SMS Macam Apa?

Budayakan VOTE sebelum membaca 😂😂😂 *biar nggak lupa wkwk

oOo

Listya sengaja meminta turun di depan Indomaret padahal ia tak ingin membeli apapun, hal ini agar Mia Mallen tidak melihat mobil Mahesa. Ia takut Mia akan heboh saat melihat dirinya diantar oleh seorang lelaki.

Kini, Listya berjalan pelan menghampiri Mia, dari ekspresi wajah sahabatnya itu jelas terpambang setidaknya lebih dari tiga pertanyaan.

Mia memerhatikan gerbang dan sekitarnya, mencari-cari motor Listya. Namun hasilnya nihil, ia tak melihat apa-apa.

"Lis, lo jalan kaki?" tanya Mia.

Listya menggeleng.

"Terus? Kok gue nggak liat motor lo?"

"Motor gue di bengkel, Miong. Ada sedikit trouble."

"Terus motor lo nggak apa-apa, kan?"

"Ya ampun, bukannya nanya keadaan gue malah nanya motor gue."

"Yakali gue nanya keadaan orang yang jelas-jelas bisa berdiri tegak di depan gue. Jadi pertanyaan retorik dong. Gue kan udah tau jawabannya kalo lo baik-baik aja. Lagian wajar kan gue khawatir sama motor lo, masih setahun lagi kan cicilannya?"

Kadang, sahabat adalah orang yang paling jujur.

"Gapapa kok, cuma bocor. Nanti kalo pulang, gue ambil."

"Nah terus lo ke sini naik apa? Sumpah gue nggak lihat apa-apa. Masa sih lo jalan kaki?"

"Gue naik grab!" Listya berbohong.

"Masa? Kok gue nggak liat," jawab Mia.

Ya Tuhan, saat ini Listya sedang mencari alasan agar sahabatnya yang sudah seperti detektif nomor dua itu tidak terus membombardirnnya dengan banyak pertanyaan.

"Gue... Gue turun di depan Indomaret," jawab Listya sedikit gugup.

"Kenapa turunnya di depan Indomaret? Gue mencium bau-bau modus nih."

Listya berpikir sejenak.

"Miong, lo kan tau sendiri kalo gue harus selalu punya persedian permen di tas. Ya gue beli permen lah."

Yes, akhirnya punya alesan.

"Permen?" ulang Mia. "Yang jadi pertanyaanya adalah emangnya lo punya duit buat belinya?"

"Lo kalo ngomong jujur banget sih mentang-mentang gue punya utang. Tapi yakali ceban aja gue nggak punya."

"Nah itu, gue pikir lo nggak ke kantor gara-gara ngehindarin utang ke gue."

"Auto-siyalan lo. Tenang, abis gajian gue bayar kok."

"Talk to my hand. Salah dikit, gue gampar lo, Lis. Nanti abis gajian mendadak amnesia lo tuh ah."

"Kali ini bener, Miong. Ya udah yuk ngobrolnya di dalem aja, gue udah telat gini. Untung Bu Astuti baliknya besok ya."

Akhirnya, mereka berdua masuk. Tempat duduk yang sebelahan membuat mereka dengan mudah bisa melanjutkan pembicaraan.

"Coba mana permennya, gue mau bukti," ucap Mia setengah berbisik saat mereka sudah duduk. Tidak mungkin berbicara keras karena bisa mengganggu konsentrasi karyawan lain.

Untung Listya punya persediaan permen sehingga tanpa menjawab, ia langsung memberikan beberapa buah ke pada Mia.

"Oke, gue percaya."

"Kerja, kerja. Ada atau nggak ada Bu Ti, harus tetep rajin."

"Lo udah kayak anaknya aja, Lis," kekeh Mia.

Akhirnya mereka mulai berkutat dengan pekerjaannya masing-masing.

Beberapa menit kemudian..

"Lis, tau nggak?" Mia kembali berbisik, tentu saja Listya mendengarnya. Ia menoleh sejenak ke arah Mia.

"Apa sih?"

"Lo harusnya nikmatin saat-saat ngobrol sama gue, lo kok nggak nanya kapan gue cuti?"

Oh my God. Listya jadi ingat kalau sahabatnya satu minggu lagi akan menikah. Itu artinya Listya akan menjadi satu-satunya karyawan yang belum menikah di situ.

"Emang kapan lo cuti?" tanya Listya pelan. Ya, mereka biasa mengobrol dengan suara pelan atau bahkan berbisik agar tidak mengganggu yang lain.

"Mulai besok," jawab Mia bangga. "Nih undangan buat lo, semuanya udah kebagian tinggal lo aja. Jadi, mulai besok gue mau nikmatin masa-masa dipingit sebelum jadi manten."

"Oh," jawab Listya sambil menerima undangan dan langsung meletakkannya di meja. "Udah ah, bisa nggak sih bahasnya pas jam istirahat aja. Kerjaan gue banyak nih."

"Satu lagi, satu lagi!"

"Apa lagi, Miong?"

"Lo udah hubungin Adam Rich dan pasukannya belum?"

Listya mendengus kesal. Ia pikir Mia akan mengatakan sesuatu yang sangat penting hingga menyangkut hidup dan mati. Ternyata hanya tentang Adam Rich yang katanya sudah kece dan kaya raya dari lahir.

"Plis ya, Miong. Cari waktu lain buat bahas hal yang nggak penting. Sekarang kerja kerja dan kerja. Titik."

"Sama sahabat sendiri aja galak. Apa kabar sama orang lain? Pantesan ya jomblo terus," gerutu Mia.

Rasanya sangat malas apalagi topik pembahasan sudah merambat ke masalah jomblo. Harus berapa kali Listya menjelaskan kalau dirinya itu single, bukan jomblo. Akhirnya, dari pada telinganya panas. Listya kemudian mencari-cari headset dalam tasnya. Ya, ia biasanya memasang headset pada telinganya agar tidak mendengar ocehan Mia.

Baru saja ia hendak memasang headset tiba-tiba terdengar bunyi pesan masuk. Ia memang tak pernah menggunakan mode silent untuk ponselnya karena kemungkinan sangat kecil ada pesan yang masuk. Kalaupun ada, mungkin dari operator.

Listya kemudian melihat ternyata bukan operator yang biasanya menghiasi kotak masuknya. Melainkan dari nomor asing. Ia pun langsung membukanya.

Selamat pagi Saudari Nengsih,
Selamat Anda mendapatkan satu buah Honda Beat warna merah berikut helm warna merah juga. Untuk pengambilan hadiah, silakan datang langsung ke Bengkel nanti sore. Terima kasih. Harap balas YA jika berminat dengan hadiahnya.
#Ini serius, hubungi nomor ini ya..

Selama beberapa detik Listya tercengang. Bukankah itu memang motornya? Mahesa memang laki-laki yang aneh. Harusnya Listya tak perlu terkejut.

"Wih... dapet hadiah lo!" seru Mia yang sontak membuat Listya menoleh ke belakang. Listya bahkan tidak tahu sejak kapan Mia Mallen berdiri di sana, yang terparah adalah sahabatnya juga membaca pesan di smartphone-nya. Parahnya lagi, beberapa karyawan lain menatap mereka berdua. Sepertinya Mia tadi refleks mengatakannya dengan sedikit berteriak. Langsung saja Mia melemparkan tatapan minta maaf sehingga keadaan kembali seperti semula.

"Tapi ciri-cirinya kayak motor dan helm punya lo. Bisa kebetulan gitu ya, motor lo kan lagi dibenerin di bengkel. Lagian, kenapa harus dibengkel, bukannya kalo hadiah di dealer resmi. Yang makin aneh namanya kok Nengsih, ya? Fix ini penipuan," cerocos Mia, kali ini dengan nada yang lebih pelan.

"Mana gue tau!"

"Harusnya lo udah nggak aneh sama masalah ginian, yang ngirim pesan ke lo kalo bukan operator ya yang gini-gini. Nggak jauh dari Mama minta pulsa, Papa minta saham, Kakek minta selir, Nenek minta kawin lagi, ya begitu lah," kekeh Mia.

"Dari pada hape lo isinya gombalan modus dari Si Jerapah," jawab Listya tidak mau kalah.

"Ih, sekali lagi lo bilang Novan jerapah, gue tagih semua utang lo!"

"Hehe curang ya nyerempetnya ke utang. Iya iya sori deh, ya udah sana balik ke kursi lo, gue mau kerja lagi."

"Awas lo!" jawab Mia kemudian kembali ke tempat duduknya.

oOo

"Saudara Mahesa Ramaditya Hasan bin Hasan Sanjaya, saya nikahkan dan kawinkan dengan Fadia Dwi Andini binti Afif Gunadarma dengan mas kawin seperangkat emas dan uang tiga juta tiga ratus ribu rupiah dibayar tunai."

"Dor!" sapa seorang lelaki seolah sengaja mengagetkan Mahesa yang sedang melamun.

"Jangan buang waktu buat ngelamun," lanjut lelaki itu.

"Eh?" jawab Mahesa. "Gue nggak ngelamun, gue cuma lagi mengenang peristiwa penting."

"Peristiwa apa sih?"

"Kok lo mau tau aja ya, udah sebelas dua belas sama Dora. Lagian nggak sopan banget masuk ruangan orang tanpa ketuk pintu."

"Mahes, kuping lo sariawan? Buku-buku jari gue udah lelah ketuk pintu nggak dibuka-buka."

"Ada apa lo ke sini?"

"Adam Rich ke sini membawa kejutan berupa kabar duka," ucap lelaki itu dengan nada yang dibuat-buat.

"Kabar apa?"

"Nih," jawab Adam sambil memberikan sebuah undangan. "Makin sedikit populasi jomblo. Kabar duka, kan?"

"Gue perlu pura-pura terkejut nggak, Dam?" tanya Mahesa. "Perasaan, kita udah pernah bahas ini jadi kalo tujuan lo bikin gue kaget, sori lo gagal. Tapi gue setuju ini kabar duka."

"Lo udah cek email?" tanya Adam.

"Email apa?" tanya Mahesa sambil memerhatikan undangan yang Adam berikan padanya. Undangan yang bagian depannya bertuliskan Mia&Novan.

"Email adalah surat elektonik atau surat menyurat dengan menggunakan jaringan internet. Bisa menggunakan komputer, laptop atau smartphone."

"Lo ngomong apa sih, Dam? Maksud gue, lo nyuruh gue cek email kantor atau pribadi?"

"Pribadi lah, jangan bilang lo nggak tau kalo Novan ngasih email kita ke pacarnya."

"Tunggu, Novan ngasih email kita ke pacarnya? Buat apa? Gue nggak minat makan jatah sahabat."

"Lo salah paham, Mahes. Pacarnya si Novan itu punya temen jomblo. Kali aja minat sama kita."

"Lo kira barang jualan pake minat-minatan," jawab Mahesa.

"Jadi lo belum dapet email?" tanya Adam memastikan.

Mahesa menggeleng.

"Sama, gue juga belum. Jangan-jangan tuh cewek nggak ngerti cara kirim email kali ya, masa di antara kita nggak ada yang dipilih," gerutu Adam.

"Lancang banget nggak izin dulu sama gue, kalo gue yang dipilih terus gue nggak suka, gimana?"

"Ribet amat ya lo kayak emak-emak rempong. Tinggalin aja apa susahnya."

"Adam, Adam. Nggak pernah berubah lo. Hati bukan buat dimainin, apalagi hati cewek itu gampang rapuh."

"Mahesa, kalo lo mikirnya gitu terus, siap-siap aja lo yang dimainin."

"Kayaknya kerjaan gue masih banyak. Selain ngasih undangan, ada urusan apa lagi?"

"Sialan, ngusir gue itu namanya," jawab Adam. "Okelah, gue pamit. Ngapain lama-lama di sini, mending ketemu klien yang body nya aduhai.."

Setelah Adam keluar dari ruangannya, Mahesa memeriksa ponselnya barangkali ada balasan dari gadis galak yang beberapa hari ini ia temui. Namun ternyata tidak ada balasan. Ia pun kemudian kembali fokus pada layar monitor di hadapannya.

oOo

Bersambung...

Makasih yang udah vote dan comment. Share juga, boleh? 😂

Gimana, gimana? Masih adakah populasi jomblo di sini? Mana suaranya?

Cek suara ah..
1. Belum ada pasangan
2. Udah punya pasangan

Mau lanjut dua part sekaligus apa besok aja ya? Hihi

Btw, yang pake instagram jangan lupa follow aggiacossito

*plis ingetin typo*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top