Mahesa dan Adam Rich

Jangan lupa VOTE sebelum baca ya hihi

Btw di part sebelumnya ada Giveaway lho. Ada yang udah ikutan? Mana suaranya? *Hadiah utamanya novel Unforgettable Kiss*

oOo

From : Adam Rich Sakit Jiwa
Listya, besok ketemuan lagi yuk. Gue tunggu di depan tempat kerja lo ya. Lo harusnya bangga jalan sama gue, lagian lo pasti udah update status di facebook terus bikin instagram story tentang rasa bahagia lo ketemu cowok yang kaya dan kece dari lahir ini kan?. Btw tadi gue WA lo ke nomor ini tapi centang satu sih. Lo nggak punya kuota ya? Mentang-mentang jomblo nggak pernah isi kuota. Ya udah mau gue isi nggak? Lo butuh berapa tera?

Listya mengernyit membaca pesan dari Adam, laki-laki yang tidak bisa mengondisikan ucapannya. Listya jadi ingat kejadian tadi sore saat bertemu Adam.

“Lo mau pesen apa? Di sini makanannya lezat dan mahal lho, tapi tenang jangan panik. Adam Rich udah kece dan kaya dari lahir jadi masalah bayar membayar, urusan gue. Ayo mau pesen apa?”

Listya masih melihat-lihat buku menu, jujur ia bingung mau pesan apa.

“Kok kayak jaringan internet kena hujan sama petir, lemot. Ayo mau pesen apa?” tanya Adam lagi.

“Ya udah gue pesen ...” Listya tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena Adam keburu memotong ucapannya.

“Samain aja sama gue ya, selera gue selalu high. Lo nggak akan kecewa.”

“Dasar cowok otoriter, baru juga ketemu udah bikin ilfil!” Gerutu Listya, ia berbaring di tempat tidur, menatapi langit-langit kamar yang berwarna putih sambil mengingat pertemuannya hari ini dengan Adam Rich. Bahkan, Listya yang notabene sangat cerewet saat berhadapan dengan Adam lebih memilih diam. Bukan karena tidak bisa menjawab melainkan karena lelaki itu mendominasi 98% percakapan. Jadi biarlah sampai berbusa sekalipun Listya tak peduli. Ucapannya ia anggap sekadar tukang obat atau sales panci yang sedang promosi.

Gue nyesel ketemu Adam, nggak guna! Ya Tuhan, semoga ini kali pertama dan terakhir ketemu yang namanya Adam Rich. Tapi ngapain dia ngajak ketemu lagi besok? Ya ampun..

Beberapa saat kemudian terdengar bunyi ketukan pintu. Ia ingin pura-pura tidur namun ketukan itu tidak berhenti sehingga Listya menyibak selimutnya lalu menghampiri pintu untuk membukanya. Ternyata Tio.

“Ada apa?” tanya Listya, ia jadi teringat Puisi Jomblo yang kemarin dibacakan oleh adiknya itu.

“Sori ya buat puisinya, bukan maksud nyinggung Kakak tapi ini buat menyadarkan aja,” ucap Tio.

“Iya, iya, pasti ada maunya kan bilang gini?”

Nethink aja ya sama adik sendiri. Aku cuma mau kasih selamat buat kakak.”

What? Selamat? Gue nggak ulang tahun, Yo.”

“Bukan ulang tahun, tapi beberapa hari yang lalu kakak berduaan sama cowok kan?”

Ya Tuhan, ini kabar dari mana? Kenapa hal ini bisa sampai Tio ketahui?

“Masuk!” ucap Listya sambil menarik tangan adiknya.

“Kenapa sih, sakit Kak. Pelan-pelan coba.” Tio berusaha melepaskan diri. Mereka kini sudah berada di dalam kamar Listya. “Sama adik sendiri yang darahnya sama aja galak banget, apalagi sama orang yang beda darah coba.”

“Berisik,” bentak Listya sambil memberi isyarat telunjuk di bibir. “Bilang sekarang, apa yang lo li...” Listya mengehentikan kalimatnya, ia berusaha mengingat sesuatu tentang waktu itu. Ya, Listya ingat kalau Jesica ada di bengkel, sudah pasti gadis centil itu yang menceritakan ini pada adiknya.

“Jesica bilang apa?” Listya meralat pertanyaannya.

“Kakak di sana sama cowok, terus cowoknya ngasih kakak minum yang tiga rebuan. Iya kan?”

Please, harus banget ya sebut harga?

“Oh, nggak usah bilang ini ke Mama ya.”

“Kenapa?"

“Jangan sampe Mama mikir yang nggak-nggak. Dia cuma kebetulan nolongin kakak.”

“Bisa sih, tapi...,” Tio menggantung kalimatnya sambil mengerlingkan mata. Tentu saja Listya sudah mengerti karena hal seperti ini bukan kali pertama terjadi. Bisa dipastikan sebentar lagi akan terjadi transaksi suap dan pemerasan.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Listya langsung mengambil dompet dalam tasnya. Baru juga gajian, sudah banyak pengeluaran yang tidak penting seperti ini. Ya Tuhan.

“Gocap dan nggak ada biaya tambahan!” ucap Listya sambil memberikan uang pada adiknya.

“Dalam kondisi tertekan aja bisa-bisanya ya masih galak.”

“Kalau udah nggak berkepentingan apa-apa silakan keluar, tapi ingat kalau kabar ini bocor. Balikin duitnya tujuh kali lipat.”

“Siap, Komandan Listya!” ucap Tio sambil melakukan gerakan tangan seolah sedang hormat yang membuat Listya ingat Mahesa. Ya, lelaki itu pernah hormat seperti yang Tio lakukan juga menyebutnya komandan. Lebih tepatnya komandan Nengsih.

Setelah Tio keluar dari kamarnya, entah kenapa Mahesa mendominasi pikiran gadis itu. Lelaki yang memberi kesan menyebalkan pada pertemuan pertama. Listya tidak tahu apakah kebetulan atau tidak karena faktanya setelah bertemu Mahesa banyak kesialan yang ia rasakan. Mungkinkah Mahesa pembawa sial? Tapi, Adam Rich juga memberi kesan buruk di pertemuan pertama. Mungkinkah Listya ditakdirkan untuk bertemu laki-laki menyebalkan dan pembawa sial? Huh.

Pucuk di kesal, kadal pun tiba. Baru saja dipikirkan, ponsel Listya berdering tanda ada panggilan masuk dari Mahesa. Listya yakin, lelaki itu akan menanyakan tentang ongkos bengkel. Jika iya maka kemungkinannya ada dua, pertama Mahesa memang pelit, kedua Mahesa memang pelit banget.

“Hallo,” ucap Mahesa di ujung telepon sana. Listya mana mau bilang Hallo lebih dulu.

“Iya, masalah utang kemaren kan? Udah nebak gue juga jadi jangan khawatir. Gue bayar kok,” cecar Listya.

“Bukan gitu, Nengsih.”

Nengsih lagi, Nengsih selalu, Nengsih terus!! What the...

“Terus gimana?” Nada galak Listya naik ke level dua. “Lagian gimana gue mau bayar, sampe sekarang lo belum ngasih nomor rekeningnya. Sekarang udah gini lo nyalahin gue nggak bayar-bayar. Kok kesel ya.”

“Nengsih, denger dulu. Gue mau bilang kalo lo nggak usah transfer.”

What? Nggak usah transfer? Ini serius? Tapi kira-kira apa motif Mahesa berubah pikiran gini? Bukannya kemaren dia bilang transfer. Kenapa tiba-tiba Mahesa nggak konsisten gini? Fix, Mahesa punya rencana. Gue musti waspada. Jangan-jangan dia ngelakuin itu biar gue ngerasa punya utang budi?

“Nengsih?”

Berisik woy! Nengsih, Nengsih aja!! Ingin rasanya Listya berteriak seperti itu.

“Gapapa sini nomor rekening lo, gue harus transfer. Walau gimanapun utang itu harus dibayar.”

“Jangan, Nengsih. Nggak usah.”

“Kenapa?”

“Karena gue pengen lo balikin duitnya secara cash, gimana kalo besok sore kita ketemu?”

APA? FIX MAHESA PELIT BANGET!!!!!!!!! GUE PIKIR.... YA TUHAN.

Tapi Listya jadi berpikir, Adam Rich mengajaknya bertemu juga. Sepertinya tidak ada salahnya membawa Adam bertemu Mahesa, kalau Adam benar-benar rich pasti tidak akan membiarkan Listya yang membayarnya. Ya, Adam kemungkinan besar akan membayar utangnya pada Mahesa.

“Gimana, Nengsih? Mau ‘kan?”

Iya,” jawab Listya.

“Ngomong-ngomong malam ini lo lagi mikirin gue, ya? Sejak pertemuan pertama di blitz bahkan sampai malam ini gue selalu ada di pikiran lo.”

Ya Tuhan, kenapa laki-laki yang ia temui belakangan ini begitu narsis? Baik Adam atau Mahesa, dua-duanya sangat narsis meski takaran narsis Adam milyaran kali lipat lebih besar dari Mahesa.

“Kok diem?” tanya Mahesa. “Ohya, gue ada satu pertanyaan kalo lo bisa jawab ongkos bengkelnya gue anggap lunas.”

“Apa? Pertanyaan apa?” Lagi pula Mahesa ini ada-ada saja.

“Sebutkan binatang yang awalnya pake huruf X!”

Listya bungkam, berusaha berpikir. Namun beberapa saat kemudian ia tersadar kalau Mahesa baru saja menjebak yang dengan bodohnya Listya mendengarkan pertanyaan tidak bermutu itu.

“Ayo, apa? Nyerah?” tanya Mahesa lagi.

“Nggak penting juga gue jawab, gue masih bisa bayar kok ongkos bengkel kemaren,” ucapan Listya berbanding terbalik dengan pikirannya. Padahal ia berpikir kalau bisa menjawab pertanyaan itu, ia akan hemat hampir setengah juta. Sayangnya Mahesa menanyakan hal yang konyol.

“Oke, oke. Tapi lo penasaran kan apa jawabannya?”

Meski sebenarnya Listya ingin tahu jawabannya karena penasaran namun ia tidak merespon ucapan Mahesa.

“Diem berarti nyerah nih. Oke gue kasih tau ya binatang yang berawalan X. Banyak kok misalnya xucing, xambing, xijang, xanguru. Apalagi ya?” ucap Mahesa. “Ada lagi, xepiting, xerang, xoki.”

Kok xoki?” tanya Listya menirukan bicara Mahesa.

“Kan ada ikan mas xoki.”

Fix. Mahesa harus memeriksakan kejiwaannya secepatnya.

Udah ya gue mau tidur,” pamit Listya sebelum ia ikut gila dan ketahuan tertawa oleh Mahesa.

“Tidur atau mikirin gue?”

“Emangnya lo siapa? Artis? Nggak guna mikirin lo tau nggak.”

“Nggak. Hehe. Gue itu ....”

Suara Mahesa sudah tidak terdengar lagi karena Listya memutus sambungan teleponnya secara sepihak. Listya sudah telanjur kesal, menurutnya ia akan sama gilanya kalau mendengarkan Mahesa terus mengoceh.

Sebelum meletakkan smartphone-nya, Listya kembali mengecek siapa tahu ada notifikasi penting namun ternyata tidak ada satupun line today atau notifikasi wattpad seperti biasanya. Listya benar-benar kehabisan paket kuota internet. Ya ampun..

Akhirnya ia benar-benar meletakkan ponselnya. Listya kemudian merebahkan tubuh di atas tempat tidurnya sambil berpikir apa yang akan terjadi besok. Haruskah ia benar-benar bertemu Mahesa bersama Adam Rich?

oOo

Bersambung

Ada yang kangen cerita ini? Yaah nggak ada :(

Maaf ya belakangan ini Gia sibuk banget jadi jarang update entah berapa hari nggak update cerita ini hiks...

Bisikin typo ya. Belum sempet edit dan baca ulang part ini jadi harap maklum kalo ada salah. Wkwk

Jangan lupa Vote comment dan share ya..

Instagram Gia : aggiacossito

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top