Happy End.
Ini adalah hukuman ku, untuk semua dosa yang telah kulakukan. Ini hukuman ku karna mencampakkan (Name).
Aku orang munafik yang terus mendorongnya menjauh, menyakitinya agar ia membenciku, namun kenyataannya aku tak bisa hidup tanpa dirinya, aku tak ingin ia membenciku.
Dunia ini di bentuk atas dasar keinginan ku, aku menginginkan hukuman, karna menurutku itulah yang paling pantas kudapatkan. Ini jawaban atas dosa-dosaku. Kutatap langit kosong itu, tak ada awan, tak ada udara sejuk yang berhembus dari manapun.
Hanya sebuah langit merah mengerikan, warnanya hampir menyerupai darah yang tumpah tiap kali aku mengambil nyawa seseorang.
Melihat dunia ini, dunia yang telah terbentuk dari cerminan diriku ini. Aku seolah melihat masa-lalu, tak banyak yang kuingat dari masa laluku, hanya aku yakin, dulunya aku berasal dari tempat kumuh, tempat para penjahat berasal.
Aku yang meyakini, bahwa aku terlahir sebagai seorang pembunuh. Aku lahir untuk pekerjaan ini, karna hanya sedikit dari kami yang bisa menyalahi peraturan tanpa merasa takut. Dunia dimana mentari menyinariku itu hanya akan menjadi angan-angan.
Tidak akan ada yang bisa menyelamatkanku dari kegelapan, karna orang itu telah lama pergi.
Akulah yang harus menepati janjiku, dan segera menyusulnya.
Tanpa ragu aku menjatuhkan diri dari gedung pencakar langit tertinggi di kota ini, tak kututup mata aku menikmati bagaimana gravitasi akan membunuhku. Bagaimana rasanya menyapa sang kematian.
Mimpiku telah terkabul, disini tiada siapapun yang akan menghentikanku. Karna mungkin bunuh diri telah masuk daftar list yang ingin kulakukan, sementara dunia ini tercipta atas keinginan penghuninya.
Aku tau, ini bukan dunia nyata, ini semua fana. Ini dunia yang Ren ciptakan dari benih yang tertanam jauh di iris indah milik (Name). Hanya saja kematian sudah jadi keinginanku, dan aku yakin dunia ini akan mengabulkannya.
PYARRR...
GREPP...
Seseorang menggapai tanganku, genggamannya begitu erat dan juga hangat. Aku tak percaya ia ada disini, ia mengorbankan dunia dimana semua keinginannya terkabul, dan Takdir berjalan bersamanya.
Hanya demi menyelamatkan pria tak berharga ini?
Otaknya pasti terganggu.
Aku tak mendengar suaranya, memanggil namaku. Yang kudengar adalah cicitan kecil, betapa dirinya begitu kesulitan menahan berat tubuhku. Aku mendongak, menatap nya. Tebakan ku tak salah, itu benar dirinya.
"(Name)" panggilku.
Surainya menutupi wajah cantiknya, air mata dan keringat berjatuhan membasahi pipiku.
"Apa yang kau lakukan disini! "
"Apa kau benar-benar menghancurkan dunia mu itu? Mimpi mu ada disana!" teriakku, menyentaknya.
Ia begitu bodoh, apa itu karna aku? Jika saja yang (Name) cintai itu bukanlah aku, akan kah dirinya bahagia? Itu benar! Ia pasti bahagia.
Aku yakin...
Jika ia tidak mencintaiku! Jika ia tidak mengenal Dazai Osamu, ia akan lebih bahagia.
"Hentikan! Aku tidak akan mencintai pria manapun selain Dazai Osamu, dia adalah hidupku, mimpiku, kebahagiaanku, ia adalah duniaku, segalanya bagiku! Kau boleh menyalahkan dirimu sendiri Osamu-kun tapi aku akan terus mencintaimu!" raungnya.
Aku tidak tau, apa yang harus ku katakan. Ucapannya menembus dadaku, begitu jujur dan murni. Kata-katanya tiba-tiba menjadi mantra yang menyihirku.
Aku memanjat, agar ia tak terlalu kesusahan menarikku.
"Kita harus pergi!" tariknya padaku.
Aku hanya bisa menatap punggung itu, wanita yang ku cintai ini, perlahan mulai membuatku kagum. Perasaan dimana aku mengagumi Odasaku itu kembali lagi, hanya dengan melihat punggung tegapnya.
Kudengar Guntur mulai menyambar dari luar gedung, angin panas mulai menyesakkan pernafasan ku. Dunia mimpi ini mulai runtuh, apa aku ?
Apa aku yang kini mulai memiliki harapan?
Bahwa kita bisa memulainya dari awal ? Aku (Name) dan dunia kecil kami? Apa aku boleh pergi dan meninggalkan dunia penuh pertumpahan darah ini.
Apa aku punya kesempatan itu?
Di pintu keluar, seorang gadis menungguku di depan portal. Surainya pendek, menatapnya seolah melihat diriku sedang bercermin. Gadis itu mengulurkan tangannya, dan kami bertiga melompat ke dalam portal itu, sebelum reruntuhan gedung menimpa kami.
Aku masih bungkam, masih asik menatap wajah (Name) yang kurindukan itu. Ia teguh menatap kedepan, seolah ada kebulatan di dalam hatinya.
Dalam sekejap mata kami sampai, di gudang tua dekat pelaminan, sulur-sulur pohon tertanam jauh di balik aspal-aspal jalanan. Lampu-lampu yang menerangi Yokohama malam mati, gelap-gulita, tak pernah kudapati kota ini segelap ini.
Di laut muncul pohon raksasa yang menggulingkan kapal-kapal besar pelabuhan, dan mematahkan jembatan penyebrangan yang begitu kokoh. Akarnya menancap jauh di kedalaman daun, Dedaunannya berwarna terang, dan jiwa-jiwa menghampirinya bak makanan.
Ren ada disana, tubuhnya dialiri oleh akar-akar tipis, yang membuatnya hampir transparan. Kesadaranku terkumpul, namun kedua kaki ini tak bisa bergerak lagi. Kunikida, Atshushi, Ketua dan yang lainnya.
Mereka semua terlelap dalam damai, nafasnya berderu pelan. Pandanganku mencari sosok itu. yang tiba-tiba muncul sebagai sang penyelamat.
Kutemukan dirinya, telah mengangkat katana milik Ketua, ia memeluk Ren begitu erat dalam dekapannya, (Name) mengangkat tinggi-tinggi katana itu.
"(NAMEEEEEE)" aku meneriaki namanya dalam gulita bersama sinar rembulan.
Crashhhh...
Ren terbangun, ia menangis dalam dekapan kekasihku. (Name) merelakannya pergi, ia berdoa untuk pria itu, biarpun ia bukan lagi manusia dan mencoba melangkahi kuasa yang maha Kuasa.
Gadis ku itu berdoa agar ia bertemu dengan orang-orang yang ia sayangi di surga nanti.
(Name) ambruk, dia jatuh terduduk, luka pedang itu menembus dan merobek perutnya. Ia menangis tertahan, meminta maaf, sambil terus menyerukan sebuah nama.
"Maia..."
"Maia..."
"Maia..."
Disanalah aku merasa, menjadi pria paling tak berguna di dunia ini, aku tak bisa menyelamatkannya. Padahal baru saja aku memiliki harapan baru, setelah ia menebus kesalahannya, mungkin aku akan memulai lembaran baru bersamanya.
Ia menatapku, dengan senyumnya yang secantik rembulan, tubuhnya benar-benar ambruk, aku tak lagi dapat mendengar suaranya, tak lagi bisa merasakan keberadaannya. Gadis itu berkorban untuk semua orang.
Biarpun aku tau ia ingin tetap hidup untuk berada terus disisiku. Ia menyelamatkan akhir bahagia, bagi kisah setiap manusia. Dengan membuang kisahnya sendiri.
Satu-satunya yang kudengar adalah suaraku sendiri, yang terus meraung-raung menyebut Asmanya.
"(Name)"
Terlambat sudah aku sadar, bahwa aku kini benar-benar jatuh cinta padanya.
End.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top