Bab I - Chapter 8

BAB I : TODAY TODAY
Ch 8 - Forget What Your Move was About
.
.

"Asa!"

Yuko berlari menghampiri Asa yang tengah meringkuk-bersandar di aquarium sambil melambaikan tangannya. Dia terlihat khawatir.

"Kamu nggak apa-apa? Suara lantangmu tadi terdengar sampai jauh." Yuko ikut duduk. Dia menyamakan posisinya dengan Asa.

Asa terlihat agak gemetar. Dia menelengkan kepalanya sedikit untuk melihat ke arah Yuko. Napas tertahan. Namun, begitu cewek tomboy itu mengelus kepalanya, Asa merasa kalau sekarang dia tidak apa-apa.

"Yuko, apa menurutmu aku ini membosankan?" tanya Asa. Dia terlihat cemberut.

"Nggak lah! Menurutku kamu orangnya asyik kok," jawab Yuko. Dia tersenyum lebar.

"Tapi Denji pergi meninggalkanku tuh." Nada bicara Asa terdengar seperti orang yang kehilangan rasa percaya diri.

Mata Yuko mengernyit. Dia jadi ikut sedih kalau Asa juga sedih. Yuko lalu menggenggam tangan Asa, yang dibalas Asa dengan mengaitkan jari-jarinya.

Kedua tangan perempuan muda itu pun menyatu, dan Asa perlahan-lahan mengangkat kepalanya. Ia tersenyum kecil. Cantik.

"Tidak semua orang bisa langsung melihat siapa dirimu," ujar Yuko, "Menurutku kamu perempuan cantik yang menarik. Pintar. Kamu selalu berusaha bangun saat kamu tersandung. Itu kualitas yang paling menonjol darimu."

Yuko melanjutkan, sembari manik hijaunya menatap dalam mata cokelat Asa, "Meski sekarang orang-orang tidak ada yang melihatmu seperti itu. Aku yakin, nanti kamu sendirilah yang akan memenangkan hati mereka."

Semburat merah kecil lalu tampak di pipi Asa. Memang, bahkan kata-kata sederhana dari Yuko bisa membuatnya senang seperti ini.

Perempuan bersurai hitam panjang yang sekarang terurai itu menatap Yuko dengan mantap. "Kamu benar, aku adalah wanita cantik yang menarik."

Dia kemudian bangkit berdiri sambil menunjuk Yuko. Kepercayaan dirinya sudah kembali. "Benar katamu! Aku wanita yang sangat pintar kan?"

Mengikuti semangat orang yang disukainya, Yuko turut berdiri. Dia menggapai tangan Asa yang menunjuknya.

"Benar! Kamu wanita yang memesona! Mengagumkan!"

Mata Asa berbinar-binar. "Aku wanita yang sangat menawan!"

"Yes, my girl!"

"Aku akan buktikan kalau aku bukan cewek boring, freak, loser!"

"Go darling, slay!"

Asa lalu menarik Yuko. Dia membawanya berlari sepanjang koridor aquarium. Di mata Yuko dia kelihatan bersinar. Rambut hitamnya sedikit terangkat sewaktu dia berlari. Senyumnya lebar. Dan Asa sesekali melirik ke belakang untuk melihat Yuko, membuatnya merona.

Dia begitu sempurna.

"Kita akan mengejar Denji!"

***

Di sisi lain aquarium, di tempat yang jauh lebih luas. Seorang lelaki dengan rambut pirang sedang memerhatikan sekawanan pinguin dengan raut wajah riang gembira. Seolah pinguin itu adalah harta berharga alam yang sangat berharga.

Denji lalu mengambil telepon low-end dari saku celananya. Dia menjepret binatang lucu tersebut dengan semangat.

Terbesit dalam pikirannya untuk mendobrak kaca pembatas lalu memeluk satu dari antara spesies burung tak bisa terbang itu. Akan tetapi tentu saja tidak dia lakukan, insting intrusifnya pasti akan menimbulkan kekacauan besar.

"Ah, andai aku bisa memeluk pinguin." Denji bergumam. Maniknya terus fokus ke arah segerombolan pinguin yang tengah memberi makan bayinya. Sampai...

Noot-noot!

"Hwaaa!?" Sebuah suara dari mainan anak-anak mengagetkannya. Bukan karena apa, melainkan karena mainan itu ditempelkan dekat ke telinganya saat dia sedang melamun.

Oh! Denji sangat kesal. Dia lalu berbalik badan, siap untuk berargumen dengan siapa saja orang jahil yang sudah membuatnya terkejut. Namun, langsung hilang niatnya itu saat dia menemukan bahwa orang di belakangnya tak lain dan tak bukan adalah Yoshida.

"Hai, Denji," ucap Yoshida dengan senyum menyebalkan.

Biasanya di saat seperti ini, Denji akan menunjukkan kekesalannya kepada Yoshida. Akan tetapi, begitu dia melihat squeeze toys anak pinguin kecil dan mainan gurita di tangan Yoshida, segera hilang raut kesalnya, digantikan matanya yang kini berbinar.

"Itu... lucu. Kamu beli di mana?" tanya Denji sambil menunjuk kedua mainan tersebut.

"Oh, ini? Aku beli di giftshop aquarium. Di sana ada boneka pinguin dan gurita yang besar juga, tetapi kalau mau membeli itu, kita harus memenangkan tiket dari berbagai games dulu. Mau coba bareng?"

Denji terlihat bersemangat. Dia mengangguk mantap. Yoshida kemudian memberikan mainan squeeze toy pinguin yang juga merupakan gantungan kunci kepada Denji sebelum dia menuntun Denji untuk pergi ke giftshop.

"Oh ya, ngomong-ngomong, Hiro, kamu ngapain ngikut ke sini? Aku kira kamu mau pergi nongkrong ke kafe seberang," tanya Denji di sela-sela langkah kaki.

"Tiba-tiba pengen lihat-lihat ikan aja. Lagipula, nongkrong kan nggak harus di kafe. Di dalam aquarium juga ada restoran. Habis main, kamu mau ke sana tidak?" Yoshida menawarkan.

"Eh, mau? Tapi aku nggak punya uang."

"Aku yang bayar."

"Asyik!" Denji menampilkan senyum kemenangan. Namun, sebelum dia dapat bersenang-senang lebih lanjut, tiba-tiba dia teringat sesuatu.

Oh, tunggu, harusnya kan aku kencang sama Asa sekarang, bukan sama Hirofumi.

Denji berhenti. Dia menatap Yoshida. "Kayaknya aku harus balik nyariin Asa deh," katanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Meninggalkan cewek sendirian sepertinya agak jahat, pikir Denji yang otaknya baru saja sampai ke kesimpulan.

"...."

Yoshida diam untuk beberapa saat. Setelah itu dia memainkan handphone-nya sebentar, baru sesudahnya dia kembali memerhatikan Denji.

"Kita main dulu. Setelah itu baru ketemuan sama mereka di restoran," ujar Yoshida. Ia tersenyum simpul.

Dan Denji memutuskan untuk tidak bertanya tentang penggunaan kata mereka untuk Asa, serta bagaimana Yoshida bisa dengan tenang mengendalikan situasi kencan yang kacau ini. Menurutnya lelaki itu seolah memang bisa melakukan apa saja.

Dengan demikian, kedua laki-laki muda itu menikmati waktu bersama mereka. Beragam permainan yang tersedia mereka mainkan. Seperti tembak-tembakan dengan pistol air, lempar botol, dan sebagainya.

Denji terlihat sangat senang setiap kali dia menang, dan terlihat imut saat cemberut sewaktu dia kalah (di mata Yoshida). Selama itu jugalah, Yoshida benar-benar tersenyum tulus. Bermain bersama sobat sebaya, orang yang disukai, ternyata seseru ini. Lebih seru daripada memenangkan beragam olimpiade.

Jika uang dapat membeli waktu, maka Yoshida akan menghabiskan tabungannya untuk memutar momen ini berulang-ulang.

***

"Asa, bagaimana kalau kita istirahat dan makan di restoran itu dulu sebentar?" Yuko bertanya setelah dia melihat pesan masuk di handphone-nya.

Gadis tomboy itu melirik ke arah Asa yang tengah menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku tempat mereka berdua duduk (efek kelelahan berlari). Asa terlihat datar begitu mendengar kata restoran keluar dari mulut Yuko.

"Aku tidak mau menghabiskan uang untuk hal yang mahal," jawab Asa dengan serius. Namun, sebelum Asa mulai mengkritisi perilaku konsumtif masyarakat, Yuko menutup mukut Asa dengan jari telunjuknya.

"Aku yang bayar. Terlebih, aku rasa dengan ke sana, kita akan bertemu dengan Denji," jawab Yuko. Dia tersenyum mantap.

"Kamu dapat uang dari mana-"

Dari cowok gendeng, Hirofumi Yoshida. Dia nyuruh kita ke resto x gara-gara pengen main lama sama Denji. Terus dia baru aja transfer uang banyak banget, gila!

"Aku sebenarnya diam-diam ngepet demi kamu, Asa sayang!" jawab Yuko. Dia lalu bangkit dan menarik Asa untuk pergi bersamanya. Dia tidak memberi kesempatan bagi perempuan bersurai panjang itu untuk berkomentar.

"Aku akan memberimu pengalaman makan di restoran terbaik! Aku tidak menerima penolakan!"

Yuko berkata sambil tersenyum lebar, membuat Asa yang awalnya ragu jadi terkekeh geli.

"Apa kamu mempelajari kalimat itu dari dialog novel romansa yang kamu baca?"

"Haha! Entah! Aku hanya ingin menggunakannya sekarang."

Mereka bercanda ria selama perjalanan sembari melewati berbagai biota laut, hewan-hewan yang dekat dengan air, sampai menyusuri stand-stand permainan yang ricuh. Hingga akhirnya mereka sampai di restoran yang dimaksud.

Restoran itu berukuran sedang. Lumayan untuk ukuran resto yang ada di kompleks gedung aquarium. Dari luar jelas terlihat kalau restoran itu adalah restoran seafood.

Asa meneguk ludah. Tatkala dua gadis remaja itu duduk berhadapan di kursi dalam resto. Matanya menilik menu, dan Yuko sadar dengan kelakuan Asa.

"Aku dengar kita bisa pesan menu vegan khusus di sini, jadi kamu tidak perlu khawatir," ujar Yuko. Perhatian. Dia sudah lama bersahabat dengan Asa. Bukan hal aneh jika Yuko tahu seperti apa selera makan Asa.

"Benarkah?" tanya Asa sembari netra cokelatnya menelusuri daftar menu.

Yuko mengangguk. "Lihat di sini, ada menu salad rumput laut, tumis rumput laut, dan tempura nori kalau kamu mau yang kriuk-kriuk," katanya sambil menunjuk menu, "Untuk dessert kamu bisa pilih puding rumput laut juga."

Mata Asa melebar. Gadis itu sepertinya kagum. "Kalau begitu aku mau pesan salad dan tempura nori. Boleh?"

"Apapun demi kamu, sayang."

Kalimat Yuko membuat Asa terkekeh. Semenjak malam itu, masih tidak habis-habisnya Yuko memanggil dia dengan sebutan sayang.

Ini hal gawat. Kalau Asa tidak sadar diri, dia pasti akan terlena. Apalagi penampilan tomboy Yuko yang memanggilnya sayang dengan lembut, rasanya seolah berasal dari laki-laki sungguhan.

Haha. Tidak. Itu pemikiran yang salah. Asa sangat sadar meski ia tomboy, Yuko tidak terlalu suka bila ada orang yang menganggapnya lelaki tulen. Asa bisa memahami hal itu karena dulu dia punya rambut yang pendek dan boyish juga.

Yuko seratus persen perempuan, dan Asa sekarang tengah menyembunyikan blushing-nya di balik buku menu karena digoda oleh perempuan.

Lho?

.
.
TBC

Asa deserves panggilan sayang beribu-ribu kali selayaknya Denji, and no one can change my mind

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top