Oculoplania
Gemerlap kota Osaka selalu menjadi pelengkap pandang melalui cahaya dari gedung-gedung kota setiap malamnya. Menandakan aktifitas tak semudah itu mati saat senja telah lenyap, tidak terkecuali bagi mereka yang memang masih menjalankan kegiatan-kegiatan khusus; mungkin masih bekerja atau sekadar menghabiskan waktu untuk mencari hiburan semata guna melupakan beban realita sejenak. Di mana pelawak jenius dan terkenal tinggal, Sasara Nurude, lelaki dengan status pemimpin divisi pula sedang menempati satu gedung khusus--- ramai akan tamu acara, setidaknya faktual tersebut adalah bukti betapa tak meragukan kemampuan sang lelaki dalam menghibur banyak orang. Walaupun banyak suara mengatakan seberapa cukup kotor pekerjaan Sasara dahulu, ketahuilah, mereka dominan tidak peduli; mengingat apa yang keluar dari mulut sang lelaki tak jauh mengenai sebuah komedi menyenangkan di atas panggung. Lagipula penginjak teritorial akan membuat pihak yang tidak menyenangi justru semakin bungkam; Sasara jelas adalah manusia dengan sisi memperhitungkan--- ia merupakan penguasa dan titik atensi, menandakan kehidupannya jauh berbeda dibandingkan masa lampau.
Tentu, Sasara lebih menyenangi kehidupannya sekarang. Walaupun malam telah datang, seluruh titik cahaya atensi menyambut eksistensi sang lelaki dengan sangat baik. Jauh lebih dihargai, mungkin? Atau pada posisi demikian, Sasara jelas bisa melakukan banyak hal dan menaikkan harga diri di depan banyak orang.
"Maaf mengganggu, Tuan Nurude. Anda diminta oleh Nona [Surname] untuk bersiap-siap sebentar lagi di belakang panggung."
Suatu panggilan terdengar dari luar ruangan setelah sebuah ketukan pelan menyambut daun pintu. Di mana suara salah satu kru acara cukup terendam karena halangan dari akses keluar-masuk yang masih berada pada posisi tertutup. Sasara sendiri tidak menyadari sekitar setengah jam telah berlalu dengan diri berada pada posisi duduk di salah satu kursi sofa seiring memandang keberadaan fisik melalui cerminan kaca di hadapan. Tetapi gerak tangan membuat kipas model tradisional sedikit berpindah, terlihat masih pada keadaan tertutup--- ujung benda itu sedikit menyentuh bagian samping dagu seraya menatap ke arah pintu dari pantulan kaca. Membuka suara sebagai tanda akan membalas pesan yang dititipkan. Tidak ada siapapun, tetapi Sasara jelas memutuskan mengulas senyuman tipis pada saat sela kalimat dikeluarkan.
"Ya~ Aku akan ke sana sebentar lagi." Sasara menjawab. Suara khas yang terdengar unik dan memang terkesan cukup lucu, aksen khas ditunjukkan sebagai pelengkap dalam melawak. Sang lelaki tidak pernah memikirkan hal lain, asal memang pembawaan itu menguntungkan--- akan tetap ia jalani. Walaupun tidak dipalsukan, tetapi Sasara tahu jelas cara memainkan intonasi untuk kepuasan pribadi.
"Baiklah."
Keheningan kembali melanda ruang tunggu saat Sasara memutuskan tidak mengatakan apa-apa lagi. Keberadaan kru tentu mengenyahkan diri dari bagian luar pintu menuju titik pekerjaannya, sedangkan sang lelaki mengamati refleksi diri dengan sangat baik; memiliki helai rambut dengan warna gradasi dari hijau tua menuju muda. Mengenakan pakaian formal dengan corak unik, walaupun terpandang buruk pada selera busana--- jelas pakaian tersebut memang mencolok dan menarik perhatian banyak orang. Pada Kota Osaka, Sasara Narude, sebagai pelawak terkenal dan diakui, mereka dominan tidak menghakimi selera itu. Dan dengan cara demikian, Sasara membuktikan seperti apa sebuah pride yang dia miliki dari cara demikian. Lagipula menurutnya, hanya orang bodoh menghakimi seseorang dari cara berpakaian. Mengingat saat mereka meninggal, pakaian tersebut tidak ikut dibawa mati, bukan?
"Hm." Sasara sadar akan sesuatu dan kesadaran itu membuat diri sedikit mengerutkan alis. Kedua netra di balik kelopak mata berbentuk menampakkan rasa tak senang--- ia merasa bahwa sebuah permasalahan yang baru ia lalui dari hari kemarin telah membuat dampak baginya sekarang. Tentu, Sasara tidak bisa membiarkan kendala tersebut bertahan lama; walaupun jadwal tampil jelas tidak bisa dihindari karena telah diatur secara pasti. Saat ini, pikiran Sasara penuh akan rasa jenuh.
Apa yang harus Sasara lakukan? Punggung yang bersandar kini menegap bersamaan salah satu kaki yang menyilang tampak bergerak turun hingga telapak alas sepatu menyentuh permukaan keramik. Kentara memajukan tubuh hingga wajah semakin mendekat pada depan permukaan kaca, memerhatikan jelas ekspresi wajah seiring satu tangan bebas bergerak naik--- jemari beralih menyentuh helai depan rambut sampai memutuskan menyisir depan rambut ke arah belakang. Decihan keluar seraya kedua alis mengerut, kini Sasara memoleskan ekspresi secara jelas dan natural. Tetapi pelampiasan itu tidaklah cukup. Justru jauh dari kata cukup. Oh, tidak, jika sang lelaki terus seperti ini dan belum pula beranjak keluar, maka sosok wanita itu akan menghampiri serta menggerutu. Pada akhirnya tangan diputuskan bergerak menjauh, menjatuhkan depan helai rambut seiring kedua kaki membawa tubuh untuk berdiri secara utuh guna diarahkan menuju pintu keluar. Perubahan ekspresi berganti menjadi semula--- walaupun kondisi pikiran tidak mengalami hal sama seperti yang diinginkan.
---
Oculoplania
Sasara Nurude x Reader (LEMON)
! R-18 !
[Quick and semi-public sex]
Please be a wise reader. Peringatan sudah diberikan dan keputusan selanjutnya untuk membaca adalah konsekuensi tersendiri. Saya hanya memiliki plot cerita pada fanfiksi singkat ini.
---
Sesuatu hal pasti, mereka semua--para penonton--kentara menunggu waktu pertunjukkan tiba. Sebagian besar jelas membunuh waktu dengan perbincangan atau memang sekadar mengamati sekitar interior ruangan sebagai sarana mencuci mata. Waktu kian semakin larut, tetapi sumber cahaya dan semangat atmosfer menciptakan kesegaran dari setiap pengunjung. Begitupula bagi mereka yang memang membawa rasa letih; segelas kopi hangat menjadi pelepas kantuk sementara atau bahkan tidak memikirkan cara bagaimana bisa terlelap tidur berkat efek jangka panjang dari cairan kafein. Sasara memang jelas mengetahui kondisi tersebut, dengan kedua kaki mulai memasuki daerah belakang panggung--- pandangan pertama yang ia tangkap adalah sebuah sosok wanita berambut [Hair Color]. Dengan kondisi mahkota digerai, mengenakan gaun lurus selutut; dengan model demikian, kentara pakaian tersebut menjiplak bentuk tubuh sang wanita dengan sangat baik. Sepasang heels pendek tampak melangkah pelan dan menciptakan suara benturan pelan serta dinamis di atas permukaan lantai, mengitari garis lurus berulang seakan menggambarkan sisi gugup. Maka saat sang wanita menyadari keberadaan Sasara, kedua kaki berhenti bergerak seraya kedua netra [Eyes Color] menaruh atensi.
"Baru saja aku ingin mendatangimu, Sasara."
Pemilik suara jelas membuat kedua alis Sasara sedikit bergerak naik. Saat ujung kuku feminim yang awalnya sedikit digigit kini diturunkan, pada saat itu juga sang lelaki berpikir bahwa posisi mereka seperti tertukar. Ah, wanita ini memang selalu memikirkan posibilitas terburuk--- bukan karena alergi dengan efek atas panggung atau semacam itu; lagipula pekerjaan menemani sang bintang adalah untuk membantu menyiapkan dan mengatur, tidak perlu ikut terlihat pada pertunjukkan di atas panggung. Maka terlihat Sasara tidak membalas langsung melalui kata, selain melepas tawaan tertahan--- berjalan lebih masuk; salah satu tangan berada di belakang punggung dan satu tangan lagi tampak membuka kipas tertutup dan mengibasnya pelan pada samping wajah. Senyuman mencerminkan perasaan geli seperti mengolok sang manager, [Full Name], secara tidak langsung.
"Selamat malam, [Name]~ Sudah siap menggantikanku di atas panggung?" Kalimat iseng dari mulut Sasara sukses membuat [Name] kembali menoleh dengan kedua mata sedikit membelalak. Menangkap posisi sang lelaki yang tampak melewati keberadaannya menuju bagian gorden sebagai penghalang antara belakang dan depan panggung. Kedua kaki berhenti, kembali menutup kipas dan mengarahkan ujung untuk menyingkirkan sedikit bagian sisi kain; kedua mata sejenak memerhatikan situasi luar dengan senyuman tipis tetap terulas. Semua orang menunggu, tetapi belum waktunya bagi sang lelaki untuk melangkah keluar sesuai dengan aba-aba.
"Leluconmu terdengar buruk tahu." [Name] terkadang heran dengan kekurangan Sasara, tetapi jelas sebuah gurauan itu tidak cocok dilontarkan kepada sosok wanita yang mudah menanggapi sesuatu dengan serius. Jelas, kalimat tersebut tidak bisa membuatnya tertawa bahkan membaik. Untung saja tawaan dari seluruh penonton adalah hal pasti untuk waktu mendekat nanti. "Apa yang kau lakukan di dalam ruang tunggu? Biasanya kau datang ke sini tanpa harus diberitahu."
Walaupun pertanyaan dilontarkan atas tangkapan sederhana, tetapi kepekaan tersebut membuat Sasara tidak langsung menjawab untuk kedua kalinya. Memang benar, inisiatif sang lelaki sudah mengarahkan diri karena unsur mencintai pekerjaan, tetapi karena kali ini berbeda--- Sasara memang tampak tak siap; jelas telah menutup dengan baik, kecuali dari sosok manager yang telah mengetahui kebiasaan sang lelaki. Bisa saja Sasara menggunakan alasan sederhana serta cerdik, tapi pada akhirnya sang lelaki sama sekali tak mendapatkan solusi baik. Hanya menghindar, itu saja.
"Terdapat sesuatu yang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini." Sasara meminggirkan posisi kipas hingga sisi gorden kembali menutup daerah belakang panggung secara sempurna. Dengan gerak tangan mengarahkan, ujung kipas berakhir menyentuh samping pelipis sang lelaki--- begitupula pandangan menaruh atensi kepada sang wanita, senyuman masih terulas jelas. "Sekarang, otakku menjadi penuh dan merasa jenuh, loh."
[Name] tidak mampu melakukan balasan langsung selain merasa terkejut. Sangat jarang bagi Sasara mengalami kendala demikian, mengingat sang lelaki sendiri selalu menghabiskan waktu berjam-jam untuk menciptakan bahan hiburan bagi banyak orang di dalam ruang pribadi-- lantas masalah apa yang bisa membuat sang lelaki merasa sedikit terhalang? Sang wanita merasa sosok di hadapan adalah sosok pekerja keras, walaupun memang karakteristik dari seorang Sasara tidak menampakkan sisi demikian di mata masyarakat. [Name] merupakan salah satu orang yang menaruh respek kepada sang lelaki secara diam-diam. Maka setidaknya, apakah ia bisa membantu setelah mengetahui keadaan sekarang? Tentu, mengundur pertunjukan adalah hal mustahil dan sangat beresiko.
"Apa yang terjadi, Sasara?" [Name] bermaksud mendengarkan walaupun memang sebentar saja. Kedua kaki melangkah perlahan, bermaksud mendekati sosok lelaki agar interaksi lebih dimudahkan-- Sasara sendiri memang masih beradu pandangan kepada lawan bicara. Salah satu alis bergerak naik sebagai reaksi setelah menangkap pertanyaan yang dilontarkan dengan suara lembut bersirat sebuah perhatian. Tetapi, setidaknya, Sasara masih bisa mengetahui sebuah faktual; bahwa jikalau ia memutuskan bercerita, jelas sekali waktu yang disediakan tidak akan memberi pengaruh banyak. Sebuah rangkaian alur kejadian pasti memakan waktu lama, dan sang lelaki bukanlah tipikal manusia dengan kepuasan tersendiri saat melontarkan potongan masalah. Apalagi permasalahan itu memiliki hubungan dengan masa lalu di mana telah ia tinggalkan, tetapi memang tidak bisa dihindari atas dampak momentum tertentu. Sebuah pertemuan yang menjengkelkan dan kentara memberikan kesan tidak menyenangkan di dalam pikiran.
"Sasara?" [Name] mengetahui bahwa waktu pertunjukan semakin dekat dan keputusan Sasara untuk tetap bungkam bisa saja menciptakan dampak tidak baik untuk ke depan. Maka kembali memanggil guna memancing adalah salah satu usaha, tetapi begitupula sadar bahwa sang lelaki tak memberi respon positif untuk menceritakan--- sang wanita merasa bahwa Sasara harus segera mencari solusi untuk menjernihkan pikiran dalam kurun waktu lima belas menit. Tetapi, [Name] tidak tahu, bahwa sang lelaki memang menyimpan cara lain yang tak pernah diduga oleh sang wanita.
Sasara sendiri memiliki kendala tersendiri. Bukan hanya karena merasa menceritakan tidaklah cukup, tetapi sebuah gejolak memang tersimpan secara bertahap--- seorang pelawak terkenal dan seorang manager, jelas sekali mereka tidak terbatasi sekadar status itu saja pada ranah pribadi. Sasara masih menunggu kapan jemari mampu melepas rindu dengan cara menelusuri permukaan kulit tubuh telanjang milik [Name], menyentuh hingga memuaskan hasrat nafsu; tetapi sebuah kesibukan selalu menghalangi dan sukses menciptakan tumpukan pada diri. Well, apakah Sasara sudah berpikir gila sekarang? Ia diam-diam menelanjangi sang wanita di dalam pikiran dan tindakan tersebut sukses membuat kondisi berputar menuju fantasi liar. Ekspresi bertahan sama, pikiran bermain dengan ruang kasat mata; pihak adam mampu menyadari akan tindakan pribadi saat gairah seksual melonjak pada saat itu juga. Tetapi Sasara secara jelas tidak berniat untuk menghilangkannya dengan paksaan, ia justru akan melampiaskan.
"[Name]."
Panggilan itu bermakna.
Pelan dan berat.
Menekan dan menggoda.
Perubahan tersebut tanpa main-main sukses menyalurkan sensasi di sekujur tubuh sang wanita. Membuat [Name] mengingat seberapa kejam suara itu secara mampu telak menaklukkannya pada momen bercinta, keberhasilan dari pesona milik Sasara Nurude, mendominasi dan membuat sang wanita tidak sadar dengan apa yang keluar dari dalam mulut; meminta, memohon, bahkan memuji sampai memuja--- semua suara itu menjadi ironi unik untuk indra pendengaran sang lelaki. Tetapi saat dilontarkan pada momen sekarang, [Name] tampak tidak cukup gila untuk memikirkan apa kemungkinan yang akan hendak dilakukan oleh Sasara. Sayang sekali, sang lelaki justru merupakan manusia dengan pikiran gila tersebut. Perhitungan dengan kondisi dan sebuah keberanian, dua aspek pasti di dalam diri Sasara menjadi pelepas keputusan absolut.
"Aku tidak akan menceritakanmu apa-apa untuk sekarang." Sasara telah menurunkan kipas sedaritadi, tetap melepas senyuman tipis bersamaan kedua kaki melangkah mendekat-- beserta memberi jarak pada bagian pembatas belakang dan depan panggung. Sang lelaki pun tampak melepas tawaan singkat. "Tetapi apakah kau ingin mendengarkan permintaan dari lelaki satu ini~?"
[Name] sukses menahan napas. Kentara kepala mendongak saat perbedaan tinggi mereka semakin terlihat setelah kedua kaki sang lelaki mendekatkan jarak. Pada perbincangan kasual, setidaknya sang wanita bisa membalas dengan sebuah perlawanan dari berbagai bentuk; entah memang ikut bergurau atau serius, tetapi kali ini tanda yang diperlihatkan oleh Sasara membuat [Name] merasa goyah dengan keyakinan untuk bertindak. Selain memutuskan menunggu kalimat selanjutnya sembari secara tak sadar memegang lebih erat sebuah buku catatan yang memang terjepit pada sisi lengan dan depan tubuh. Laju jantung membuat ritme adrenalin, mengutuk sang lelaki karena dengan mudah terlihat tenang bahkan kasual. Pernahkah Sasara setidaknya menghargai kondisi hati sang wanita? Bagaimana mudah dibuat terasa seperti dimainkan hingga menjadi kacau.
"Oh? Kau tidak menjawab, [Name]? Kalau begitu, jadilah gadis baik untuk lima belas menit ke depan. Aku membutuhkan itu~"
"Tung---"
Sasara memang tidak memberikan kesempatan. Saat sesuatu yang diharapkan seperti kedua kaki berhenti melangkah dan memutuskan berhadapan menjadi musnah, [Name] bisa merasakan sebuah dorongan atas ledakan gejolak yang mulai membuat tubuhnya bergerak mundur--- diikuti tubuh dari pihak sang dominan bergerak maju, berakhir membuat sang wanita terperangkap saat punggung sedikit membentur permukaan tembok pada sisi ruangan. Kedua tangan tidak hanya menahan, tetapi telah mencengkram pelan masing-masing bahu setelah sang lelaki secara gesit menyelipkan kipas tertutup pada samping saku celana; mulut Sasara menyerang agresif, sempat menjilat dahulu bawah bibir [Name] sebelum memaksa masuk tanpa permintaan manis. Sang wanita refleks mengerang, tetapi tindakan tak disengaja tersebut memancing sebuah dorongan pada ciuman agar membuat bungkam; karena tindakan mereka adalah sebuah dosa yang bisa saja diekspos dengan mudah. Lalu dengan begini pula, [Name] bisa-bisa ikut menggila atas tindakan sinting sang lelaki untuk menukar sentuhan intim pada tempat yang tidak seharusnya.
"N-Ngh." Jika saja permukaan kulit mereka tidak terbalut oleh sehelai kain, maka masing-masing depan tubuh sudah dipastikan akan saling menukar suhu. Sayang sekali [Name] hanya mampu merasakan permainan lidah pada ciuman dengan unsur melahap bahkan menghisap-- membuat kedua mata terpejam sangat rapat seiring kepala semakin didongakkan saat salah satu tangan Sasara bergerak hingga jemari menaikkan bagian dagu sang wanita. Gerah dan panas--- [Name] tidak bisa melakukan apa-apa saat ia mulai merasakan dampak dari kegiatan mereka. Memutuskan menggerakkan kedua tangan, melingkar di sekitar leher sang lelaki sebagai tanda bahwa ia sama sekali tidak bisa melawan, tetapi justru menerima. Demi apapun yang terjadi selanjutnya--- mereka jelas melakukan hal senonoh di balik pembatas panggung. Persetan bagi Sasara, tetapi tidak bagi [Name]. Kendali? Ada pada sang lelaki.
"Jangan terlalu banyak mengeluarkan suara, [Name]~. Kau tidak mau kru datang dan menonton cara kita bercinta, bukan?" Sasara secara tiba-tiba melepas ciuman, kedua kelopak mata terbuka hingga membentuk lekungan eyes smile--- netra memandang pada jarak dekat bersamaan sebuah pertanyaan dengan kalimat berunsur kotor diperdengarkan melalui suara seduktif dan memancing. Tetapi, pertanyaan tersebut justru membuat kedua kaki [Name] merasa semakin lemah serta menegang. Kedua netra [Eyes Color] ikut terbuka, sibuk merauk napas setelah menerima serangan awal dari Sasara. Sedangkan sang lelaki? Hanya perlu satu tarikan dan dorongan napas.
Pada akhirnya Sasara hanya melepas tawaan tertahan dan terkesan berat. Sadar bahwa [Name] sama sekali tidak bisa menjawab, maka ia berakhir tak ingin membuang waktu tersisa--- memutuskan merubah tawaan menjadi gumaman yang mengitari sekitar tenggorokkan. Sebuah lagu bernada ceria seiring kedua tangan berpindah posisi; memberi usapan menggelitik pada sekitar permukaan kulit kaki sang wanita dan sukses menciptakan rasa menegang jauh lebih kuat dibandingkan lemas, membuat [Name] mempertahankan posisi agar tidak terjatuh. Tetapi sedikit mengerang protes seraya menenggelamkan wajah pada bahu sang lelaki; memeluk lebih erat dengan kedua tangan yang masih mengitari sekitar leher.
"Hm, hm. I love you, so hold me tight~" bisikan menyampaikan satu kalimat itu benar-benar membuat tubuh [Name] tidak bisa menolak gejolak seksual yang semakin menggebu. Di mana kedua jemari menggelitik kini secara senonoh mulai menurunkan celana dalam milik sang wanita setelah dikaitkan pada dua sisi dengan menggenakan jemari, mengekspos bagian kemaluan saat tangan tersebut lagi-lagi berpindah tindak dan menaikkan gaun terusan agar lebih memberi ruang. Napas [Name] kian memberat, mengusap wajah di atas bahu Sasara; mulai merasakan tubuh berkeringat dingin. Sasara sendiri sedikit menoleh seraya melepas tawaan pelan, kalimat miliknya benar-benar direspon setelah kedua tangan melingkar itu semakin mengerat dalam memeluk. Untuk kedua kalinya.
Lantas apa lagi yang bisa [Name] respon? Sang wanita jelas merasa was-was dengan suara di sekitar mereka, selalu berpikir bagaimana jikalau orang lain memutuskan mendatangi dan tidak sengaja menatap perbuatan dua sejoli ini? Hati merasa bersalah dan kentara menunjukkan bahwa perbuatan mereka tidak baik di tempat demikian, tetapi sayang sekali tubuh merasakan sebuah getaran di mana rasa excited ikut pula hadir dan menciptakan adrenalin dalam sisi gaifah berupa nafsu--- vagina menghasilkan cairan jauh lebih banyak hingga menunggu seperti apa rasanya disambut dengan cara bercinta demikian. [Name] ingin memohon agar lebih baik dilanjutkan, tetapi saat kedua mata mengintip ke arah bawah; ia bisa mendapati kedua tangan Sasara sudah beralih menurunkan celana panjang beserta boxer miliknya setelah resleting telah dibuka. Sang wanita meneguk saliva, kepemilikan milik lelaki itu jelas telah menegang.
"A-Ah ..." Sisa waktu semakin menipis dan Sasara jelas tidak mengatakan apa-apa lagi selain melampiaskan rasa tidak sabarnya, di mana hendak mencapai tujuan untuk mengosongkan pikiran seraya memenuhi hasrat bergejolak. [Name] sebisa mungkin menahan desahan saat kepemilikan sang lelaki secara mudah menerobos masuk berkat cairan vagina dari sang wanita--- gerak masuk perlahan tidak memakan waktu lama menjadi kencang dan cepat. Sasara kembali melepas tawaan, walaupun sebuah erangan serta napas memburu menjadi paduan saat tubuh melepas energi jauh lebih banyak. Memuaskan diri dan juga sang wanita pada titik intens tidak main-main. Hingga keringat sekalipun membasuh permukaan leher sang lelaki, kedua pikiran memang secara nyata menjadi kosong dan larut sementara pada nafsu duniawi.
"!!!" Saat [Name] mengira klimaks akan berhasil ia lewati, Sasara mendadak menghentikan gerak secara total setelah menangkap suasana luar panggung yang kian menjadi tenang. Menciptakan erangan lembut berunsur protes dan frustasi dari mulut sang wanita, mau tidak mau ikut melonggarkan pelukan dari kedua tangan saat sang lelaki hendak melepaskan diri. Suara aba-aba berupa awal penyambutan terdengar dari salah satu kru acara, membuat titik klimaks digagalkan karena waktu yang sudah masuk ujung tanduk. Sasara sendiri justru melepas kekehan; setidaknya masih tahu cara bertanggung jawab dengan cara membenarkan kondisi [Name] seperti semula.
"Sayang sekali~" Sasara ikut membereskan dirinya tanpa menunjukkan sisi mengeluh saat menggagalkan klimaks sang wanita bahkan dirinya sendiri. Mengamati bagaimana kedua tangan [Name] bergerak, sedikit membenarkan kembali pakaian dengan wajah merona. Kedua kaki menyempit dan saling bersentuh sisi, merasa tidak nyaman karena gagal mencapai klimaks dan juga tak nyaman dengan unsur basah karena cairannya sendiri. Untuk sekarang, pikiran sang lelaki tidak lagi dipenuhi oleh rasa jenuh.
"Lalu jangan khawatir, hm?" Setelah merasa seluruh bagian sudah kembali rapi, terlihat Sasara masih sedikit mengatur napas--- satu tangan meraih kipas di balik saku celana, tubuh sedikit membungkuk; bermaksud mengarahkan wajah di samping telinga milik [Name], sebelum memberi lirikan di mana satu tangan diposisikan pada belakang punggung. Satu tangan lain membuka kipas dan sedikit memberi gerak mengibas pada permukaan kulit leher yang masih meninggalkan jejak keringat. "Kita akan melanjutkannya setelah ini. Jadi, bersabarlah~"
[Name] mengeratkan pegangan buku yang masih ia pertahankan untuk digenggam. Menatap penuh rasa jengkel, walaupun bersyukur tidak ada siapapun menangkap perbuatan mereka-- sang wanita memberi tatapan rasa tidak suka, ekspresi frustasi masih membekas jelas dan hampir membuat Sasara melepas tawaan berlebihan setelah diperhatikan.
"You're the worst, Sasara Nurude."
Tawaan terlepas singkat pada mulut Sasara. Tidak membalas apa-apa selain menatap sejenak, kedua kaki sang lelaki justru mengenyahkan diri dari belakang panggung--- melepas senyuman geli sebelum benar-benar menembus bagian gorden guna menyambut penonton sesuai aba-aba. Sedangkan [Name]? Ia berteriak di dalam hati, masih bersandar dengan kedua mata terpejam kemudian. Semua yang telah dilalui tidaklah cukup. Dan sang wanita harus menunggu setelah ditinggalkan seperti ini!
.
.
.
"Selamat malam semuanya! Apakah kalian menunggu penampilan dari seorang Sasara Nurude? Haha, oh, udara malam ini terasa panas, bukankah begitu? Atau hanya diriku yang merasa demikian~?"
.
.
End.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top