Untung Bukan Kutukan



Vote dulu sebelum baca, boleh?

Happy reading 😍😍

Listya memasuki sebuah kamar tanpa mengetuk pintu karena itu memang sudah biasa ia lakukan, Listya bahkan sudah menganggap kamar itu adalah kamarnya sendiri. Ya, kamar itu adalah kamar Mia.

Setelah menutup pintu, Listya terus melangkah menuju Mia yang sedang tertidur dan memeluk bantal guling.

“Mia, bangun!” ucap Listya sambil menarik bantal guling sahabatnya itu. Namun Mia hanya membuka mata sejenak lalu menutup mata kembali.

“Mia kata nyokap lo, nikahnya malam ini,” ucap Listya.

What?” Mia langsung bangkit dari tidurnya, ia terduduk dengan mata yang masih mengantuk.

Melihat reaksi Listya yang menahan tawa, Mia langsung melemparkan guling ke arah Listya.

“Kapan sih lo nggak ganggu gue, Lis?”

“Perasaan lo deh Miong yang selalu ganggu gue. Lo jangan amnesia dong.”

“Yang gue tanyain adalah, ngapain lo ke sini?”

“Lo mah gitu, kalo sahabat yang ke sini malah ditanya ngapain. Kalo orang lain lo sambut dan manis-manisin sampe diabetes sekalian.”

Mia tertawa sejenak. “Ya udah gue cuci muka bentar,” ucap Mia. Tanpa perlu jawaban Listya, ia sudah melangkah menuju kamar mandi yang masih menyatu dengan kamarnya.

Setelah Mia masuk ke kamar mandi dan menutup pintu, beberapa saat kemudian terdengar ponselnya yang berdering. Listya memang sudah kembali mengubah mode diam menjadi dering seperti semula sejak kemarin.

Listya tidak tahu siapa yang menelepon. Dalam benaknya terlintas dua nama yaitu Mahesa atau Adam Rich. Tapi, kalau boleh jujur Listya tidak mau keduanya. Dua laki-laki itu sama-sama berpotensi membuat gadis itu kesal.

Setelah mengambil ponselnya dalam tas, Listya menatap nama pemanggil yang terpampang pada layar. Doanya kali ini dikabulkan Tuhan karena sang pemanggil itu bukan Mahesa atau Adam.

“Hallo, Ma,” sapa Listya setelah menempelkan smartphone-nya pada telinga.

“Lis, kamu udah pulang kerja?” teriak wanita di ujung telepon sana. Ya, wanita itu adalah Ratih. Listya bahkan sempat menjauhkan smartphone dari telinganya karena Ratih berteriak.

“Kupingku normal lho, Ma. Iya aku udah pulang kerja. Ada apa?”

“Nggak ada apa-apa sih, cuma mau tanya aja posisi kamu dimana. Masih sekitar kantor kah, di jalan kah, atau di mana? Kok Mama nggak denger suara kendaraan?”

Aku mampir ke rumah Mia, Ma.”

“Oh bagus kalo gitu.”

“Kok bagus?” Listya mulai curiga.

“Jadi Mama mau nitip seperti biasa, nanti Mama sms-in deh. Mampir ya ke Bahan bolu sebentar.”

Aku pulangnya mungkin agak gelap, Ma.”

“Nggak masalah. Kan buat besok. Udah gajian kan? Seperti biasa Mama ganti uangnya di rumah.”

“Iya, Ma. Pesenannya di sms kan ya, biar nggak lupa. Ada lagi?”

“Sebentar jangan ditutup dulu, Lis. Mama mau matiin tv. Tau nggak sih sedih banget ini film, Mama sampe pengen nangis. Kamu tau nggak judulnya, Lis?”

“Nggak,” jawab Listya datar. Lagi pula Listya tidak mau tahu.

“Judulnya itu, ‘Suamiku Menghamili Ayam Tetangga yang Pernah Ia Curi untuk Menafkahi Delapan Istrinya, ini film sekuel tau. Dulu kan istrinya sembilan, cerai satu tinggal delapan,” jelas Ratih.

“Ada lagi nggak, Ma? Kalo nggak ada mending aku tutup aja.”

“Ah iya. Ada!” ucap Ratih penuh semangat. Sementara Listya hanya bungkam menunggu Mamanya melanjutkan kalimatnya.

“Itu karyawan Toko Sejahtera kan ada yang cowok, tolong tanyain jomblo nggak. Kalo jomblo...” ucapan Ratih terhenti karena Listya sudah memotong ucapannya.

“Kalo jomblo ajak jadian. Bila perlu tanya, mau nggak jadi mantunya Mama Ratih Puspadewi?” ucap Listya dengan menirukan gaya bicara Mamanya. “PUAS?” lanjut Listya.

Ratih kemudian terkekeh. “Kamu udah apal ya, tapi nggak pinter-pinter tutorial gaet cowok. Jangan lupa pesenan Mama ya, termasuk mantu hehe.”

Ya udah, aku matiin teleponnya ya, Ma. Aku mau nemenin Mia masa-masa dipingit. Beberapa hari lagi kan dia nikah.”

“Okay sayang. Semoga kamu ketularan.”

Listya akhirnya menutup sambungan teleponnya.

"Cieeee, yang nelepon pasti Adam? Mau gue kutuk lagi nggak?"

Listya langsung menoleh ke arah Mia. Tampak sahabatnya itu sedang berjalan menghampirinya. Wajah Mia terlihat basah dan lebih segar, mungkin baru selesai cuci muka.

"Bukan, ini nyokap tau."

"Kirain Adam. Eh tapi sumpah ya, gue baru tau sikapnya Adam kayak gitu banget," ucap Mia sambil mengambil posisi duduk di samping Listya.

"Ini semua gara-gara lo. Kalo aja lo nggak ada acara ngasih nomer gue ke dia. Nggak akan pernah deh gue ketemuan sama jangkrik sawah kayak Adam."

"Hahaha, sembarangan banget lo, Lis. Iya sih dia banyak cincong tapi yang bagusan dikit kek."

"Au ah!" Listya kemudian melemparkan punggungnya di tempat tidur Mia.

"Tapi lo kemaren jadi ketemuan?"

"Nggak lah, enak aja," jawab Listya.

"Why?" Mia mengikuti Listya, ia ikut merebahkan badan di samping sahabatnya itu.

Ya, ia kemarin tidak bertemu Adam, melainkan bertemu Mahesa. Tapi mana mungkin Listya cerita pada Mia tentang ini?

"Harus banget ya lo kepo?"

"Sialan lo. Kayak ke siapa aja."

"Lagian gue males ketemu dia. Nggak sehat buat kuping gue."

"Tapi sehat buat dompet lo."

"Miong, lo kira gue matre?"

"Denger ya Neng, Adam itu emang beneran kaya tau. Dia pewaris tunggal. Catat Lis, pe-wa-ris tunggal."

Listya enggan merespon ucapan Mia.

“Dan gue ada tips buat lo, gimana kalo lo nikah sama Adam abis itu cere. Terus..., lo tuntut harta gono gini, pasti kebagian lah.”

“Gila lo, sesat banget itu omongan dikondisikan dong. Gue mau nikah satu kali aja, dengan orang yang gue suka. Lagian ya, seorang pewaris tunggal sekalipun akan benar-benar kaya kalau orang tuanya sudah mewariskan. Kecuali kalo orang tuanya mau berbaik hati mewariskan detik ini juga. Kalau nggak diwariskan sekarang gimana, yakali gue jadi mantu durhaka yang doain mertuanya mati. Nggak, Miong, gue nggak gitu dan lo harus tau this not about money.”

“Oh ya? Jadi lo mau sama cowok yang kayak gimana?”

“Ya gue mau berjuang sama-sama, gue mau dampingin suami gue dari nol. Kalopun dia udah telanjur tajir, minimalnya dia tajir dengan usaha sendiri. Bukan hasil minta ke orang tua. Cuma zaman sekarang masih ada nggak ya cowok single yang gue maksud ini.”

“Alaaaah, bulshit lo Lis. Kalo motor ditarik gara-gara nggak bisa bayar cicilan baru tau rasa lo.”

“Nggak gitu-gitu juga kali, gue sejauh ini sanggup bayar.”

“Yes i know. Lalu hidup lo sebulan kedepan bergantung pada kasbon.”

“Aduh, udah ya. Gue ke sini itu datang baik-baik, gue mau nemenin lo yang pasti kesepian.”

“Yang ada lo ganggu gue tidur siang tau.”

“Apaan, ini udah sore Miong. Jangan kebanyakan tidur kalo nggak mau jadi gajah pas resepsi.”

“Gila ya imajinasi lo, Lis.”

By the way, dipingit itu nggak boleh saling ketemu ya Miong?”

“Iya, padahal gue kangen banget sembunyi diketek Novan.”

“Gila lo! Apa nggak bau?”

“Nyaman tau, Lis. Sayangnya lo pasti jijik karena belum ngerasain. Nanti kalo lo udah punya pasangan coba deh sembunyi di keteknya pasangan lo. Nyaman abis sumpah.”

“Ih serius lo? Sumpah demi apa? Gue terkejut banget nih,” ucap Listya dengan nada yang dibuat-buat.

“Rasakan sendiri sensasinya,” jawab Mia.

“Hm, terus-terus, lo juga nggak sms atau teleponan sama si Jerapah gitu?”

“Listya, please. Namanya Novan, kesel tau nggak kalo denger lo manggil calon suami gue gitu.”

“Hehe, gue ulangi ya, selama dipingit lo nggak sms-an atau teleponan sama Novan gitu?”

“Nggak lah.”

“Wah, dipingit nggak boleh komunikasi via hape juga?”

“Ya boleh, saking aja gue nggak sms-an atau teleponan. Tapi gue chat di whatsapp,” kekeh Mia.

Listya bersiap menyerang Mia dengan gelitikan namun niatnya seketika urung saat mendengar smartphone-nya berdering.

Listya pun bangkit dan mengambil smartphonenya dalam tas. Mia pun langsung mengikuti apa yang Listya lakukan.

Ternyata sms dari operator.

“Kali ini pasti jod...” ucapan Mia terhenti saat Listya langsung menyerbu ucapan tersebut.

“Pasti dugaan lo bener, pasti lo mau ngutuk gue lagi? Ini jilid berapa. Lo sahabat apa emaknya Malin Kundang sih hobi banget ngutuk sampe berjilid-jilid, udah kayak demo aja.”

Mia tertawa mendengar ucapan Listya.

“Nih operator! Puas?”

“Nggak heran deh kalo operator sms lo, Lis. Kalo bukan operator ya Mama minta pulsa, papa minta saham sama kawin lagi, nenek minta brondong haha. Nggak heran juga kalo kotak pesan lo isinya yang gitu-gitu semua. Line today, line event, notifikasi group chat, para official account. Parahnya lagi kalo buka galeri isinya foto sendiri atau mentok-mentok juga foto sama gue. Oh ya satu lagi, sisanya berisinya hasil screenshoot. Miris ya?” ucap Mia sambil terkekeh.

“Omongan lo kayak nggak pernah single aja lo, Miong.”

“Lah, emang nggak pernah. Rekor single gue itu satu jam. Eh ralat, dua puluh menit deng. Dulu, dua puluh menit setelah mutusin mantan, gue langsung nerima ajakan jadian dari Novan.”

“Bangga gitu?”

“Oh, ya harus. Ngomong-ngomong thanks ya Lis, udah sempetin menenin gue,” jawab Mia yang kini kembali merebahkan tubuh ke tempat tidurnya, diikuti Listya juga hingga mereka menatap langit-langit kamar secara bersamaan.

“Gimana persiapan pernikahan lo? Aman dan lancar kan?”

“Aman kok, undangan udah kesebar semua, besok juga rumah mulai di dekorasi.”

“Oh iya gue baru inget. Lo udah cek saldo belum?”

Mia menggeleng. “Lo kan tau kalo gue baru bangun tidur tadi. Emang kenapa?”

“Gue udah transfer utang gue. Ya baru enam puluh persen sih, tapi nggak apa-apa kan ya dari pada nggak bayar sama sekali.”

“Huh, bilangnya bayar lunas. Bulshit lo.”

“Lo kayak ke siapa aja sih, kenal gue bertaun-taun juga. Huh,” balas Listya.

“Oke, tapi lo kondangan gede ke gue kan?”

Listya terdiam, ia juga belum berpikiran ke situ.

“Berapa ya, gimana kalo satuin aja sama yang gue transfer.”

“Enak aja!” Mia bangkit dan terduduk. “Kondangan ya kondangan, utang ya utang. Jangan disamain dong. Oh ya Lis, lo pernah liat video orang nikahan yang mendadak viral nggak sih?”

“Yang mantannya dateng itu? Yang meluk erat mempelai wanita terus penganten cowoknya diem aja?”

“Bukan ih, yang kondangannya gesek-gesek kartu itu lho. Jadi nggak usah cash di amplopin. Lebih simple dan efisien, nggak banyak buang amplop. Tinggal gesek terus teken jumlah doang. Bayangin berapa batang pohon yang gue selametin?”

“Rawan kecurangan deh, Miong. Bisa aja tamu nggak diundang dan nggak kondangan ikut-ikutan makan.”

“Ya nggak lah, ketat kali acara gue mah.”

“Terserah lo aja deh, yang penting kalian nggak bully gue. Bikin notice ya biar jangan ada bullying karena yang paling menyebalkan bagi single saat datang ke acara pernikahan adalah pertanyaan-pertanyaan laknat. Dari mana calonnya, kapan nyusul. Bisa nggak sih pada ngertiin perasaan gue?”

“Terus-terus-terus?” Mia seakan meledek Listya. Namun secara bersamaan ponsel Listya kembali berdering. Kali ini bukan sms melainkan telepon.

“Kalo tadi sms dari operator, berarti ini fix sms penipuan. Selamat Anda mendapatkan mobil blablabla, tapi buat lo mah kayaknya lebih tepat : Selamat Anda mendapatkan jodoh hahaha.”

“Berisik!” Listya merogoh tasnya untuk mengambil smartphone. “Lo yakin nggak ada rencana ngutuk gue nih?”

“Nggak ah lagi males. Kapan-kapan aja ya kutukan jilid empatnya. Fix yang nelepon bukan jodoh lo.”

Smartphone kini sudah ada di tangan Listya, ia mengernyit melihat tulisan Adam Rich Sakit Jiwa sebagai pemanggil.

What? Tuhan, dia mau apa lagi sih? Tapi makasih Tuhan... Mia nggak ngeluarin kutukannya...

Akhirnya Listya hanya me-reject nya. Rasanya sangat malas berbicara dengan Adam yang hanya merusak mood. Namun beberapa detik kemudian Adam menelepon lagi. Listya langsung beranjak menuju balkon kamar Mia.

“Bentar ya, Miong!”

“Main rahasia-rahasiaan ya lo.”

“Bentar,” jawab Listya hampir tak terdengar karena Listya sudah berhasil membuka pintu kaca yang menghubungkan kamar Mia dengan balkon.

“Lis, sekarang bisa ketemu nggak?” ucap Adam di ujung telepon sana. Ya Tuhan, bahkan tak ada kalimat sapaan sedikitpun.

“Nggak.”

“Lo ngambek ya gara-gara kemaren, serius gue abis beli mobil baru. Jangan nolak ketemu gue dong. Lo mau apa? Bilang sama gue, mau mobil juga? Atau jet pribadi... Hm, pulau pribadi? Bilang aja..” ucap Adam dengan nada angkuhnya yang sangat khas. “Atau lo mau langsung dihalalin sore ini? Bisa, bisa banget. Terus honeymoon ke Paris bisa banget. Apapun gue kabulin. Tapi ketemu ya..”

Gue sibuk.”

“Sibuk apa? Lo harus tau pengorbanan gue buat ketemu lo. For your information, gue ini mau dijodohin sama Kendall Jenner. Lo harus terharu karena gue nolak perjodohan ini demi lo. Ketemuan yuk?”

What? Dia pikir gue percaya? Dia pikir gue peduli? Rasanya pengen banget pentung kepala Adam siapa tau otaknya bener kalo udah dipentung..

Gue sibuk mikirin gimana cara musnahin lo dari hidup gue. Gue tutup teleponnya ya, gue sibuk.”

“LISTYA TAPI...”

Listya tak bisa mendengar ucapan Adam lagi karena ia memutus sambungan tersebut secara sepihak. Akhirnya ia langsung menonaktifkan smartphone-nya lalu kembali menemui Mia.

oOo

Bersambung...

Serius ini belum sempet edit, yang harusnya ketik miring belum Gia italic sori nanti kalo sempet Gia benerin. Sibuk banget duuuh wkkwkw

Btw selamat pemenang GA.

Jangan lupa vote dan comment serta bantu share ya.. tau nggak sih, komen kalian selalu bikin Gia semangat update di sela kesibukan gini. Hehe

Note : ini update  2 porsi loh jadi agak banyak buat nebus rasa bersalah Gia yang sok sibuk ini.

Terakhir, follow ig : aggiacossito

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top