🍄11. Bersama Mas Haris 🍄

Pagi seperti biasanya Reres mengawali hari libur dengan membersihkan diri, sarapan,  lalu bersiap untuk membantu Saga menyiapkan keperluan hari ini. Setelah selesai dengan kebutuhannya, Reres melangkahkan kaki menuju kamar sahabatnya. Segera membangunkan pemilik kulit putih itu yang masih terlelap.

"Ga, bangun sarapan yuk."

Perlahan Saga membuka matanya yang masih berat. Ia duduk sambil berusaha mendapatkan kesadaran, tatapannya menatap Reres yang usaha terlihat rapi. Dengan mengenakan t-shirt putih yang dipadukan dengan jaket denim, celana jeans panjang, rambut yang di biarkan tergerai dengan bando mutiara putih kekinian, saat Reres menoleh, gadis itu juga memoles wajahnya dengan cantik.

"Mau ke mana Lo?" tanya Saga.

Reres berjalan mendekat lalu meletakkan pakaian Saga di dekat pria itu. "Panti asuhan kan gue udah jadwal rutin? Masa Lo lupa?"

"Sejak kapan Lo suka dandan gitu?"

"Sejak lama, biasanya gue dandan setelah gue ngurusin Lo. Tapi, hari ini gue mau buru-buru pergi."

"Kenapa harus buru-buru?" Saga terus bertanya mengintrogasi sahabatnya. Bahkan ia bisa mencium kalau gadis itu memakai parfum yang berbeda.

"Karena Mas Haris mau sekalian ajak gue sarapan. Kapan lagi kan sarapan di luar gratis?" Reres menjawab kemudian tersenyum.

Baru kali ini ia melihat Reres berdandan, mengenakan pakaian dengan apik, bahkan rambutnya ia tata dengan cantik. Jujur, Saga akui Reres cantik, dengan tatapan sayu senyum dari bibir tipisnya yang ia poles dengan lip tint peach.

"Pake eyeliner segala, perona pipi. Harus banget?"

Reres menatap Saga dengan kesal. "Kok Lo bawel sih?"

Saga terdiam, entah kenapa ia jadi begitu kesal karena Reres pagi ini. "iya-ya aneh aja lihat Lo begini."

Reres berjalan menuju meja rias, menatap cermin memerhatikan dirinya, melihat eyeliner yang ia kenakan. "Rapi kok, apa yang salah?" tanya Reres pada dirinya sendiri. Sementara Saga memilih meninggalkan kamar dan menuju kamar mandi.

"Gue mandi dulu," pamit Saga.

"Jangan lama-lama," titah Reres.

Langkah Saga terhenti ia menatap Reres. "Bosnya Anda atau saya?" tanya Saga sambil menunjuk dirinya saat mengatakan saya.

"Saya," jawab Reres sambil menunjuk Saga.

Jawaban Reres buat Saga berdecak kesal. "Heh!"

"Hehehe, Anda." Reres meralat lalu tersenyum dan menjulurkan lidah. "Ini hari libur, gue enggak mau tau. Kalau Lo mandinya lama, gue bakal pergi tanpa ijin."

Saga kesal, lalu melangkah cepat masuk ke dalam kamar mandi. Sampai di kamar mandi ia menatap pada kaca wastafel, mengacak rambutnya entah kenapa ia terus merasa kesal belakangan.

"Kayanya gue harus cari pacar baru." Ia bernarasi. "Res siapin baju pergi gue! Gue mau pergi hari ini! Chat Vinny gue mau ketemu dia!"

"Oke!" Sahut Reres dari luar. "CD nya sama celana pendek gue taro di depan pintu."

"Oke!" Saga kemudian berjalan menuju pintu dan mengambil celana miliknya

Saga kemudian segera bergegas mandi sesuai apa yang dikatakan Reres kalau ia tak boleh berlama-lama. Saga juga tak mau terkena ocehan dari Reres. Setelah selesai mandi ia berjalan ke luar mengenakan kimono miliknya. Reres berdiri di hadapannya memakaikan Saga kemeja. Sementara tatapannya seolah tak mau berpaling, Saga telan saliva aroma tubuh Reres begitu memikatnya pagi ini. Tatapannya juga tertuju pada bibir Reres yang sedikit terbuka karena begitu serius merapikan pakaiannya. Saga berdeham beberapa kali seolah ada sesuatu yang mencekat tenggorokan.

Reres menatap terlihat sedikit cemas. "Lo sakit?"

Saga mengangguk cepat, Reres lalu mengecek kening Saga, memegang bibir Saga, membuat pria itu dengan cepat membuka mulut.

"Enggak demam, enggak radang juga," gumam Reres.

"Tapi gue enggak enak body."

"Yaudah istirahat aja."

"Lo tetap pergi?" Saga bertanya entah mengapa ia berharap Reres menjawab ia akan tinggal.

"Ya iyalah, gue kan baru kali ini jalan sama orang lain selain Lo,"" jawab Reres cuek. "lagian kan Lo emang biasa batuk, flu. Ya udahlah, Lo tinggal rest nanti gue panggil dokter buat Lo."

"Udah sana Lo pergi, males gue lihat muka Lo." Saga kesal dengan jawaban Reres barusan.

Kekesalan Saga buat Reres merasa begitu senang. Apalagi kini Saga yang mengusir dirinya. "Oke, Babay!" seru Reres lalu segera berlari ke luar kamar tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk meninggalkan Saga yang kini merasa benar-benar marah.

Saga duduk di tempat tidur, memegangi dadanya yang bergemuruh. "Gue kenapa sih?!"

Sementara itu Haris sudah menunggu tak jauh dari rumah Saga. Ia tak menunggu di depan rumah sang atasan karena merasa tak enak. Reres juga yang memintanya untuk menunggu di taman dekat rumah atasannya. Gadis itu terlihat berjalan mendekat, Haris yang sebelumnya bersandar pada mobil segera berdiri tegak. Tersenyum saat gadis itu melambaikan tangan segera berjalan cepat menghampiri.

"Lama ya Mas?" Tanya Reres.

Sementara Haris masih terdiam menatap Reres yang cantik dengan gaya casual. Reres kali ini merias dirinya dengan sungguh-sungguh tak seperti hari-hari biasanya yang hanya memoles dengan lip cream dan juga maskara.

"Mas?"

Haris menoleh lalu tersenyum. "Enggak kok, baru lima menit juga aku di sini." Ia lalu membukakan pintu masuk untuk Reres.

"Terima kasih," ucap gadis itu.

Setelah Reres masuk, Haris dengan cepat berjalan menuju pintu di bagian kemudi dan masuk ke dalam mobil. Ia melirik Reres yang tengah memakai sabuk pengaman.

"Udah?" Haris bertanya.

"Udah, siap bos," jawab Reres.

Mobil melaju membelah ibu kota yang tak terlalu ramai. Seperti biasa hari libur buat jalan yang biasanya padat merayap menjadi sedikit lebih lengang. Tujuan yang pertama adalah minimarket, Reres ingin membeli beberapa Snack. Ia juga membeli beberapa kebutuhan pokok yang akan ia pesan di pasar tak jauh dari panti. Kemudian akan di antar langsung ke panti.

Reres membeli banyak kudapan, sementara sejak tadi gerak-geriknya buat Haris makin jatuh hati. Cara Reres memilih, berbicara dan menjawab pertanyaan di luar pekerjaan begitu menggemaskan dan menyenangkan. Beberapa kali ia terlihat terkejut buat kedua matanya membulat buat Haris ingin cubit gemas pipi gembil gadis itu. Rasanya kini Haris punya album khusus berisi tentang aneka ekspresi Reres di dalam memorinya.

Setelah semua selesai ia lakukan, Reres dan Haris menuju ke panti yang dituju. Mobil berhenti di parkiran, di luar terlihat beberapa karung beras, telur, minyak, tepung, dan beberapa kebutuhan lain tengah di angkut ke dalam.

Reres berjalan turun saat beberapa anak berlari mendekat dan menyebut namanya. Reres tertawa seraya bertanya kabar. Cantik, baik, kurang apa? Batin Haris dalam hati.

"Tunggu ya, Kakak ketemu ibu dulu," kata Reres ia lalu menoleh mendapati Haris yang berdiri jauh di belakang. Tangan Reres menggapai, menggenggam tangan pria yang berdiri sedikit jauh mengajak Haris untuk berjalan masuk.

Tentu saja ini buat Haris begitu senang buat jantungnya berdetak kencang. Keduanya berjalan masuk menuju kantor panti. Reres mengetuk pintu, terdengar sahutan dari dalam buat ia segera membuka pintu. Di sana ada seorang wanita paruh baya yang tengah duduk tersenyum menatap Reres.

"Mbak Reres, silahkan masuk," ucap Bu Susi mempersilahkan.

Reres dan Haris berjalan masuk lalu keduanya duduk di kursi yang berhadapan dengan Bu Susi. Tatapan wanita itu kini tertuju pada Haris.

"Pacarnya Mbak Reres ya?" tanya Bu Susi.

Reres gelengkan kepala. "Ini Mas Haris Bu, teman kantor aku."

Haris mengulurkan tangan yang segera disambut oleh Bu Susi. "Saya Susi, ibu Susi, ibunya anak-anak."

Reres mengeluarkan amplop yang berisi sejumlah uang lalu memberikan pada Bu Susi. "Ini Bu, enggak banyak, tapi semoga bisa membantu anak-anak di sini."

"Ini saya terima ya Mbak. Terima kasih banyak untuk perhatiannya selama ini ya Mbak Reres. Semoga Mbak Reres sehat selalu, dilancarkan rejekinya, dikabulkan semua keinginannya."

"Aamiin." sahut Reres.

Obrolan dan basa-basi singkat terjadi di ruangan. Bu Susi masih bertanya perihal Haris yang ia pikir adalah kekasih Reres. Karena selama ini Reres tak pernah membawa laki-laki bersama saat ia datang ke panti dan ini pertama kalinya. Setelah itu keduanya berjalan menuju kamar bayi ada empat bayi dan lima batita yang berada di kamar. Reres menggendong salah satunya, hal yang dilakukan Reres buat Haris tak tahan untuk mengabadikan dalam gambar. Ia mengambil ponsel dan memfoto gadis yang tengah sibuk bermain dengan bayi kecil di hadapannya.

"Foto sama-sama Mas," pinta Reres.

Haris kemudian mendekat, saat itu para batita berlari mendekat. Mereka mengambil gambar bersama beberapa kali.

Menghabiskan waktu bersama Reres buat Haris makin jatuh hati. Semua yang ada di dalam diri Reres sempurna menurutnya. Secara fisik mungkin Reres tak ideal. Namun, semua hal yang ada dalam diri Reres sikap, perhatian, cara ia buat Haris bisa tersenyum dan kagumi benar-benar sempurna. Cinta memang menutupi hal-hal sepele seperti masalah berat badan atau wajah yang tak cantik. Semua akan melihat fisik seseorang pada awalnya, lalu ketika rasa nyaman dan sayang itu datang maka tipe tak akan lagi yang utama. Tak kan ada si cantik dan si jelek; atau si gendut dan si kurus. Semua perihal hati yang melihat maka akan berbeda perkaranya.

Reres tak lama di panti asuhan. Setelahnya keduanya menuju sebuah restoran cepat saji untuk makan siang. Reres duduk menunggu tadi Haris yang memaksa untuk ia duduk dan menunggu karena tak ingin gadis yang ia sukai kelelahan. Tak lama Haris datang membawa makanan untuk mereka berdua.

"Terima kasih Mas."

"Sama-sama."

Reres tersenyum buat garis-garis matanya terlihat. "Bosan ya nemenin aku Mas?"

Harus gelengkan kepala dengan cepat. "Aku suka jalan sama kamu gini, seru juga. Minggu besok mau jalan lagi?"

"Tapi aku enggak ada rencana buat ke panti asuhan Minggu besok." Reres menjawab sambil meneguk minuman miliknya.

Haris terkekeh mendengar jawaban Reres. "Enggak harus ke panti kan? Kita bisa makan atau jalan-jalan kemana kamu suka."

"Boleh Mas. Aku jadi bisa ke luar rumah kalau libur."

"Memang kalau libur kamu biasanya di rumah aja?" Tanya Haris sambil mulai menyantap santapannya.

"Di rumah aja, cuma tetap urus si Sag—" Reres terhenti lalu menutup mulutnya. "Pak Saga maksudnya."

"Enggak libur dong namanya," kata Haris yang merasa iba dengan apa yang dialami Reres.

"Cuma pagi sama malam mas. Setelahnya aku di kamar aja, atau makan-makan di dapur sama yang lain. Aku enggak punya tempat atau tujuan pulang. Aku ini sebatang kara Mas, teman aku sejak dulu ya cuma Saga. Yang udah aku anggap keluarga, ya dia itu seperti adek aku lah. Meski dia lebih tua dari aku." Reres lalu menatap Haris dan tersenyum.

"Kalau kamu enggak punya tujuan, aku bisa kamu jadikan tempat untuk tujuan kamu pulang. Seenggaknya kamu punya seseorang yang siap untuk menemani kamu."

Ucapan Haris buat Reres menatap pria itu.

"Sebagai sahabat." Haris melanjutkan, ia tau Reres tak ingin menikah atau menjalin hubungan. Dan mungkin ia akan berusaha merubah pemikiran gadis itu tentang sebuah hubungan.

***
Jadi gimana nih tim Mas Haris atau Saga?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top