Listya atau Nengsih?

Sebelum baca klik VOTE dulu, bisa? 😂😂

oOo

Dalam kamus sahabat, jangan sampai  kencan sama orang yang dikencani sahabat.
Jangan berniat merebut milik sahabat. Itu aja sih.
~Adam Rich~

Daripada penasaran, Listya akhirnya mengangkatnya. Setelah smartphone itu sudah menempel di telinganya, Listya sama sekali tidak berani menyapa terlebih dahulu. Menurutnya, lebih baik menunggu sang penelepon berbicara lebih awal.

"Good morning selamat pagi, baju kuning belum mandi.." ucap seorang lelaki di ujung telepon sana.

Untung gue pake batik merah! ucap Listya dalam hati.

"Maaf ini siapa?" tanya Listya kemudian.

"Apa benar ini Listya?" tanya lelaki itu lagi dengan nada lebay yang dibuat-buat.

Fix ini bukan Mahesa. Mana mungkin Mahesa tau nama asli Listya?

"Iya, ini siapa sih?"

"Gue Adam Rich. Temennya Novan."

Mampus! Ternyata Mia tidak main-main dengan ucapannya. Sahabatnya benar-benar meminta Novan menyuruh Adam menghubunginya lebih dulu.

"Ada apa, ya?" Listya mulai canggung.

"Ada kabar gembira."

"Kabar gembira apa?"

"Hari ini gue free. Ketemuan yuk."

Sumpah ini orang waras nggak? Masa langsung ketemu aja? 

"Hm, sori gue sibuk."

"Sibuk apa?"

"Kerja lah." Listya mulai mengeluarkan nada juteknya.

"Nggak usah kerja aja gimana? Gue nafkahin deh. Jangan panik, Adam Rich udah kece dan kaya dari lahir."

Ya Tuhan, ternyata Adam Rich tak hanya narsis dalam foto. Namun saat bicara dengan lelaki itu, tingkat kenarsisannya makin kentara.

"Nggak bisa!"

"Ya udah oke, gimana kalo pulang kerja? Lo pulang jam berapa?"

"Pulang kerja juga nggak bisa, gue ada urusan." Faktanya Listya memang ada acara ke kondangan sore ini.

"Ya udah, gue ke rumah lo aja gimana?"

"NGGAK!" Listya setengah berteriak. "Jangan ke rumah gue," lanjut Listya, bahaya jika Adam Rich ke rumah lalu bertemu dengan Mamanya.

"Kok nggak bisa terus? Emang lo ada urusan apa sih nanti sore. Jangan sok sibuk gitu deh. Jomblo, kan?"

"Sialan banget ini orang." Listya mulai geram.

"Gue ada acara kondangan. Jadi nggak ada waktu buat ketemu lo."

"Pulang kondangan aja gimana? Atau gue ikut kondangan nemenin lo, kesian banget kondangan sendirian. Muka gue ganteng kok jadi bisa diajak kondangan. Gimana?"

Maksa banget ini orang ya Tuhan...

"Lo tinggal pilih, gue ke rumah lo atau ikut lo kondangan."

Ya ampun, pilihannya nggak ada yang bener! Hiks... batin Listya.

"Oke, tapi lo tunggu di luar aja deh. Gue sebentar kok cuma ngasih amplop terus pulang."

"Oke, abis kondangan kita mampir ke kafe atau kemana gitu, ngobrol. Harusnya lo bersyukur diajak ketemuan sama Adam Rich.."

Terserah lo, Adam.. Terserah.. Bodo amat!!

"Ya udah gue nggak bisa lama-lama nelepon nih. Udah masuk jam kerja."

"Oke, semangat ya kerjanya Listya.."

WHAT THE... Bisikin gue, makhluk seperti apa Adam Rich ini...

oOo


Matahari sudah terbenam, senja mulai berganti menjadi malam.

"Ini Adam kemana sih? Kok nggak dateng-dateng. Kalo si Faris udah nelepon gue tadi katanya dateng agak telat. Nah si Adam, kemana coba?" tanya Novan pada Mahesa. Mereka —Faris, Adam, Mahesa, Novan sudah berjanji kumpul di rumah Novan malam ini.

"Lo kayak nggak tau Adam aja. Ya dia lagi kencan lah entah sama cewek yang mana."

"Disebut jomblo macam apa ya dia tuh. Hobinya gunta-ganti cewek, dari klien, rekan kerja, anak tetangga, semuanya dia ajak jalan."

"Pantesan ya kuping gue panas ternyata ada yang ngomongin," ucap Adam secara tiba-tiba. Ia kemudian duduk bergabung dengan Mahesa dan Novan.

"Jomblo kece kayak gue mah bebas ya mau jalan sama siapa aja. Nggak ada yang larang."

"Dari mana lo, Dam?" tanya Novan.

"Pertanyaan bodoh dari calon mempelai pria. Lo kan udah tau gue pasti kencan. Harusnya lo ganti pertanyaannya jadi abis jalan sama selir yang mana? Gitu," jawab Adam.

"Terserah deh, emang lo jalan sama siapa barusan?" tanya Novan lagi.

"Ah, gue tau. Sama Irene?" timpal Mahesa yang dijawab gelengan kepala Adam. "Tasya? Claudia? Gladys? Giselle? Maudy? Rayya? Dona?"

Dari semua nama wanita yang Mahesa sebutkan tak ada satupun yang tepat.

"Berarti Lala," tebak Novan.

"Bukan," jawab Adam.

"Tika, Maya, Nina, Letisia atau Shasa?" Novan masih bersemangat menyebutkan deretan nama wanita yang ia sendiri tidak tahu wajahnya. Ia hanya berusaha mengingat nama-nama yang biasa Adam sebutkan.

"Udah deh, Van. Nggak usah sebutin, nggak akan kelar malam ini kalo nyebutin korban modusnya Adam," kata Mahesa. "Gue rasa malam ini dia jalan sama Vicky Prasetyo."

"Sialan lo, Mahes. Gue normal kali, ya jalannya sama cewek lah. Gue jalan sama temennya Mia tau," ucap Adam sambil senyam-senyum.

"Mia siapa?" tanya Novan terkejut.

"Mia calon bini lu, Novan," jawab Adam.

"Oh, Listya? Serius lo? Kok bisa dia mau di ajak jalan." Novan tampak terkejut.

"Serius lah, kan lo yang ngasih nomernya terus nyuruh gue hubungin dia duluan."

"Yang bikin heran itu kok Listya mau, setau gue temennya Mia ini tertutup banget sama cowok. Ya bisa dibilang anti lah. Kok mau aja ketemuan sama lo, Dam?"

"Pasti bisa lah, apa sih yang gak bisa dilakukan seorang Adam Rich?"

"Sok ganteng lo, Dam."

"Gue sih udah ganteng dan kece dari lahir ya. Nggak ada cewek yang nggak ngantri buat dapetin perhatian Adam Rich,” ucap Adam dengan bangganya.

“Iya-in aja lah,” jawab Novan.

“Yah nggak percaya, coba mana suaranya yang nggak ngarepin cinta gue? Nggak ada kan?”

“Ya lo bilangnya di sini, coba pake toa sana. Pasti banyak yang nggak minat sama lo,” timpal Mahesa.

“Ngomong-ngomong lo ngapain aja sama Listya? Dia kan rada galak.” Novan kini mengambil posisi duduk samping Adam, ia menepuk bahu sahabatnya itu dengan pelan.

“Ya ngobrol lah, masa War COC! Dan gue setuju sama lo, Listya emang muka-muka galak.”

“Tapi menurut lo dia cantik, kan?” tanya Novan lagi.

“Ya segitu mah lumayan lah, nggak jelek-jelek banget. Masuk lah ke list cewek yang cocok jadi pasangan gue. Cuma kalo boleh jujur, lebih bohay Irene, Nindy, Safana... Hm, siapa lagi ya?” Adam berusaha mengingat sesuatu.

“Heran ya gue sama lo. Jomblo tapi kesana-sini, murahan tau nggak. Ikutin jejak gue dong, nikah.”

Mahesa kini hanya mendengarkan obrolan dua sahabatnya. Perdebatan Adam dan Novan baginya adalah hal biasa. Belum lagi kalau ada Faris, makin ramai perdebatannya.

“Justru karena gue jomblo jadi bebas mau sama siapa aja dan ngapain aja. Nanti kalo ada yang cocok gue nikahnya sama satu cewek kok. Sekarang mah lagi menikmati masa muda dan bebas.”

“Terserah lo aja deh, Dam.” Novan mulai menyerah.

“Ya dari pada Mahesa. Gitu doang gagal move-on padahal cewek bukan cuma Fadia aja.”

“Apa ya? Gue diem aja kok kena juga?” protes Mahesa.

Sontak Adam dan Novan tertawa.
“Lo yakin masih bertahan buat nggak jalan sama siapa-siapa?” tanya Adam lagi.

“Emang harus banget ya gue lapor ke kalian kalo gue jalan atau lagi deket sama cewek?”

“Jadi, lo lagi deket sama cewek? Siapa?” Novan mulai antusias.

“Yang lagi suka ke orang terus bilang-bilang ke sahabatnya itu cukup cewek aja. Cowok mah nggak usah rumpi dong,” jawab Mahesa.

“Mahes, serius deh. Ini bukan maksud rumpi, tapi ini bagian dari antisipasi. Gue nggak mau di antara kita jalan sama cewek yang sama. Jangan sampe ngerusak persahabatan, jadi kalo kita sama-sama terbuka masalah ginian kemungkinannya kecil kalo kita suka sama cewek yang sama.” Nada bicara Adam mulai terdengar lebih serius.

“Tumben lo ngomongnya bener, Dam. Copas dari google ya?” timpal Novan. “Tapi gue rasa omongan Adam ada benernya juga, kayak gue aja nih sama Mia kan terbuka. Jadi nggak ada yang rebut Mia dari gue kan?”

“Kalian nggak bakal kenal kali. Lagian aneh ya, gue kan nggak ngerasa deket sama tuh cewek. Kenalnya aja baru kemaren-kemaren dan kalian nggak usah kepo tentang gimana pertemuan gue sama dia.”

“Siapa juga yang mau tau pertemuan kalian, nggak penting. Gue cuma tanya nama yakali dia salah satu selir gue kan nggak lucu,” kata Adam.

“Audy, Raisa, Vanilla, Chika, Melsi, Nindy, Jessie?” Novan mulai menyebutkan dugaannya satu-satu.

“What is her name?” tanya Adam tidak sabaran.

Her name is Nengsih.”

Mengucapkan nama Nengsih, Mahesa jadi teringat sesuatu. Ya, mereka masih ada sangkutan masalah ongkos bengkel. Sebenarnya ia bisa saja menganggap lunas namun entah kenapa di mata Mahesa, Nengsih adalah gadis yang unik. Meskipun galak dan jutek.

“Ulangi siapa namanya?” pinta Adam.

“Kuping lo budos juga. Namanya Nengsih. Iya kan?” tanya Novan memastikan.

“Iya, namanya Nengsih.”

“Bagus deh. Nggak ada selir gue yang namanya Nengsih. Jangan sampe kita kencanin cewek yang sama ya, Mahes.”

“Tenang, jatah masing-masing, Dam.” Novan menepuk-nepuk bahu Adam.

“Eh, si Faris kemana ya?” tanya Adam.

“Tadi udah nelepon gue sih, dia datang agak telat,” jawab Novan.

“AHA!!!” Seperti muncul lampu bohlam di atas kepala Adam. “Gue rasa dia lagi ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.”

“Ngapain, Dam? Udah tutup kali jam segini,” kata Novan.

“Nama dia kan typo, ya mau benerin Akte kelahiran lah.”

Typo apa sih, Dam? Namanya nggak salah ketik,” jawab Novan.

Typo kali, harusnya Paris, bukan Faris.”

“Itu nama kota, pea!” Novan mulai gemas.

Mereka bertiga tertawa bersama. Adam ini ada-ada saja.

oOo

Bersambung..

Kalo nemu typo bisikin ya.. tolong hihi

Follow Instagram : aggiacossito

Mau lanjut kapan? Wkwkwk

Gimana perasaan kalian setelah baca part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top