keluarkan. Miki menoleh ke luar jendela, sedikit mengernyit saat melihat bayangan hitam dan putih yang berdampingan di dekat gerbang sekolah. Miki pikir ia salah lihat, jadi dia kembali fokus pada bukunya.

"Benci dan cinta enggak bisa disamakan," dengus Miki pelan.

Aloha!

Selamat datang di cerita baruku! Di sini ada Miki dan Alicia, juga Fabio dan Maverick!

Semoga kalian suka!

Uhm, kalo ada yang janggal, sila kasih tahu aku, hehe. Terbuka buat krisar 😁
Jangan lupa voment, ya? 😆

Revisi tanggal 21 September 2018

Akhirnya aku ubah dari SMP, jadi SMA 😆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top