PART 6

Februari, 2008

Kudengar bel sekolah berbunyi tiga kali, saatnya istirahat pertama. Tak terasa sudah tiga jam pelajaran aku bersembunyi di UKS sekolah. Namun, belum ada kemauan dan kemampuan dalam diriku untuk balik lagi ke kelas.

Aku masih nyaman tiduran di sini, merangkai seluruh memoriku tentang Indra. Melampiaskan kedongkolan dan kekecewaanku dalam tangis, tanpa memedulikan pandangan aneh dari penjaga UKS.

Jangan salahkan aku! Bagaimana pun ini cinta pertamaku, jadi wajar 'kan kalau hatiku terasa pecah? Wajar 'kan kalau aku menangis? Sebenarnya, yang bikin aku sedih bukan karena Indra pacaran dengan Rani. Ya, sedih sih, tapi apa yang kudengat tadi, jauh lebih menyakitkanku. Aku terguncang. Aku malu.

"Ga! Mau nyantai di sini sampai kapan?" Suara May menyadarkanku dari lamunan.

Kugeser tubuhku agar May bisa duduk di pinggir ranjang UKS. "Males, May," desisku lemah.

"Lhah, piye tho, Ga? Mosok gur goro-goro patah hati, trus awakmu ngelokro ngene iki.[1]"

Aku mencubit lengan May, memberinya isyarat untuk mengecilkan suara. Jangan sampai petugas UKS mengetahui kebohongan kami.

Tadi May menyusulku ke kamar mandi, karena sampai bel masuk berbunyi pun aku belum balik ke kelas. Dia mendapatiku tengah duduk di lantai dengan bersimbah air mata.

Akhirnya, May membawaku ke sini untuk menenangkan diri. Ya, minimal sampai mataku tak bengkak lagi. Jadilah kami berbohong pada petugas UKS. May bilang bahwa aku kena dismenorea[2], sehingga perlu istirahat.

"Ayo, balik ke kelas ... atau kamu mau pulang aja, Ga? Daripada kamu di sini loyo begitu."

Aku berusaha bangkit dari rebah. "Nggak, May. Nanti malah orang rumah cemas," ucapku sembari menggeleng.

Aku tidak ingin Ibu tahu akan luka hatiku. Aku tidak ingin Ibu cemas. Terlebih aku mau ujian akhir seperti ini. Pasti Ibu bakal terus-terusan mengawasiku.

"Ya sudah, kalau gitu balik kelas sana! Aku mau ke kamar mandi dulu."

Kuikuti punggung May–yang berjalan menjauh–dengan ekor mataku. Dengan setengah hati kupakai sepatuku. Entah kenapa, ada yang mengganjal di hatiku. Jantungku pun berdetak tidak senormal biasanya, kali ini lebih kencang.

Aku sengaja berlama-lama membenahi seragam, biar masuk kelas pas bel berbunyi. Males rasanya melihat wajah Indra dan Rani. Ternyata benar kata orang, benci dan cinta itu bedanya setipis tisu toilet. Kena air langsung jadi bubur.

Baru tiga jam lalu aku begitu bersemangat untuk ketemu Indra, tapi sekarang malah berusaha menjauh. Baru tiga jam lalu aku merasa duniaku berpusat pada Indra, tapi sekarang duniaku berhenti berputar karenanya.

Kusedot oksigen sebanyak-banyaknya,  saat kakiku tepat berada di ambang pintu kelas. Semenit lalu bel masuk sudah berdentang, tapi suasana kelasku masih seperti pasar malam. Ramai sekali. Membuatku penasaran.

Kubuka pintu perlahan. Seketika itu juga derai tawa dan sorakan anak sekelas memenuhi gendang telingaku. Aku menatap heran pada May yang tengah berdiri kaku dengan wajah tegang.

"Apa sih yang dia lihat?" gumamku sembari mengikuti arah pandangnya.

Mataku membulat sempurna, saat kulihat Nisa berdiri di meja paling depan sembari mengacungkan tangan kanannya. Bukan masalah berdiri di atas meja yang membuatku kaget, tapi apa yang digenggamnya. Kotak merah jambu berbentuk hati dengan bunga mawar plastik.

Aku tidak mungkin salah lihat. Aku kenal betul dengan penampakan benda itu. Bagaimana caranya kotak cokelatku ada di Nisa? Seingatku, tadi masih ada di dalam tas.

Aku melangkah cepat mendekati Nisa. Jangan sampai dia membuka kotakku.

"Nis, bawa sini! Itu punyaku." Aku sudah berdiri di depannya, sembari menggapai kotak cokelat.

Bukannya menyerahkan padaku, kotak itu semakin diangkat. "Nah, temen-temen, lakon kita sudah datang!" ucapnya sembari tertawa.

"Nis, balikin!" ucapku dengan menaikkan volume suara.

"Eits, tunggu dulu. Woi, temen-temen, pada penasaran nggak sama isi kotak ini? Gimana kalau kita buka? Setuju?" tanya Nisa yang dijawab dengan gemuruh sorakan tanda setuju.

"Nis, jangan!" Aku berniat naik ke meja untuk mengambil cokelatku.

Namun, terlambat. Jemari lentik Nisa telah membobol keperawanan kotak cokelatku. Aku yakin, Nisa tidak mungkin berhenti di situ, dia pasti akan berbuat lebih untuk mempermalukanku.

"Wiiih, cokelat!" pekik Nisa sembari membuka lebar tutup kotakku.

"Nis, tolong kembalikan," pintaku memelas.

"Apaan, sih, Ga? Kita semua penasaran, kira-kira untuk siapa, ya, cokelat ini? Tunggu, ada suratnya!"

Secepat kilat kutarik kemeja Nisa, jangan sampai dia membaca suratku. "Nis! Bawa sini! Kamu nggak berhak ngambil barangku!" bentakku.

"Baca! Baca!" Kembali kudengar seruan penyemangat dari teman-teman sekelas.

"Eits, aku nggak ngambil, ya. Aku cuma nemu kotak ini di lantai, Ga. Makanya, kalau nutup tas yang rapet, biar nggak ada yang jatuh!"

Perasaanku berkecamuk, rasanya puncak kepalaku mau meledak karena menahan marah. Kembali kutarik-tarik tubuh Nisa, tapi dia tetap tak berniat mengembalikannya padaku.

"Aku bacain, ya!" Aku menggigit bibir dengan kuat, tak ada lagi yang bisa kuperbuat. Nisa sudah membuka lipatan kertas suratku.

Kulihat matanya membelalak, mulutnya menganga lebar, dan sedetik kemudian kudengar tawa kuntilanaknya. Kupicingkan mata, hancur sudah. Nisa sudah membacanya.

Dengan sisa tenaga, kuraih pinggang Nisa, kutarik sekuat mungkin. Namun, semua berjalan tak sesuai harapanku, dalam hitungan detik bukan tubuh Nisa yang terjatuh. Arimbi tak kalah cepatnya denganku, dia menarik lengan kiriku sekuat tenaga, hingga membuat jasadku terjengkang, dan berakhir dengan pantat mencium lantai.

Nisa turun dari meja, lalu mengibaskan surat yang dibawanya tepat di depan wajahku. Rasanya ingin kurobek wajah culasnya yang seolah berkata, "Mampus kamu!" itu.

"Kubacain, ya, gengs. Surat kepada layang. Kepada ... kalian tahu nggak, ini cokelat untuuuuk ...."

Kukepalkan tangan sekuat mungkin, hingga buku jariku memutih. Kugigit bibir bawah. Kutundukkan wajah sedalam mungkin, bahkan kalau bisa, aku ingin dikubur hidup-hidup saat ini juga.

"Jeng ... jeng ... jeng .... Selamat kepada ... INDRA! Anda memenangkan undian berhadiah gajah duduk!"

Aku tak berani mengangkat wajahku. Aku yakin, mereka semua tengah menatapku. Terlebih Indra. Suara derai tawa mereka menghujam jantungku. Ya Tuhan, harus aku ke manakan rupaku ini?

"Wah, nggak nyangka, ternyata kamu suka sama Indra, tapi sayangnya ... Indra sudah pacaran sama Rani!" Kudengar nada nyinyir dalam suara Nisa.

"Astaga, Gajah! Berani banget suka sama Indra. Kamu nggak punya kaca, ya?" tambah Arimbi dengan tak kalah menyakitkan.

"Aku bacain isi suratnya, ya. Kepada Indra. Indra sayangku, aku teramat sangat mencintaimu. Kaulah napasku, kaulah matahariku. Tanpamu hidupku tak berarti. Indraku sayang, terimalah cintaku ini ...."

Mataku membeliak ngeri, mendengar kata-kata Nisa. Pembohong! Aku sama sekali tak pernah menulis seperti itu. Semua yang Nisa katakan hanya bualan. Namun, kulihat semua percaya dengan Nisa.

Bukan cuma Duo Serigala yang mengejek dan menertawakanku, hampir anak sekelas melakukan hal yang sama. Mereka mencemoohku. Membodoh-bodohkanku. Membuatku merasa bagai seonggok kotoran ayam yang pantas untuk diinjak-injak.

"Nis, kamu keterlaluan!" teriak May yang sudah berjongkok di sampingku. "Ayo, berdiri, Ga," bisiknya.

May memapah lengan kiriku, menyokongku agar kuat berdiri. Tenagaku lenyap, kakiku lemas, gairah hidupku menguap tak bersisa. Bagaimana caranya aku bisa bertahan sampai kelulusan? Aku malu. Aku marah. Aku mendendam.

Aku masih menundukkan wajah, saat Nisa mendekatiku. Disorongkannya kotak cokelat kepadaku.

"Gajah, kamu yakin ini cokelat bisa dimakan? Lihat bentuknya. Lihat teman-teman! Kaya gumpalan lemakmu!"

Gemuruh sorakan kembali mengusik telingaku. Hinaan dan cacian terus mereka lempar padaku. Hatiku sakit. Entah sudah berapa liter air yang kubuang dari mataku. Yang jelas, cairan ini terus-terusan mengalir tanpa terbendung lagi.

"Kenapa?" gumamku dalam tangis. "Apa salahku sama kalian? Kenapa kalian memperlakukanku seperti ini? Apa aku pernah menjahati kalian? Apa aku pernah mengatai kalian? Kenapa selama ini, kalian selalu membenciku?" Suaraku sudah mencapai batas maksimal.

Kuberanikan diri untuk menatap Nisa dan anak-anak yang mengelilingiku. Mereka terdiam, hanya Nisa–gadis yang telah memporakporandakan hidupku–yang tak terlihat menyesal. Dia tertawa lebar, seolah puas dengan apa yang telah dilakukannya.

"Kamu itu nggak sadar diri, Ga. Sudah gendut, jelek, tapi sok tebar pesona. Selalu ingin diperhatikan. Selalu cari muka di depan guru. Bersikap seperti cewek cantik, padahal lihat tampangmu! Kumal!"

"Aku tebar pesona? Sejak kapan? Kamu yang sok kecentilan! Kamu yang merasa seperti ratu di kelas ini. Kamu nggak berhak untuk merendahkanku, Nis! Dasar binal!" umpatku kesal.

Kulihat wajah Nisa memerah, aku tahu dia marah dengan ucapanku, tapi tak pernah kusangka apa yang dia lakukan kemudian. Wajahku menjadi samsak atas kekesalannya. Dia menjotosku tepat di tulang pipi kiri.

Kurasakan anyir dalam mulut, sepertinya pipi sebelah dalamku tergigit hingga berdarah. Sedetik kemudian rambutku dijambak dari belakang. Arimbi pun tak mau kalah, dicakarnya mukaku.

Cukup! Aku tidak mau lagi diinjak-injak. Aku harus mempertahankan harga diriku. Kuarahkan tendanganku tepat di tulang kering Nisa. Tanganku membalas mereka dengan membabi buta. Kujambak, kucakar, kutonjok, bahkan aku sempat menggigit cuping Arimbi.

Kudengar teriakan May. Namun, tak kuhiraukan. Kami bertiga masih saja bergulat diiringi sorakan anak yang lain.

"Gaya, cukup!" Kurasakan sebuah tangan mencengkeram pergelangan kananku.

"Lepas!" bentakku pada Indra.

"Ada apa ini?" Suara Pak Joko–guru Bimbingan Konseling–membuat kami membatu.

Menilik penampilanku, Pak Joko pasti tahu apa yang baru terjadi. "Kalian bertiga, ikut ke ruang BK! Sekarang!" perintahnya tanpa bisa ditawar.

Bagus. Masuk ke ruang BK sama saja dengan masuk ke mulut singa. Babu pun akan dipanggil ke sekolah. Lengkap sudah penderitaanku.

***

Keterangan:

[1] Lhah, bagaimana sih, Ga? Masa cuma karena patah hati, terus kamu jadi tidak bersemangat begini.

[2] Dismenorea: gangguan menstruasi yang berupa nyeri pada perut yang diderita saat menstruasi dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

***

Akhirnya aku berhasil publish part 6, setelah sebulan lebih kuanggurin. Semoga mulai saat ini aku bisa istiqomah, dan nyelesaiin Celen Cepek tepat waktu.

Gen 3 MethaSaja veaaprilia Tyaswuri sicuteaabis xxgyuu Bae-nih JuliaRosyad9 SerAyue EnggarMawarni CantikaYukavers holladollam Sall_Sunshine NyayuSilviaArnaz YuiKoyuri dan Vannie_Andrie ayo lulus celen bareng... Jangan ada perceraian di antara kita.

Semangat!!!

Solo, 23 April 2017

Bryna Mahestri

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top