🍄16. Kiss me🍄
Reres dengan kesal melangkahkan kaki menuju kamar Saga. Gadis itu terpaksa membungkus mie ayam yang belum sempat dihabiskan, sayang jika dibuang dan ia memutuskan untuk membawanya pulang dan akan melanjutkannya lagi nanti. Tiba di depan kamar Saga, gadis itu segera mengetuk pintu. Setelah mendapatkan jawaban dari dalam kamar ia segera memegang kenop pintu. Berdiam beberapa saat sampai pintu terbuka sendiri dan membuat ia terkejut. Saga berdiri di balik pintu, pria itu sengaja membuka pintu karena semakin kesal terlalu lama menunggu padahal ia sudah meminta Reres untuk segera masuk ke dalam kamarnya.
"La-ma," kesalnya menekankan tiap suku kata sambil menoyor kening Reres.
Reres menampik tangan Saga kemudian sedikit mendorongnya berjalan masuk. "Gue kan udah dateng buru-buru." Reres protes ia tak kalah kesal dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu, dengan memintanya untuk segera kembali padahal ia tengah asik menyantap mie ayam kesukaannya.
Saga menutup pintu kemudian membalik tubuhnya menatap Reres yang kini berdiri dengan memicingkan matanya.
"Mata dikondisikan," ucap Reres penuh penekanan.
Reres tak bergeming ia masih berdiri di sana dengan tatapan yang sama. "Kenapa sih Ga?"
Saga memerhatikan Reres, penampilan gadis itu sedikit berubah rambut yang ia biarkan tergerai setelah sedikit dipotong, juga warna rambut hitamnya telah diganti. Sejujurnya itu membuat gadis di hadapannya itu semakin menggemaskan. Aroma cokelat tercium dari rambut Reres.
"Lo dari mana? Rambut di potong di cat gitu?"
Reres antusias ia tersenyum dan berjalan untuk semakin mendekatkan dirinya dengan Saga. "Wanginya enak ya? Gue tadi ke salon." Reres bercerita dengan bersemangat.
Saga menatap dan ia tak suka jika sudut-sudut bibirnya seolah tertarik ke samping karena mendengar Reres yang bercerita. "Rambut lo bagusan hitam. Udah lah jangan aneh-aneh ngapain sih?"
Reres tak peduli, ia kemudian berjalan ke arah cermin dan menatap dirinya yang menurutnya jauh lebih baik. "Emang kenapa sih ga? Gue enggak boleh memperbaiki dirinya? Padahal oke kok, muka gue juga jadi lebih cerah," puji Reres pada dirinya sendiri.
Saga sejujurnya merasa bersalah, hanya saja ia tak suka dengan perubahan itu. Ia lalu berjalan mendekat mengambil mie ayam dari tangan Reres dan melakukannya di atas meja. "Lo ngapain nyuruh gue balik sama Aira?' Saga ingat tujuan utamanya meminta Reres kembali lebih cepat.
"Ibu Nindi yang minta. Dan gue rasa emang kalian berdua cocok lagi." Reres mengungkapkan pendapatnya.
Saga menatap gadis di hadapannya itu, apa yang dikatakan Reres membuat benar-benar kesal. Ada yang aneh dengan yang ia rasakan kali hanya dengan menatap Reres. Dalam pikirannya kali ini adalah ia ketagihan dengan adu ranjang yang keduanya lakukan. Reres bisa menuruti perintah dengan baik, desah suara dan semua yang dilakukan gadis itu rasanya menjadi candu yang menuntut otaknya untuk mengulang kembali. Sementara Reres bersikeras tak mau melakukan hubungan ranjang lagi.
"Ga," panggil Reres berusaha menyadarkan sahabatnya yang mematung.
"Hmm," sahut saga.
"kok diem?"
"Hmm," sahutnya seolah tak menemukan jawaban lain untuk menjawab pertanyaan Reres.
"Hmm?" Reres bertanya seraya menatap Saga dengan wajah yang mendekat, sementara tatapan matanya membulat terlihat semakin menggemaskan.
Saga tersenyum melihat wajah Reres yang menggemaskan, dengan cepat menggerakkan wajahnya dan mencium bibir Reres yang berusaha melawan dan Saga menahan dengan lebih kuat. Kuluman dan lumatan bibir menjadi suara yang riuh di dalam ruangan. Reres awalnya melawan sebelum akhirnya membiarkan Saga sejenak mencumbu bibirnya, tangan Saga bergerak mengusap bagian belakang tubuh Reres dan buat gadis itu tersadar. Reres membuka kembali matanya dan mendorong Saga yang tak lagi menahannya.
"Rasanya kita butuh hal yang sama kan?" tanya Saga.
"Enggak!" jawab Reres tegas.
"Lo enggak akan balas ciuman gue kalau enggak ngerasain sesuatu." Saga mengatakan itu sambil berjalan menuju tempat tidur dan melepaskan jas yang ia kenakan. Kemudian menepuk tempat tidur meminta Reres berjalan mendekat.
Reres terdiam sejenak, lalu menatap Saga yang kini menatapnya dengan tatapan memohon. Melihat itu buat Reres berjalan mendekat. Lalu duduk di samping Saga.
"Kenapa lo cium gue?"
"Karena gue ingin," sahut Saga cepat.
"Lo ngelecehin gue buat gue makin enggak ada harga dirinya tau enggak?"
Saga terdiam, sejujurnya ada sedikit rasa bersalah saat Reres mengatakan itu. Hanya saja ia enggan meminta maaf, karena menurutnya Reres yang bersalah, karena telah dengan berani mengusik perasaannya. Ia terus berusaha membuat dirinya tak percaya bahwa ia menyukai Reres. Hanya saja setiap harinya ia jadi gila sendiri.
"Gue mau tidur sama lo," kata Saga seraya mengusap wajah Reres yang segera gadis itu tampik.
"Gue bisa telepon Mbak Vinny atau siapapun yang lo mau."
"Lo, gue mau lo." Saga menekankan lagi.
"Ga!"
"Gini lo tidur sama gue, gue akan bersikap baik sama Aira." Saga coba berikan penawaran atas hasratnya yang tak bisa ia tahan.
"Lo gila ya?! Kenapa gue yang seolah harus bertanggung jawab sama hidup lo sih?!"
Tatapan Saga hanya fokus menatap pada bibir gadis itu, ia tak peduli dengan kemarahan Reres barusan. "Lo belum ada tanda hamil kan? Oke deh kalau lo enggak mau bobo cantik cium aja, gue minta cium aja. Hmm?"
"Enggak," kesal gadis itu kemudian berdiri dan berjalan ke luar untuk ke luar dari dalam kamar.
Saga membiarkan Reres pergi sementara masalah utamanya kini ia merasa tinggi meskipun sejak tadi bertengkar dengan Reres. Ia atur napas dengan baik, rasanya menyakitkan tertolak seperti ini setelah sebelumnya tak ada yang berani menolaknya.
Sementara itu di sebuah rumah kost dengan fasilitas lengkap seseorang tengah sibuk mengerjakan pekerjaan yang tak juga selesai. Haris masih berkutat dengan pekerjaannya malam ini. Ia hidup di kota sendiri sementara sang ibu dan kedua adik perempuannya berada di kampung halamannya. Haris begitu menyayangi ibu dan kedua adiknya. Ia bekerja keras untuk bisa menghidupi ketiganya.
Ia menggeliat ketika pekerjaannya hampir selesai, rasa kantuk mulai ia rasakan. Lalu pria itu memutuskan untuk istirahat sejenak dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Tangannya menggapai ponsel yang berada tak jauh. Kemudian segera menghubungi seseorang, ia melakukan panggilan video.
"Hai Mas belum tidur?" sapaan ramah yang segera membuatnya tersenyum.
"Hai, belum aku masih ngerjain kerjaan." Haris menjawab, tatapannya menatap pada gadis berpipi chubby yang kini tengah menguncir poninya membuat ia semakin menggemaskan.
"Kamu warnain rambut ya?"
Reres mengangguk antusias. "Bagus enggak?"
"Bagus jadi keliatan lebih fresh kok," jawab Haris. Baginya Reres cantik baik kemarin maupun hari ini.
"Makasih Mas, meski itu pasti buat nyenengin aku aja."
"No, aku serius bilang itu kok, Reres cantik dan lebih fresh dengan potongan rambut baru." Haris menekankan ia tak ingin Reres menganggap itu adalah hanya ucapan manisnya yang ia katakan hanya untuk menyenangkan perasaan gadis itu.
"Thank you Mas. Rehat sana, jangan forsir Mas nanti sakit lho. Lagian besok libur kan?"
Haris anggukan kepala, ia tau besok memang hari liburnya hanya saja ia tak suka menunda pekerjaan. "Besok mau jalan enggak?"
"Mau," Reres menjawab cepat karena merasa itu adalah hal yang ia butuhkan untuk melarikan diri dari Saga.
Sementara kini haris merasa senang karena ajakannya diterima oleh Reres. "Bener? Kalau mau besok kita nonton gimana? Kamu suka film horor? Ada film lokal baru, horor gitu."
"Berani aja Mas, besok jam berapa?" tanya Reres antusias.
"Terserah kamu bisa jam berapa, aku jemput sesuaikan sama waktu kamu."
"Dari pagi juga boleh," sahut Reres cepat.
Haris tersenyum dan merasa senang karena jika ia berangkat lebih pagi. tentu saja ia bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama Reres.
"Oke kita sekalian sarapan ya? Aku jemput kamu besok jam tujuh."
"Siap bos!" sahut Reres bersamangat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top