OCHACHIO || 4

Punya sahabat itu indah ya, layaknya pelangi hadir setelah hujan turun.
-Segura Chio-

🐀🐢

Di rumah Aiden sedang bernyanyi dan menggoyang-goyangkan pinggul nya kesana kemari mengikuti alunan musik, meski musik yang berputar tidak sesuai yang mereka berjoget. Bukan hanya Aiden tetapi Fagi dan Jiwa melakukan hal yang sama seperti Aiden.

Kelakuan mereka memang seperti itu jika di rumah bersikap apa adanya dan malu-maluin jika kata Airen dan Ocha. Apalagi kata Chio lebih dari maluin.

Tetapi mereka akan menjadi sepeti cowok perfect jika sudah berada di sekolah. Dan bersikap seperti cowok yang cool, dan galak.

Musik yang di putar begitu keras. Airen yang berada di kamar sebelah Aiden merasa terganggu. Dan dia beranjak kaluar dari kamar nya.

"AIDEN!" teriak Airen di depan kamar Aiden sembari mengetuk pintu Aiden beberapa kali.

Usaha Airen hanyalah sia-sia saja berteriak memanggil Aiden. Karena musik berputar benar-benar keras. Mana mungkin ketiga laki-laki itu yang tengah asyik berjoget mendengar teriakan Airen.

"Astagfirullah! Saking kesepian nya mereka menghibur diri sendiri kayak gitu," keluh Airen.

"Mah pah, cepet pulang Airen nggak kuat ngadepin sodara kembar gila banget,"

Akhirnya Airen lebih memilih keluar dari rumah. Dia pergi menuju taman belakang rumah. Tidak lupa dia juga menyumpal kedua telinganya dengan aerphone.

🐀🐢

30 menit sudah Ocha menunggu Chio di halte depan sekolah. Chio yang tidak kunjung datang membuat Ocha kesal.

"10 menit Chio bilang tapi ini udah 30 menit," ucapnya sembari melihat kearah jalan.

Ocha melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan nya. Jam sudah menunjukan pukul 16:30.

"Kalau gue naik taxi, terus kalau Chio ke sini nggak ada gue, gimana?" tanyanya pada diri sendiri.

"Padahal gue tadi bilang aja naik taxi. Jadi gue nggak harus nunggu dia di sini,"

Terdengar gemuruh petir kecil yang berbunyi di atas langit.

Ocha mendongkak ke atas. Dan awan hitam mulai berdatangan, perlahan awan hitam itu saling menyatu.

"Mana mau hujan lagi, Chio lama banget,"

Ocha mencoba menghubungi Chio. Akan tetapi ponsel Chio tidak aktif. Karena ada suara cewek yang berkata jika nomor yang di tujui Ocha tidak aktif.

Angin serta gerimis kecil mulai terlihat.

Perlahan gerimis itu menjadi rintikan sederhana. Setelah sederhana, hujan perlahan menjadi lebat.

"Kok malah hujan sih! Gue takut di sini sendiri," ucapnya dengan gelisah.

Suara petir yang keras membuat Ocha terkejut sembari menutupi kedua telinganya dan juga memejamkan kedua matanya.

"Chio gue takut," ucap nya dengan lirih.

"Gue di sini," balas Chio sembari memeluk Ocha dari samping.

Mata Ocha terbuka mendongkak memandang Chio. "Chio!"

Sekujur tubuh Chio sudah basah terkena air hujan.

"Nggak usah takut, ada gue," ucapnya. "Maafin gue ya kelamaan,"

"Kenapa lo nggak langsung pulang aja kalau gue lama?" tanya Chio lagi.

"Kalau gue balik duluan, ntar lo sendiri di sini."

"Maafin gue ya," ucap Chio.

Ocha mengangguk. "Gue nggak denger suara motor lo?"

"Ban motor gue kempes. Dan karna gue cuman khawatir sama lo, akhirnya gue tinggalin deh motor gue."

Chio khawatir sama Ocha, karna Ocha sahabat Chio. Batin Ocha.

"Hah! Itu 'kan motor kesayangan lo?" tanya Ocha.

"Itu emang motor kesayangan gue. Tapi lo juga sahabat kesayangan gue,"

Seketika Ocha terdiam merasakan ada sesuatu di dalam hati nya. Ocha paling lemah jika Chio sudah berkata seperti itu.

Beberapa detik mereka saling pandang. Ocha lebih dulu memutuskan kontak matanya dengan Chio.

Ocha langsung melepaskan jaket yang di kenakan nya. "Lo pake, ntar lo sakit,"

"Nggak Cha! Lo aja yang pake, gue udah biasa hujan-hujanan,"

"Chio!" ucap Ocha seperti tidak ingin di bantah. Akhirnya Ocha memakaikan jaket nya pada Chio.

"Jaket lo emang ke mana?" tanya Ocha yang menyadari jika Chio tidak mengenakan jaket yang sebelumnya Chio kenakan.

Chio menepuk jidatnya. Membuat Ocha mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Jaket gue kasih pinjem ke Idyla, nggak pa-pa kan?" kata Chio.

"Ya nggak pa-pa, itu kan jaket lo,"

"Besok gue ambil lagi deh,"

Ocha tersenyum kecut. Tidak begitu menanggapi ucapan Chio. "Lo kenapa harus hujan-hujanan sih! Kalau lo sakit gimana? Gue nggak suka kalau liat lo sakit. Ntar lo juga yang ngerepotin gue, biasanya orang kalau sakit pengen di urus sama nyokap. Tapi lo malah ke gue,"

"Hehe! Gue seneng kalau ngerepotin lo Cha."

"Tapi gue nggak suka di repotin sama lo, Chio!" Ocha melipat kedua tangan nya. Sesekali melihat guyuran hujan.

Chio hanya diam memperhatikan wajah Ocha dari samping.

Ocha yang menyadari jika Chio sedang memperhatikan nya menoleh pada Chio. "Apa liat-liat?!" tanyanya galak. Namun Ocha juga merasa malu jika di tatap seperti itu oleh Chio. Meski Chio sahabatnya sendiri.

"Liatin sahabat sendiri masa nggak boleh. Lagian gue seneng banget bisa ketemu sama lo, bisa sahabatan juga sama lo. Pokoknya lo sahabat terbaik yang pernah gue temuin Cha."

Sahabat? pikir Ocha.

"Makasih ya, Cha. Lo selalu perhatian sama gue, lo juga paling tau kesukaan gue, dan yang nggak gue suka."

Tapi lo nggak tau sama perasaan gue, Chio. Enggak deh, Chio lebih baik nggak boleh tau. batin Ocha.

Ocha tersenyum. "Lo gimana sih! Kita kan sahabat. Udah sepantasnya sahabat itu saling tau hal yang nggak suka dan suka. Masa sama sahabat nggak perhatian,"

Chio menarik ujung rambut Ocha.

"Chio!" ujar Ocha kesal.

"Maaf! Tapi gue sayang sama lo Cha."

Kedua alis Ocha mengkerut saling menyatu. "A-apa? Lo sayang?"

Chio mengangguk. "Iya, gue sayang sama lo karna kita bisa sahabat dari kecil," ucapnya sembari mencubit kedua pipi Ocha dengan gemas.

Seketika senyum Ocha lenyap. Ocha hanya diam ketika Chio terus mencubit pipi nya.

Ocha tau, kita emang sahabatan kok. Chio kan sayang nya sama Idyla. Batin Ocha.

"Alhamdulilah, Cha. Hujan nya udah redah, yuk kita pulang," ajak Chio.

Kenapa perasaan itu harus hadir. Pikir Ocha.

"Raninditha Ocha!" panggil Chio menyebutkan nama Ocha dengan lengkap.

Lamunan Ocha buyar. "Ah, iya. Udah redah hujan nya?"

"Udah ayo pulang,"

"Motor lo gimana?"

"Udah gue kasih tau supir papah, suruh bawa motor gue,"

Ocha mengangguk kecil.

"Naik angkot aja nggak pa-pa ya," ucap Chio.

"Nggak pa-pa kok. Emang udah ada angkotnya?"

"Ada tuh," tunjuk Chio ke arah angkutan umum yang hendak lewat ke arah mereka.

"Tumben jam segini masih ada angkot?"

"Udah nggak usah di pikirin yang penting kita pulang tanpa harus nunggu taxi lewat,"

Chio menyetop angkot. Dan angkot itu berhenti tepat di hadapan mereka.

"Cepet naik," titah Chio pada Ocha. Chio melindungi kepala Ocha. Takut jika kepala Ocha kejedot. Dan Ocha pun naik ke dalam angkot lebih dulu. Setelah itu Chio duduk di samping Ocha.

"Jalan bang," kata Chio.

"Masa saya di suruh jalan mas. Saya kan lagi nyetir,"

"Lah iya juga ya, maksud gue jalanin mobil nya."

Supir itu mengangguk lalu melajukan mobilnya.

Ocha melipat kedua tangan nya merasa kedinginan. Dan Chio menyadari itu.

Chio melepaskan jaket Ocha yang melekat di tubuhnya. Lalu Chio menyampirkan jaket di punggung Ocha.

Ocha mendongkak pada Chio. Ingin menolak namun dari tatapan Chio seperti tidak ingin di bantah.

Chio melingkarkan lengan nya di lengan Ocha. Dan Ocha diam-diam memperhatikan lengan Chio.

🐀🐢

Wangi semerbak khas sesudah hujan masih tercium oleh penciuman Ocha. Terdengar suara jangkrik-jangkrik yang saling bershutan.

Ocha sedang berada di depan balkon kamarnya. Sembari mengigit ujung kuku telunjuk nya.

Pandangan matanya mengarah pada kamar Chio. Biasanya tepat jam 8 malam, jendela kamar Chio akan terbuka. Dan si pemilik kamar itu akan berteriak memanggilnya dengan sebutan Ocha Ratu Tikus.

Ocha tiba-tiba terkekeh jika Chio sudah berteriak memanggilnya Ocha Ratu Tikus.

Ocha melihat dari si pemilik kamar yang ada di sebrang sana akan membuka jendela kamarnya.

Dan dalam hitungan 3, orang itu akan berteriak memanggil dirinya Ocha Ratu Tikus.

Ocha menghitung dari dalam hati.

"Tiga," gumamnya.

"OCHA RATU TIKUS!"

"CHIO RAJA KURA-KURA?!"

Mereka saling melempar tawa. 10 tahun sudah mereka selalu melakukan hal yang sama berteriak dengan sebutan yang sama.

"Ocha?"

"Apa?"

"Keluar yuk."

"Males gue,"

"Mules kenapa? Ngidam lo?"

"Iya gue ngidam pengen cakar muka lo!"

Chio tertawa.

Chio, maafin Ocha karna Ocha ngaku kalah, soal perasaan.

"Ayo Cha! Keluar yuk."

"Nggak mau Chio."

"Harus mau Ocha."

"Ya udah,"

"Gue siap-siap dulu ya,"

"Iya jangan lupa lo pake lipstick, pake pinsil alis, terus pake rok mini, sama--"

"Lo pikir gue cewek jadi-jadian!"

Ocha langsung ngacir ke dalam kamar dengan tertawa. Begitu pun dengan Chio.

🐀🐢

Jangan lupa kasih Vote & Coment nya.

Gimana masih asing nggak cerita nya pas kalian baca?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top