OCHACHIO || 5
Mungkin dia memang selalu ada dihatimu. Tapi dirimu selalu ada dihatiku.
-Raninditha Ocha-
🐀🐢
"Udah wangi gini anak mamah mau ke mana?" tanya Sena mamah nya Chio.
"Malam mingguan dong mah, sama Ocha."
"Malam mingguan sama Ocha? Emang Ocha nggak punya pacar?"
"Pacar? Belum mah, dia mah nggak mau pacaran dulu,"
"Oh! Terus pacar kamu mana?"
"Chio belum punya pacar mah."
"Nah cocok tuh, kamu jomblo Ocha juga jomblo. Kenapa nggak pacaran aja kalian. Mamah setuju kok kamu sama Ocha."
Chio memasang ekspresi kaget. "Pacaran sama Ocha mah? Jangan mah, kita kan dari kecil udah sahabatan masa pacaran. Nggak ah!"
"Loh masa di antara kalian nggak punya perasaan sih. Bukan nya kalau sahabatan antara cewek sama cowok pasti ada yang baper."
"Kok mamah jadi kepo, punya perasaan atau nggak nya kan kita yang ngerasain. Lagian Chio nggak punya perasaan apapun sama Ocha." Chio memandang wajah Sena dari cermin.
Sena tersenyum dengan selidik. "Masa Chio nggak punya perasaan sama Ocha?"
"Mamah aja atuh mau nggak Chio pacarin. Chio ikhlas kok jadi yang kedua, mah."
"Iya kamu ikhlas jadi yang kedua buat mamah. Tapi kamu di giniin sama papah kamu mau?"
"Di pites sama papah kayak kutunya Ocha gitu?"
Sena tertawa dengan terkekeh. "Kamu nggak boleh gitu sama Ocha."
"Hehe! Bercanda aja mah. Ya udah mah aku pergi dulu ya,"
"Iya, jangan kemaleman nggak baik kamu bawa anak gadis keluar malem."
"Siap mamah Chio."
Chio bergegas pergi keluar dari kamar nya.
🐀🐢
Ocha dan Chio sekarang sedang berjalan-jalan di keramaian kota. Mereka sesekali melihat-lihat aksesoris dan yang lain nya.
Tangan mereka saling menggengam erat. Seakan-akan orang yang melihat mereka adalah sepasang kekasih yang sedang di mabuk asmara.
Malam ini mereka mengenakan sweater warna pink dengan bentuk gambar dan nama yang berbeda-beda.
Sesekali Chio tertawa atas gurauan nya yang membuat Ocha kesal.
"Cha itu bagus tuh, mau nggak?" tanya Chio menunjuk ke arah toko boneka. Dan Chio menunjuk pada boneka tikus yang berukuran besar.
"Nggak mau, di rumah udah banyak boneka tikus. Dan itu lo yang beli," kata Ocha.
"Tikus itu lucu, Cha."
"Kata lo lucu. Tapi kata gue sih nggak,"
"Terus kalau nggak mau boneka tikus. Mau apa?" tanya Chio.
Mau Ocha, Chio liat Ocha. Pikirnya.
Tanpa sengaja Ocha melihat dua orang yang dia kenali nya berada di tempat yang sama meski jarak yang cukup jauh.
"Chio kita ke sana aja yuk!" ajak Ocha sembari menarik lengan Chio.
Akan tetapi Chio melihat orang yang sama Ocha lihat. "Cha bentar, itu Idyla sama Fagi 'kan?"
Alasan Ocha mengajak Chio pergi karena, ia tidak ingin Chio melihat Idyla sama Fagi yang juga ada di sana. Ocha tidak ingin membuat Chio merasa cemburu melihat Idyla dengan Fagi.
"Mana gue nggak liat kok?" tanya Ocha pura-pura.
Chio tidak ingin membuang waktu lagi. Chio segera menghampiri Idyla dan Fagi.
Genggaman tangan mereka yang tadinya erat sekarang terlepas. Ocha merasakan ada sesuatu yang hilang. Sentuhan tangan dari Chio membuat Ocha nyaman namu setelah terlepas, Ocha merasa ada yang hilang.
Ocha memperhatikan Chio dari kejauhan. Sembari tersenyum getir.
"Idyla?" tanya Chio.
"Chio!"
Chio memandang Fagi. "Lo sama dia?" tanyanya pada Idyla.
"Iya tadi nggak sengaja ketemu di sini," sahut Idyla.
"Lo ganggu gue deh," keluh Fagi.
"Siapa yang ganggu lemot. Lagian gue kaget aja, kalian 'kan di sekolah sering ribut. Lah di sini gue liat kalian akrab banget," ucap Chio.
"Lo sama gue aja." Chio menarik lengan Idyla. Namun Fagi juga menarik lengan Idyla.
"Idyla tadinya sama gue, Chio." ujar Fagi.
"Nggak mau, Idyla kan sahabat gue, jadi Idyla harus sama gue," ucap Chio dengan kukuh.
Ocha yang masih di posisi yang sama. Menatap betapa Chio yang menginginkan Idyla agar pergi bersama nya.
Akhirnya Ocha melihat-lihat ke tempat lain. Tanpa ingin menghampiri Chio.
Ocha menghentikan langkahnya tepat di samping jembatan sembari memasukan kedua tangan nya di saku sweater.
Pandangan nya mengarah pada langit.
Terkadang sahabat itu memang segalanya. Tapi terkadang sahabat juga dapat menumbuhkan rasa cinta. Meski pun hanya salah satu dari mereka yang menyadari adanya cinta.
Ocha menghirup udara dengan menikmati semilir angin yang menerpa ke wajah nya.
"Masa iya gue cemburu," ucapnya dengan tertawa getir.
"Ocha harus seneng liat Chio bahagia. Nggak boleh cemburu, Ocha nggak boleh egois,"
Seorang cowok menghampiri Ocha sembari melipat kedua tangan nya. "Anak tikus lagi galau ya?"
Ocha menoleh ke samping bertepatan dengan seorang laki-laki yang menunjukan gigi putihnya. "Kak Jiwa? Ngapain di sini?"
"Pengen renang tapi salah tempat,"
"Renang di sini lebih enak loh kak. Mau nyoba nggak? Biar gue dorong lo dari sini, mau?" tanya Ocha.
"Boleh nanti kalau gue mati, lo tanggung jawab ya. Terus gue gentayangin lo tiap malem, mau?"
"Boleh tuh kak,"
"OCHA!"
"Hehe! Bercanda kak, lagian lo juga sih segala pengen renang, udah tau ini jembatan,"
"Kan gue udah bilang salah tempat."
"Iya sih!"
Jiwa memperhatikan Ocha dari samping. "Tumben sendiri. Biasanya lo sama si uler jantan?"
"Biasa kak kalau cowok kan suka ribet,"
"Kebalik tuh, cewek biasa nya yang suka ribet,"
"Sama aja kak. Kak Jiwa sama siapa? Oh gue tau, lo sendiri 'kan nggak ada pasangan nya."
"Kata siapa gue nggak ada pasangan nya. Kan ada lo, lo juga sendiri 'kan?"
Ocha mendorong bahu Jiwa dengan pelan. "Mau nya lo. Lo sama kak Aiden?"
"Tadi nya iya. Cuman gue tinggalin si Aiden di semak-semak," ucap Jiwa dengan terkekeh.
"Di semak-semak? Ngapain?"
"Tadinya gue, Aiden sama Fagi lagi liatin cewek sexy banget. Tapi cewek sexy itu udah punya cowok. Dan seketika Aiden pingsan di sana."
"Masa pingsan?"
"Maksudnya pingsan pura-pura. Nah gue sama Fagi punya ide cemerlang, akhirnya gue iket Aiden di sana." Jiwa kembali tertawa dengan lepas. Mengingat kejadian di mana dirinya dan Fagi mengikat Aiden di semak-semak.
Ocha justru ikut tertawa, bagaimana ketika dirinya melihat wajah Aiden sedang marah pada Jiwa dan Fagi.
"Jahat banget sama kakak gue," ucap Ocha di sela-sela tawa nya.
"Aiden emang galak, tapi kalau sama sahabat sendiri dia mah ntar juga baik lagi."
Apa yang di katakan Jiwa memang benar. Mereka memang selalu jail dengan sahabatnya sendiri. Namun mereka tidak bisa marah lama-lama. Karena mereka masih dapat membatasi mana bercanda dan mana ketika sedang serius.
Ocha berterima kasih pada Jiwa. Karena Jiwa telah membntu Ocha sedikit melupakan tentang Chio bersama Idyla.
"Cha, gimana kalau kita ke sana aja," ajak Jiwa menunjuk ke arah kedai es krim. "Tapi kalau lo mau sih!"
Ocha sempat berpikir antara mengiakan dan menolak. "Ya udah boleh deh. Tapi lo yang bayar ya kak,"
"Padahal belum di tempat nya loh, Cha. Tapi lo udah kode aja,"
Ocha hanya nyengir kuda.
Jiwa merangkul Ocha. Bahkan Ocha tidak menolaknya. Pasalnya bukan untuk pertama kali bagi mereka. Jadi mereka tidak merasa canggung lagi.
Jiwa sudah menanggap Ocha adalah adiknya. Yang mesti dia lindungi dan menjaganya. Selayaknya Aiden yang menyayangi Ocha dan Airen.
🐀🐢
Chio akhirnya dapat menjauhkan Idyla dari Fagi. Dan sekarang mereka tengah asyik melihat badut sedang mempermainkan sulap nya. Chio merangkul pundak Idyla seakan-akan orang lain tidak boleh menyentuh Idyla.
"Chio gue laper!"
"Laper? Ya udah kita cari makan," ucap Chio.
Idyla mengangguk.
Chio telah melupakan Ocha. Bahkan dia tidak tahu ke mana Ocha pergi.
"Lo mau makan apa?" tanya Chio. Chio sama sekali tidak pernah melepaskan rangkulan di pundak Idyla. Dan bahkan Idyla tidak merasa risih.
"Pengen makan pedes, kira-kira apa ya?" kata Idyla.
"Lo jangan di biasain makan pedes," omel Chio.
"Tapi gue lagi pengen makan pedes,"
"Ya udah kita makan mie ayam di sana enak tuh," tunjuk Chio ada penjual mie ayam.
Akhirnya mereka menghampiri penjual mie ayam yang tidak jauh dari posisi mereka berdiri.
🐀🐢
Jangan lupa Vote & Coment nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top