Beneran Baik? atau...
Klik VOTE dulu sebelum baca, boleh? 😂😂😂😂😂
oOo
Mitos atau fakta?
Cinta bisa bikin orang jadi fanatik.
Satu menit lagi, adalah genap satu jam Listya menunggu Mahesa. Ia kebetulan tidak memiliki pulsa sekarang. Bahkan, Listya mencoba meminjam pulsa siaga atau pulsa darurat pada operator yang pembayarannya otomatis potong pulsa saat mengisi pulsa namun gagal. Operator tidak mau berbaik hati meminjamkan pulsa siaga tersebut dengan alasan Listya belum membayar utang pulsa siaga yang lama. Ya Tuhan, kalau sudah seperti ini tidak ada pilihan lain selain menunggu Mahesa datang. Gadis itu mengamati hilir mudik orang yang keluar masuk bengkel.
Listya melirik uang di dompet yang jumlahnya sangat membuat miris. Sepertinya masih bisa untuk membeli pulsa lima ribu, ia tidak bisa terus-terusan di sini. Akhirnya, Listya berjalan menuju konter pulsa yang letaknya tepat di samping bengkel.
Tak butuh waktu lama pulsanya sudah terisi. Ia pun kembali ke bengkel agar bisa segera menelepon Mahesa.
Sesampai di bengkel, ia melihat lelaki itu tersenyum ke arahnya.
Sial, percuma ngisi pulsa...
"Gue kira lo udah ke sini duluan," ucap Mahesa tanpa merasa berdosa.
"Gue udah di sini dari sejam yang lalu. Gue abis beli pulsa, mau nelepon lo! Kok nggak dateng-dateng."
"Lo nungguin gue?"
"Pake nanya, nih liat nih." Listya menunjukkan layar smartphone-nya menunjukan stopwatch aktif yang baru saja ia stop bertuliskan 01:11:33. "Lo udah bikin gue nunggu sejam lebih."
"Ya sori. Lo kan nggak bilang mau jam berapa. Mana gue tau lo pulang kerja lebih dulu dari gue."
"Ya udah buruan ambil motor gue, tadi gue udah nyoba ambil sendiri tapi nggak bisa. Harus sama lo."
"Iya, tunggu ya, Nengsih. Lo duduk dulu aja."
Nengsih...Nengsih..Nengsih.. What the...
Listya kemudian mengangguk, ia duduk di kursi yang tersedia. Beberapa saat kemudian ia terperanjat dan memikirkan berapa rupiah yang harus ia bayar. Ya ampun, kenapa Listya baru kepikiran sekarang? Uang pinjaman bahan kue Mamanya sudah dibayarkan pada Mia. Lalu, bagaimana nasibnya sekarang?
Tanpa pikir panjang, ia langsung menghubungi Mia. Ternyata pulsa lima ribunya berguna juga. Listya yakin, hanya Mia dan selalu Mia yang bisa membantunya kali ini.
Selama beberapa detik hanya terdengar RBT lagu 'Jaran Goyang'
Angkat dong, Miong... Listya berharap-harap cemas.
"Iya, Lis?" sapa Mia di ujung telepon sana. Terdengar suara berisik, membuat Listya sedikit menjauhkan ponselnya.
"Miong.. lo lagi di mana sih, ampun berisik banget. By the way Lo bisa bantu gue nggak, ini emergency banget."
"Hallo.. Apa Lis? Ulangi, gue lagi di ultahnya sodara nih jadi nggak bisa denger omongan lo." Mia setengah berteriak.
"Lo bisa transfer ke gue dua ratus rebu nggak? Gue butuh banget buat bayar ke bengkel nih."
"Iya, Lis. Di sini ada wafer kok. Banyak malah, pulang dari sini gue bawain ke rumah lo ya."
"Transfer, Mia.. Bukan wafer. Lo keluar dulu napa, ini urgent banget!!" Listya mulai mengeluarkan seperempat tanduknya.
"Iya urgent deh. Jomblo mah aneh, wafer doang dibilang urgent. Tapi serius lho nanti gue mampir ke rumah lo sekalian gue mau ketemu Tante Ratih. Dia pasti belum tau gue mau nikah."
"TRANSF..."
Belum sempat Listya melanjutkan kalimatnya, bunyi tut panjang menandakan panggilan sudah terputus karena pulsanya habis.
Sial, kalo gini gimana caranya gue bayar ke Mahesa? Itu juga kalo Mahesa mau bayarin, kalo nggak? Mati gue.. Miong, ayo dong telepon balik.
Jangan heran kenapa belum satu menit namun sambungan teleponnya sudah terputus, separuh pulsanya terpotong untuk membayar pulsa siaga beberapa hari yang lalu. Itu pun belum lunas sepenuhnya. Listya akan kehilangan pulsanya lagi nanti untuk pelunasan akhir.
Selama beberapa saat Listya masih berharap-harap cemas menunggu sahabatnya menelepon balik. Namun sepertinya Mia benar-benar sibuk. Andai saja tadi Mia bisa mendengar ucapan Listya dengan jelas, pasti sahabatnya itu tanpa ragu langsung meminjamkan uang padanya, tanpa ada keraguan sedikitpun. Sahabat seperti Mia memang harus diabadikan agar tidak punah.
Sekarang yang jadi masalahnya adalah Listya tidak tahu harus berbuat apa. Semoga di bawah tiga puluh ribu, sehingga Listya tak perlu pusing mencari uang untuk membayarnya.
"Hallo Kakak!" Suara cempreng seorang gadis berhasil membuat Listya terkejut.
Gadis itu sudah berdiri tepat di hadapan Listya. Ia berusaha mengingat-ingat, karena rasanya Listya sudah pernah melihat gadis dengan pakaian dan aksesoris serba pink sebelumnya.
"Kakak lagi apa di sini?"
"Lagi benerin motor yang bocor," jawab Listya. Ia baru ingat, gadis di hadapannya adalah teman Tio. Namun ia lupa siapa namanya.
"Kak, masih inget aku nggak?"
"Inget."
"Siapa coba, Kak?"
"Temennya Tio, kan?"
"Yes! Betul. Selamat Kakak mendapatkan payung cantik," kekeh Jesica. "Iya, aku temennya Tio. Jesica Iskanandar."
"Bodo amat!!! Mau Jedar atau Jedor sekalian nggak peduli!!" Tentu Listya mengucapkannya dalam hati.
"Ngapain kamu di sini, Jesica?" tanya Listya. Setidaknya dia masih orang Indonesia yang pandai berbasa-basi, meski sebenarnya ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan dari pada menyapa Jesica.
"Biasa, aku lagi mempercantik motor," jawab Jesica sambil menunjuk motornya yang sedang ditangani oleh seorang mekanik.
Motor yang Jesica tunjuk keseluruhan berwarna pink. Bahkan sampai ban juga berwarna pink. Apa-apaan ini?
"Suka banget sama warna pink, ya?"
"Cinta banget, Kak. Banget-banget lah pokoknya," jawab Jesica dengan mata berbinar.
Ya ampun, apa kecintaan seseorang terhadap sesuatu bisa membuat orang tersebut jadi fanatik?
"Motornya udah bisa di ambil," ucap Mahesa tiba-tiba. Rupanya lelaki itu sudah kembali.
Listya dan Jesica refleks langsung menoleh ke arah Mahesa.
"Ya udah, aku ke sana dulu ya. Barangkali salah, jadi musti diliatin," pamit Jesica, ia juga menunjukkan senyum manis cerianya.
Setelah Jesica pergi, rasa khawatir kembali melanda Listya. Ia takut jika ongkos bengkelnya mahal, sangat tidak lucu jika memiliki utang pada Mahesa.
Listya jadi ingat, dia pernah membaca novel tentang segala hal yang berhubungan dengan uang biasanya laki-laki yang membayar. Mungkinkah dalam kasus ini Mahesa lah yang akan membayar seperti di novel-novel?
"Ini," ucap Mahesa sambil memberikan nota.
Listya pun menerimanya kemudian membaca dengan seksama, totalnya adalah Rp. 469.000,- Tentu ia langsung terbelalak melihat nominal yang harus ia bayar. Listya sampai menajamkan matanya siapa tahu penglihatannya bermasalah.
What? Ini nggak salah? Kalopun gue minjem duit dua ratus rebu ke Mia Mallen bakal tetep kurang? Fix ini pemerasan.
"Ini harganya nggak wajar banget buat ukuran nambal ban, masa hampir setengah juta," protes Listya sambil memberikan kembali notanya pada Mahesa.
"Itu nggak cuma nambal, tapi sekaligus ganti ban. Parah banget ban lo bahaya tau gundul gitu. Jadi ban dalem ditambal, ban luar yang gundul diganti." Mahesa kemudian memerhatikan nota tersebut. "Kita bisa liat di sini rinciannya, ganti ban luar depan belakang, ganti oli, service juga, ganti kanvas rem depan belakang berikut biaya pemasangan, ganti aki, cuci motor dan helm, isi bensin dan..."
Listya sudah tidak bisa mendengar dengan fokus serentetan kalimat yang Mahesa ucapkan karena dia malah memikirkan kapan terakhir kali memanjakan motornya. Sepertinya sudah lama sekali.
Ingin rasanya Listya berteriak, 'HARUSNYA TAMBAL BAN AJA, NGGAK USAH YANG LAIN-LAIN. INI KEMAHALAN DAN PEMERASAN!!!'
"Duh, gue nggak bawa uang cash nih," ucap Listya, tentu saja itu hanya alasan karena sebenarnya Listya sudah tidak memiliki saldo yang bisa diharapkan.
"Itu ada ATM bersama," ucap Mahesa sambil menunjuk ATM yang letaknya tidak jauh dari bengkel itu.
Fix, Mahesa bukan tokoh novel yang bilang 'Udah, nggak usah dibayar. Biar gue aja!'
"Nah, masalahnya gue lupa bawa ATM. Lo kirim nomer rekening aja deh. Nanti gue transfer." Listya mengatakan alasan alternatifnya.
Bodo amat, besok juga gue gajian kan? Tapi.. ini beneran nambah daftar tagihan gue. Fix sial banget.. Ya Tuhan, tolong..
Mahesa bungkam selama beberapa saat.
"Kenapa? Lo nggak percaya sama gue?"
"Gue percaya kok, ya udah nanti gue kirim nomer rekeningnya."
Kan... Fix, Mahesa bukan cowok idaman.
"Tapi lo nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Mahesa.
Listya menggeleng. Ia sebenarnya sedang di landa kepanikan jadi sedikit gugup. Ditambah terkejut karena harus membayar ongkos bengkel semahal itu. Benar-benar di luar ekspektasinya.
"Eh, serius lo nggak apa-apa? Muka lo pucat!"
"Muka gue dari dulu gini kali," sanggah Listya.
"Gue udah ketemu lo lebih dari tiga kali. Lo pucat, serius. Lo duduk sebentar ya."
"Eh? Mau apa?"
"Sebentar, nanti gue balik lagi," jawab Mahesa sambil berlalu pergi.
Tak butuh waktu lama, Mahesa sudah kembali menghampiri Listya. Tangannya membawa sebotol minuman isotonik.
"Minum dulu," ucap Mahesa sambil memberikan minuman tersebut. Listya menerimanya dengan ragu-ragu.
"Makasih ya." Listya kemudian membuka tutup botol yang biasanya sulit, ia selalu meminta bantuan Mia setiap membuka tutup botol. Tapi, ada yang berbeda kali ini botolnya sangat mudah dibuka. Mungkinkah Mahesa menaruh sesuatu pada minuman itu misalnya sianida atau zat berbahaya lainnya? Kemungkinan terparah, jangan-jangan Mahesa sudah meminumnya lebih dulu lalu meludahinya.
"Lo pasti bingung kenapa segelnya udah dibuka? Tenang, nggak gue minum kok. Gue cuma punya firasat kalo lo bakal kesulitan buka tutupnya. Jadi mending gue buka sebelum kasih ke lo."
Ya ampun, ini serius? Mahesa kesurupan atau apa?
Listya pun kemudian meminumnya. Kebetulan ia sangat haus.
"Sekali lagi makasih ya," ucap Listya sambil menutup botol minuman.
Belum sempat Mahesa menjawab, Listya langsung bangkit dari tempat duduk.
"Lo mau kemana?"
"Gue mau pulang."
"Serius? Perlu gue anter?"
"Nggak usah, makasih. Gue bisa pulang sendiri."
"Tapi kan lo pucet gitu. Gue anter gapapa, serius."
Mahesa pasti pengen tau rumah gue, biar gue nggak kabur. Mungkin dia khawatir gue nggak bayar utang..
"Masalah ongkos bengkel, nanti gue transfer kok. Jangan khawatir."
"Lah kok nyambungnya ke ongkos? Gue kan cuma pengen anter lo pulang. Serius gue takut kenapa-kenapa."
"Kalopun gue kenapa-kenapa, itu urusan gue. Sebelumnya makasih banyak. Gue permisi ya," jawab Listya, hampir saja ia mengeluarkan tanduknya.
"Oke, lo hati-hati di jalan ya, ini kunci motornya."
Listya mengangguk. Ia kemudian berjalan menuju motornya, memakai helm dan pergi dari tempat itu.
Mahesa masih memerhatikan Listya yang mulai menjauh, sampai pada akhirnya Listya benar-benar menghilang.
oOo
Bersambung...
Thanks yang udah VOTE. Yang belum jangan lupa vote comment dan share yaa..
Gia ada pertanyaan buat...
Kalian yang masih sendiri, kenapa betah sendiri? Enaknya apa?
Kalian yang udah punya pasangan, enaknya punya pasangan itu apa?
Sharing yuk. Yakali ada yang mau berubah haluan (tuker posisi...) wkwk
Gia usahain fast update cerita ini kok. *ngetik sambil nunggu jodoh* haha
Btw sambil nunggu update-an. Gia rekomendasi cerita Gia yang udah TAMAT.
Ini masih LENGKAP lho di wattpad... Baca yuk hihi
Judul : Piece of My Life
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top