Simbiosis Mutualisme
Vote dulu, boleh? 😂😂
Bisikin typo, please.
oOo
Kalo lo jomblo, gue saranin jangan kondangan sendirian deh.
Setuju?
...
"Gue boleh cerita sesuatu?" tanya Mahesa.
"Kalo mau cerita, lo nulis novel aja deh biar lebih berfaedah."
Mahesa tersenyum. "Jadi mau denger ceritanya nggak?"
"Penting banget ya?" Listya malah balik bertanya.
"Denger dulu, Nengsih."
Kenapa ya setiap kali dia bilang Nengsih, rasanya pengen jotos dia lagi. Berarti jotos part dua!
"Cerita apa sih?"
"Jadi gini, alkisah ada seorang cewek, dia bilang kalo nggak mau makan. Tapi, ternyata cewek itu yang makan paling banyak."
"Lo nyindir?" Listya mulai mengeluarkan tanduknya.
“Lo laper apa doyan sih?” tanya Mahesa setelah melihat mangkuk dan piring di meja yang mereka tempati kosong, hanya tersisa bumbu dan kuah.
Listya meletakkan minuman di meja setelah meminumnya hingga tersisa seperempat. Itu adalah minuman keduanya setelah gelas pertama sudah habis tak bersisa. “Kok gue aja? Bukannya lo yang paling banyak makan?” ucap Listya kemudian.
“Seri kali, lo juga banyak. Emang nggak takut gemuk lo?” tanya Mahesa dengan nada menyindir. Baginya, Nengsih adalah wanita kedua yang tidak jaim saat makan di depannya.
“Harus banget ya gue jawab setiap pertanyaan lo?”
“Dari pada lo SMP, mending jawab pertanyaan gue,” jawab Mahesa.
“Apa? SMP? Maksudnya?”
“Serius lo nggak tau? Sudah Makan Pulang, Nengsih.”
“Terus masalahnya apa? Hah?”
“Nengsih, kenapa sih lo galak banget sama gue?”
“Yang galak siapa?” balas Listya.
“Ya, lo.”
“Ya udah suka-suka gue dong. Lagian pede banget jadi orang. Bukan ke lo aja kali galaknya, jadi jangan ngerasa istimewa deh.”
“Oh jadi ke semua orang, pantesan deh lo masih aja sendiri dan bisa jadi bakal selalu sendiri.”
“Hey. Apa kabar dengan lo? Lo boleh ceramahin gue kalo lo udah punya pasangan. Udah ah, gue mau pulang!”
"Tunggu dulu, Nengsih!" ucap Mahesa yang membuat beberapa pengunjung lain memerhatikan mereka.
Listya yang sudah berdiri kini duduk lagi. "Apa lagi sih, Ojan?"
"Nama gue Mahesa," protesnya.
Sungguh, Listya mengatakan itu dengan tidak sengaja. Ia secara refleks memanggil Ojan pada Mahesa.
"Gue mau mengajukan sebuah penawaran menarik sama lo."
"Gue nggak butuh panci. Lo itu sales panci kan, terus mau nawarin ke gue? Sori, gue nggak butuh panci."
Alih-alih tersinggung, Mahesa malah terkekeh. Mulut Listya memang lakbanable.
"Bukan.. Bukan mau nawarin panci. Ini serius, gue mau ngasih penawaran yang mutualisme. Untung buat lo, untung juga buat gue."
Sumpah demi apapun gue nggak ngerti maksud calon penduduk Asgardia di hadapan gue ini.. Apa-apaan coba?
"Sekarang kan musim nikahan. Pastinya banyak undangan yang berdatangan dong. Sebagai jomblo, lo kalo kondangan sama siapa?"
"Plis, gue bukan jomblo. Harus berapa kali gue bilang kalo gue itu single."
"Sori, iya maksudnya single. Jadi lo kalo kondangan sama siapa?" tanya Mahesa lagi.
"Lo kenapa sih kepo banget?"
"Kan gue udah jelasin, ini berhubungan sama penawaran yang mengandung simbiosis mutualisme."
"To the point, please!" Listya mulai kesal.
"Gimana mau to the point, Nengsih. Lo nya nanya balik terus. Dengerin gue makanya!"
Listya bungkam.
"Gue mau berteman sama lo," ucap Mahesa tiba-tiba.
Fix ini modus cara baru. Nih orang bener-bener ya.
"Kalo gue nggak mau, gimana?"
"Lo harus mikirin beberapa keuntungan berteman sama gue."
"Kok lo ngebet banget sih? Gue jadi curiga. Jangan-jangan ada makaroni di balik seblak?"
"Serius, Nengsih. Kalo gue niat jahat cewek banyak, kenapa harus lo."
"Kalo lo mau berteman, cewek banyak. Kenapa harus gue?" balas Listya.
"Karena kita punya satu kesamaan, Nengsih."
"Kesamaan apa?"
"Kita sama-sama nggak ada pasangan. Bisa saling bantu buat terhindar dari bully."
"Lo mau manfaatin gue?"
"Nilai IPA lo berapa sih, namanya juga mutualisme. Kita saling untung."
"Untungnya apa buat gue?"
"Banyak. Salah satunya ya gue bisa nganter lo kondangan atau sebaliknya. Percaya deh, kita bisa terhindar dari segala tindakan penistaan kaum seperti kita ini."
"Kenapa sih lo nggak nyari pacar aja? Dengan begitu lo nggak kena bully. Ngapain coba ngajak-ngajak gue ngelakuin pembohong publik gini?"
Sumpah, gue makin curiga sama Mahesa. Oke, dia kan ganteng. Ralat, sedikit ganteng... Sedikit ya, nggak banyak. Menurut gue banyak cewek yang mau sama dia —kecuali gue. Jangan-jangan dia gay? Maybe.
"Gue nggak pengen pacaran, tapi lama-lama berisik juga denger omongan orang. Kebetulan gue ketemunya sama lo. Jadi mau nggak berteman sama gue dan melakukan kerja sama yang saling menguntungkan?"
Kok maksa, ya?
"Gue nggak mau, apalagi nanti dikira pacaran sama lo. Ogah."
"Coba pikirin lagi, kalo lo nonton, jalan-jalan bahkan kondangan ada temennya, pasti terhindar dari pertanyaan yang bikin kesel."
Mendengar ucapan Mahesa membuat Listya berpikir, bukankah lusa adalah hari pernikahan Mia? Beberapa menit yang lalu Adam Rich mengajaknya datang ke pernikahan Mia dan Novan bersama. Tentu Listya tidak mau, tapi kalau dengan Mahesa... Listya belum tentu mau juga.
Sumpah, bisa panas kuping kalo gue sama Adam. Tapi kalo sama Mahesa, nanti Ojan ini dikira pacar gue? Enak aja..
"Gimana?" Suara Mahesa membuyarkan lamunan Listya.
oOo
Malam ini, Mahesa sedang berjalan memasuki rumah Novan. Ia baru saja mengantar 'Nengsih' pulang. Namun sayangnya gadis itu menolak untuk di antar sampai rumah. Parahnya lagi, ia mengancam untuk melompat kalau Mahesa tidak menuruti permintaannya.
Beberapa saat kemudian, Mahesa sudah sampai di lantai dua. Ia masuk ke kamar Novan, terlihat sahabatnya itu sedang duduk sendiri memainkan smartphone.
“Lagi apa, Van?” tanya Mahesa.
“Main game,” jawab lelaki itu.
Mahesa kemudian mengambil posisi duduk di samping Novan. “Anak-anak nggak pada ke sini?”
“Faris tadi ke sini, tapi udah pulang lagi,” jawab Novan sambil fokus ke layar smartphone yang ia pegang secara horizontal. “Kalo si Adam masih di sini,” lanjut Novan.
“Terus kemana tuh anak?”
“Di kamer mandi, baru bangun dia, seharian molor.”
“Wah parah lo Van, punya sahabat kebo banget.”
“Kebo lo bilang? Gue Adam Rich, manusia tampan yang tajir dan kece dari lahir,” sambung Adam. Rupanya ia baru selesai mandi, bisa terlihat dari rambutnya yang basah.
“Novan bilang, lo tidur seharian? Tumben banget nggak jalan sama selir?” tanya Mahesa.
“Nah itu dia, gue lagi kesel nih. Bayangin aja masa ada yang nolak Adam Rich ketemuan.”
“Waw, siapa gerangan yang udah nolak lo? Gue mau bilang terima kasih soalnya berkat cewek itu, seorang Adam Rich menerima karmanya,” kata Mahesa.
Sementara Novan tampak serius main game tanpa tergerak sedikitpun untuk ikut menimbrung.
“Sialan lo, Mahes. Pantesan jomblo terus. Masa seneng liat sahabat sendiri diginiin.”
“Harusnya ini bikin lo sadar buat nggak terus-terusan mempermainkan cewek, Dam.”
“Hey, gue nggak permainin mereka. Gue rasa mereka yang menyerahkan diri ke gue.”
“Susah ngomong sama lo, tapi selir yang mana yang nolak lo? Natasha, Gita, Cantika. Atau siapa?” tanya Mahesa lagi.
“Ini belum resmi jadi selir sih, yang gue ceritain kemaren-kemaren. Masa lo lupa?”
“Oh gue inget. Sahabatnya si Mia itu?” tanya Mahesa memastikan.
“Nah iya itu.”
“Namanya siapa waktu itu? Kalo nggak salah Lintang, ya?”
“Buset, jauh banget. Namanya Listya.”
“Kok bisa nolak lo? Maksudnya agak aneh aja, kurang transfer kali lo, Dam.”
“Dia nggak mata duitan, dia ini galak banget. Bisa ditempeleng kali kalo gue minta nomor rekening.”
“Haha, segalak itu kah?” Entah mengapa Mahesa jadi ingat Nengsih.
“Dia nggak mempan dibeliin apa-apa. Listya itu misalnya lewat jalan kereta. Keretanya yang berhenti, palangnya malah langsung minta maaf udah halangin,” lanjut Adam. “Padahal kan ya, kalo dia nikah sama gue. Rahim dia adalah rahim paling beruntung yang akan menjadi tempat tinggal benih gue alias janin paling kece dan kaya. Bahkan belum lahir aja udah tajir.”
“Lo bau kali, Dam. Dia jadi enek deket-deket lo.”
"Adam Rich mah wangi duit full day. Keringet aja bau uang cepean bergepok-gepok," jawab Adam dengan nada angkuh khasnya.
"Kurang wangi kali," balas Mahesa lagi.
“Enak aja, gue wangi maksimal gini. Bila perlu gue beli parfum yang sebotolnya aja bisa buat beli pesawat, tapi gue belinya satu kolam renang terus gue berendem di situ gue sanggup.”
“Lo kurang memuaskan kali, Dam. Emang kuat berapa menit lo?” Kali ini Novan mulai angkat bicara. Ia sudah selesai main game, smartphonenya pun ia simpan di meja.
“Eh apanya ya? Kok ambigu?” tanya Adam.
“Udahlah, menurut gue intinya kalian berdua nggak seberuntung gue. Nggak kaya gue yang bentar lagi nikah. Kalo lo gimana sama si Nengsih Nengsih itu?” tanya Novan pada Mahesa.
“Ya nggak gimana-gimana. Lagian gue juga nggak ada hubungan apa-apa sama dia.”
“Tapi entah kenapa gue penasaran sama Nengsih gimana wujudnya. Soalnya lo nggak pernah gini sebelumnya,” jawab Novan.
“Gue setuju sama Novan, dari dulu nggak ada yang bisa ngalahin posisi Fadia di hati lo,” ucap Adam antusias.
“Njir, kayak aja pernah jalan-jalan ke hati gue sampe tau apa isinya,” sanggah Mahesa.
“Tapi dia cantik?” tanya Adam lagi. Tampaknya Adam dan Novan begitu ingin tahu dan penasaran pada sosok Nengsih.
“Pertanyaan bodoh, namanya cewek ya cantik. Meskipun ada sedikit kesamaan sama calon selirnya lo, Dam. Ya meski gue nggak pernah tau yang namanya Listya itu gimana tapi denger cerita lo, gue jadi inget Nengsih. Soalnya Nengsih juga galak banget.”
“Wah parah parah parah, kok sikapnya plagiat banget ya. Tapi wajarin aja sih, di dunia ini kan jumlah cewek lebih banyak jadi nggak heran kalo ada sikap yang sama,” ucap Adam. “Asal jangan orangnya yang sama. Iya nggak, Mahes?”
“Tenang, Dam. Gue nggak doyan selir lo. Mau Nina, Nita, Janeeta, atau Listya sekalipun bodo amat.”
Adam mengangguk-angguk. “Lo nikah besok kan, Van?”
“Lusa, Dam. Perasaan gue udah jawab pertanyaan ini berkali-kali. Mulai pikun ya lo, cepetan kawin jangan sampe keburu tua.”
“Tapi rumah lo nggak di apa-apain ya?” tanya Adam kemudian.
“Yang didekor rumah Mia, gue alakadarnya aja soalnya buat apa. Resepsi kan di rumah Mia.”
“Gue mah nanti kalo nikah di rumah gue harus se-glamour mungkin. Biar orang-orang bikin acara patah hati nasional karena Adam Rich sang idola resmi punya istri.”
Mahesa terkekeh. “Yang jadi masalahnya adalah gue kok nggak yakin lo bakalan laku ya, Dam?”
“Sialan, lo kan udah tau banyaknya selir gue. Kalo niat nikah mah gue bisa paling pertama. Adam Rich kan yang paling laku keras di antara FAMN!”
“Iya, laku keras. Kayak sempak obralan haha.” Mahesa tertawa, Novan pun ikut menertawakan Adam.
“Kalo gue sempak, berarti Mahes kutang. Iya nggak, Van?” Adam mulai mengajak Novan beralih mengejek Mahesa.
“Bukannya itu judul lagu, ya?” jawab Mahesa.
“Mana ada judul lagu kutang?” balas Adam.
Mahesa terkekeh sejenak. “Ada, Kutangga Jandama.”
“Lagu macam apa itu? Van, kayaknya kita musti bawa Mahesa ke rumah sakit jiwa deh.”
“Ya berarti lo juga ikut, Dam. Kalo Mahesa gila, berarti lo gila banget.”
“Nah, lo juga ikut dong Van. Biar adil dan setia kawin, eh setia kawan. Lagian cowok yang kaya dan kece dari lahir nggak bisa digituin tau.”
"Hm, udah-udah. Gue mau tanya sama kalian berdua. Kalian bakal bawa pendamping nggak nih ke nikahan gue?"
"Gue sih udah sms Listya, cuma belum dibales. Dia harus mau pokoknya. Ntar gue isi pulsa dia satu jeti deh. Gue yakin dia nggak bales karena nggak punya pulsa," kata Adam. "Lo ajak Nengsih kan, Mahes?"
"Gimana nanti aja," jawab Mahesa. Sudah Mahesa duga sebelumnya, sahabatnya pasti meminta ia mengajak seseorang. Kalau ia tak membawa siapapun pasti akan menjadi bulan-bulanan mereka.
"Kok gimana nanti? Ajak Nengsih aja dong. Lo bilang kan Nengsih galak. Kita aduin mereka berdua gimana?"
"Lo kira mereka ayam jago, Dam?" tanya Mahesa.
"Tapi gue setuju sih lo ajak Nengsih. Lebih seru kali," ucap Novan.
"Seru lah, cewek galak ketemu cewek galak, nggak ketebak siapa yang menang. ROAAAAAR!" Adam Rich menirukan suara macan.
oOo
Bersambung...
Gimana menurut kalian? 😂😂
Vote dan Komen dong , biar makin semangat.. 😍😍😍
Makasih..
MENURUT KALIAN LISTYA JAWAB APA PAS DI TAWARIN PENAWARAN DARI MAHESA??
Yes or No.. wkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top