Dasar Jin Tomang!

Vote dulu, boleh?😍😍

oOo

Kenapa sih setiap gue pengen ngejauhin seseorang tapi malah makin deket? Ada yang pernah ngalamin? Bisikin gue gimana cara ngatasinnya.
-Listya-

.....

Mahesa berusaha membangunkan ‘Nengsih’ yang tertidur sambil membuka mulutnya. Itu yang membuat Mahesa gemas sepanjang film diputar. Mungkin sekitar setengah jam Mahesa nonton film sambil sesekali melirik gadis yang tertidur di sampingnya. Awalnya, Listya memang menutup wajah dengan tangan karena ketakutan namun setelah tidurnya mulai lelap tangan gadis itu sudah tidak memegangi wajah lagi. Tentu itu membuat Mahesa bisa dengan jelas melihat mulut terbuka Listya saat tidur.

“Nengsih, bangun!” Mahesa terus berusaha membangunkan dengan menyentuh lengan Listya.

Lampu teater sudah menyala, sebagai tanda bahwa film sudah selesai diputar. Akhirnya Mahesa tak ada pilihan lain selain membangunkan Listya secara paksa.

Listya mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Perlahan kesadarannya berangsur-angsur muncul.

“LO!” ucap Listya setengah berteriak, namun posisi mereka yang di jajaran belakang ditambah para penonton lain sibuk bersiap meninggalkan teater sehingga kecil kemungkinan bisa mendengar teriakan Listya.

Setelah itu Listya mengepalkan tangannya dan meninju pipi Mahesa, membuat lelaki itu tersungkur membentur kursi yang ada di depan jajaran seat couple. Tentu Mahesa tersungkur bukan karena tenaga Listya yang seperti Samson. Ini semata-mata karena gadis itu menyerangnya secara mendadak tanpa permisi.

Listya memeriksa tubuhnya ternyata masih berpakaian lengkap. Ia juga mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Ia memerhatikan para penonton lain yang jumlahnya semakin sedikit, itu pun sedang berjalan meninggalkan teater.

Listya langsung bangkit. “Minggir lo! Gue mau lewat.”

Mahesa langsung mengikuti Listya yang sedang berjalan dengan lambat. Betapa tidak, nyawa Listya masih belum seratus persen kumpul.

Merasa Mahesa menyusulnya, Listya berusaha mempercepat langkah namun sialnya Listya lupa menjaga keseimbangan saat menuruni anak tangga. Listya merasa tubuhnya akan terjatuh namun sesuatu menahannya. Ya, Mahesa menyangga tubuh gadis itu. Keduanya terkejut dan sama-sama terpaku selama lima detik sampai pada akhirnya mereka tersadar dan Mahesa langsung melepaskan Listya, lalu membantunya kembali berdiri.

“Lo gapapa?” tanya Mahesa, yang dijawab gelengan oleh Listya.

“Lo itu bangun tidur, masih linglung. Biar gue bantu ya?” ucap Mahesa sambil meraih tangan Listya dan membimbingnya menuruni anak tangga menuju pintu keluar.

“Terima kasih dan sampai jumpa kembali," ucap wanita penjaga pintu sambil menyilangkan tangannya di dada.

Tuhan, Ini acara apa sih? Batin Listya. Terlebih saat Mahesa menggandeng tangannya.

Akhirnya saat baru saja keluar Listya langsung menepis tangan Mahesa dan mengambil langkah seribu agar bisa meninggalkannya. Beruntung gadis itu tidak pernah memakai high heels, di saat perempuan lain memakai sepatu hak setinggi 12 sampai 25 cm, bagi Listya sepatu kerjanya yang tiga centi saja sudah masuk kategori tinggi.

Listya kemudian duduk di kursi panjang dekat pintu keluar dengan perasaan tenang karena sudah berhasil meninggalkan Mahesa. Lagi pula, urusannya dengan lelaki aneh itu sudah di anggap selesai sejak keluar dari teater tadi.

Kayaknya gue udah aman, semoga Mahesa kegencet eskalator dan nggak bisa nemuin gue di sini ...

“Minum dulu.” Seseorang menyodorkan sebotol air mineral. Sontak Listya langsung menoleh.
Tidak, ternyata Mahesa tersenyum ke arahnya. Kalau sudah seperti ini dugaan semakin kuat kalau Mahesa bukan manusia.

Perasaan gue udah ninggalin dia deh, kenapa sih nih spesies masih aja ngikutin gue? Fix Mahesa Jin Tomang!

“Ini minum, emang nggak capek lari-larian?” ucap Mahesa lagi kemudian mengambil posisi duduk di samping Listya.

Listya ingin sekali mengeluarkan segala sumpah serapah untuk mengusir Mahesa namun saat melihat wajah Mahesa, lelaki itu terlihat tulus.

Fix. Mahesa selain oplas ternyata suntik botox juga! Mukanya memanipulasi.

“Makasih,” jawab Listya kemudian. Ia menerima botol tersebut lalu meminumnya dalam jumlah yang banyak dalam sekali teguk.

“Eh tapi ini nggak pake sianida, kan?” tanya Listya sambil memutar tutup botol agar isinya tidak tumpah.

“Ya nggak lah, kalo ada sianidanya gue juga nggak akan minum kali.”

Listya terkejut. “Lo minum ini juga? Jadi ini bekas lo.”

“Ya tadi gue sempet belinya satu, lo nya kabur-kaburan aja sih kayak tikus aja. Mana sempet beli dua. Buru-buru. Lagian minum punya lo ketinggalan di dalem. Makanya kalo di bioskop itu nonton, bukan tidur.”

Listya tidak peduli disebut tikus, saat ini ia berusaha memuntahkan air yang diminumnya namun tak bisa, bahkan sampai matanya memerah.

“Apa-apaan sih lo, Nengsih? Cleaning service bakal lebih repot kalo lo muntah di lantai gini.”

“Oh, jadi lebih cocok muntah di muka lo ya!” ucap Listya geram.

“Gue yakin nyawa lo sekarang udah kumpul deh, terbukti galaknya kumat. Dan asal lo tau, pipi gue sakit kena tinju lo.”

Listya ingat, karena terkejut saat terbangun ia langsung melayangkan tinjuan pada pipi mulus Mahesa. Tapi ia tidak menyesal, bukankah itu hal yang wajar?

Sukurin lo, bekas oplasnya biru kan!

“Lo jebak gue ya? Jangan sampe tadi lo macem-macem pas gue tidur! Lagian sengantuk-ngantuknya gue, mana mungkin sampe ketiduran? Lo pasti naro sesuatu di minuman gue supaya gue tidur dan lo bisa...” Listya menggantung kalimatnya. Rasanya frontal sekali kalau ia mengatakan Mahesa sudah grepe-grepe.

“Supaya lo bisa macem-macem,” lanjut Listya.

“Nengsih, lo kira gue sejahat itu? Bahkan lo bisa-bisanya ya berpikiran negative sama orang yang pernah bantu lo.”

Ini cowok macam apa sih? Kok jadi ngungkit gini? Lagian siapa juga yang pengen dibantu sama dia, bukannya dia yang bantu gue tanpa gue minta, kan? Huh!

“Au ah! Intinya lo licik,” jawab Listya.

“Licik lo bilang? Jangan sembarangan, Nengsih. Kalo gue licik tadi pas lo lari-larian pasti lo kepeleset. Bahkan saking licik bangetnya di eskalator pun lo bisa ngegelundung ke bawah.”

“Gue bilang licik, bukan licin. Ya Tuhan, kebanyakan micin lo!” Listya makin geram. Ingin rasanya ia menelepon nine one one dan melaporkan sikap Mahesa yang menistakan hidupnya.

Mahesa malah terkekeh. Semakin Listya galak, semakin membuatnya merasa ingin terus berbicara dengan gadis itu.

“Ya udah sana pergi, urusan kita udah selesai kan?”

“Emang tempat ini punya lo sampe nyuruh gue pergi?” jawab Mahesa santai.

“Oke fine, gue yang pergi!” Listya berdiri, lalu melangkah menuju pintu keluar.

“Nengsih!” panggil Mahesa. Namun Listya tidak menoleh. Akhirnya Mahesa meraih tangan Listya sehingga dengan sangat terpaksa gadis itu berbalik badan lagi.

“Ada apa sih? Lo cita-citanya jadi benalu..” ucapan Listya terhenti saat melihat Mahesa mengangkat tasnya.

Pake acara ketinggalan segala. Boleh tepok jidat nggak sih ya Tuhan..

“Sengaja ditinggalin ya? Biar ngobrol lagi sama gue? Ngaku!” goda Mahesa.

Namun Listya tak menjawab ucapan Mahesa karena matanya fokus melihat sepasang remaja berjalan ke arahnya. Ya, itu adalah Tio. Ini bisa jadi bencana kalau bertemu adiknya dalam kondisi seperti ini. Sialnya Tio dengan Jesica sedang berjalan ke arah pintu keluar.

Tanpa pikir panjang lagi, Listya menarik tangan Mahesa. Membawanya keluar dari tempat itu.

“Mobil lo mana?” tanya Listya terburu-buru.

“Di parkiran lah.” Mahesa kebingungan dengan sikap Listya.

“Gue ikut sampe ketemu taksi!” Listya kembali menarik tangan Mahesa menuju parkiran.

“Ada apa sih? Jalan aja coba, kok lo hobi banget lari-larian?”

“Cepetan mana mobil lo!” Nada galak Listya naik ke level dua.

Akhirnya Mahesa berjalan menuju mobilnya, sementara Listya mengikuti Mahesa dengan sikap waspada karena khawatir Tio melihatnya bersama Mahesa. Meski Tio sudah pasti di parkiran motor namun rasa khawatir akan selalu ada kalau ia belum meninggalkan tempat itu.

Beberapa saat kemudian, Listya sudah ada di dalam mobil Mahesa. Mobil tersebut mulai melaju meninggalkan tempat itu.

“Lo kayak dikejar setan tau nggak.”

“Lo setannya!” jawab Listya.

Listya jadi teringat Mamanya yang mengatakan kalau Tio membawa motornya untuk kerja kelompok.

Tuhkan, gue bilang juga apa. Tio pasti bawa motor gue buat pacaran sama Jesica jedar jedor itu. Mama sih nggak percaya!

Listya kemudian membuka tas mencari smartphonenya. Lebih baik ia segera memberi tahu mamanya. Kini, isi tasnya sudah mirip dunia permen karena berantakan sekali permen di dalamnya. Rupanya smartphone gadis itu sejak pagi memang tidak aktif, itu sengaja ia lakukan untuk menghindari pesan berantai atau telepon dari Adam Rich. Ia pun menekan tombol cukup lama untuk mengaktifkannya.

“Lo bilang gue setan? Berarti lo mau di ajak nonton sama setan?”

“Berarti lo ngaku ya kalo lo setan?” tanya Listya sambil menunggu smartphonenya menyala.

“Nengsih, mana ada setan ganteng?”

Cih! Ini orang ngaku ganteng? Oh iya, Mahesa kan Muka oplasan plus suntik botox!

Smartphone sudah Listya benar-benar aktif, bunyi pesan silih berganti. Siapa lagi yang sms kalau bukan operator? Andai saja data internetnya aktif pasti sudah penuh dengan notifikasi wattpad dan line.

Tapi ada satu pesan yang menjadi pusat perhatiannya, yaitu pesan dari jangkrik sawah.

Adam Rich Sakit Jiwa

Listya, lo mau mas kawin apa sama maharnya? Bilang aja jangan pura-pura nggak mau ketemu gitu. Pokoknya kita bareng ya ke nikahan Mia sama Novan nanti. Lo mau baju dari berlian buat dipake ke acaranya? Yok beli sekodi sekalian. Tapi kita ketemu yaa...

Bener-bener sakit jiwa nih orang!

Listya kembali menonaktifkan smartphonenya sebelum Adam meneleponnya, lebih baik ia membicarakan masalah Tio pada Mamanya nanti saja saat sudah di rumah.

“Lo nggak tau cara pake sabuk pengaman ya? Bilang dong biar gue pakein,” ucap Mahesa kemudian.

“Nggak usah, gue turun di situ aja. Gue pulang sendiri.”

“Gue laper,” ucap Mahesa.

“Hah? Lo kira gue peduli? Mau lo laper, ngantuk, bodo amat ya. Emangnya lo siapa?”

“Gue Mahesa Ramaditya Hasan.”

Ya Tuhan, rasanya Listya ingin menjedotkan kepala Mahesa ke dashboard mobil. Tapi, kalau dipikir-pikir sebenarnya Listya juga merasa lapar. Ia memang belum makan hari ini. Ditambah aktivitas larinya tadi membuat lapar yang tak mau ditoleransi.

“Gue juga bisa denger suara perut lo, Nengsih. Ternyata emang beda ya kalo perut laper cewek galak bunyinya bukan kruyuk-kruyuk, tapi geradag gerudug.”

Listya ingin menyanggah namun sialnya perut gadis itu berbunyi lagi. Bersamaan dengan itu mobil Mahesa berbelok ke arah restoran.

“Makan dulu ya, abis ini terserah lo mau kemana aja. Tapi plis makan dulu. Gue laper,” ucap Mahesa.

Sepulang dari sini, gue bakal cari tau cara daftar buat jadi penduduk Asgardia. Fix, gue bakal daftarin Mahesa tinggal di sana.. Bila perlu Adam Rich sekalian..

oOo

Bersambung...

Yeaaay update lagi.. Jangan lupa Vote Comment dan Share yaa biar semangat update terus tiap hari..

Btw, Gia ngetik ini sambil denger lagu Havana-Camila Cebello berulang-ulang. Nggak tau kenapa kalo udah play lagu di repeat terus terusan. Untung sendiri, jadi nggak ada yang protes karena bosen dengernya.. #malahcurhat😂😂

Menurut kalian, Mahesa tuh gimana sih? Apakah seperti yang Nengsih pikirkan?

Instagram : Aggiacossito

Terakhir, bisikin kalo ada typo 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top