49. Keyakinan

Dazai Osamu x Reader

Bungo Stray Dogs (文豪ストレイドッグス, Bungō Sutorei Doggusu; lit. Literary Stray Dogs) is a manga written by Kafka Asagiri and illustrated by Sango Harukawa.

Genre : Tentukan Sendiri

Rate : T
.
.
.

"Mama! "

Aku berdiri tak percaya, tubuhku kembali seperti semula.  Masa-masa tua yang memberiku tubuh renta serta keriput itu menghilang. 

"Aku, bagaimana mungkin! "

"Mama! " nampak sosok kecil Maia yang telah bertahun-tahun tak ku temui.

"Di dimana aku? " tanyaku.

Dimanapun mataku memandang, tak kutemukan pintu dimana surga dan neraka berada. 

Tidak ada Dazai yang menunggu ku, tidak ada sungai Zanshu atau malaikat pencabut nyawa dimanapun. 

Hanya ruang kosong tak berujung,  dengan Maia yang selalu menungguku. 

"Mama! Papa! Papa dalam bahaya! Mama! Ayo pergi dari sini! " Maia mengguncang tubuhku,  membawaku kembali dari lamunan.

Mendengar itu aku sontak  mendelik padanya. 

"Papa mu,  apa yang terjadi dengannya?  Apa ia juga kesini setelah mati? " 

"Dimana ia sekarang? "

"Kita ada dimana? "

Tanyaku bertubi-tubi.

"MAMA! " Maia menyentak ku, aku bungkam, bukan karna takut akan amarahnya. 

Namun akan tangis nya,  yang jarang sekali ku dapati, aku mengenalnya,  selama 42 tahun, kami menua bersama,  kami menjalani hiduo sebagai ibu dan anak selama hampir 50 tahun, kami menjadi keluarga. 

Dan tangisnya kali ini,  benar betul tangis frustasi,  meskipun terkesan dewasa,  sebagai Ibu aku tak bisa melupakannya,  tiap detil dari emosi putri semata wayang ku. 

"Ma-maia? Kau baik-baik saja? " kedua tanganku mencoba meraihnya.

"Tidak!" Maia menepisku keras.

"Ayahku yang asli dalam bahaya!  Bagaimana aku bisa baik-baik saja? Mama! Kau harus keluar menyelamatkannya sebelum Mama kehilangannya selamanya! " pekik Maia. 

Aku merunduk,  mensejajarkan diri dengan tubuh mungilnya. 

"Maia,  Mama akan mendengarkan mu kali ini,  Mama akan benar-benar memndengarkan mu,  jadi tenanglah dan ceritakan apa yang sebenarnya terjadi" tanganku mengusap surai coklat pendek miliknya. 

Ia mengusap air matanya kasar,  kusingkirkan poni di sekitar dahinya,  dan ku kecup singkat putri kebanggaanku itu. 

"Kau sudah tenang? " tanyaku. 

Ia mengangguk pelan,  meskipun ia masih sesenggukan sesekali. 

"Aku melihat orang-orang mulai menghilang,  keberadaan mereka,  ingatan mereka,  eksistensi mereka,  semuanya perlahan memudar" Maia memeluk dirinya ketakutan. 

"Suaraku tak dapat didengar siapapun,  akar-akar pohon dunia,  perwujudan awal dari refleksi dunia yang telah diaktifkan menelan kesadaran mereka,  Yokohama telah tumbang!  lampu-lampu kota padam,  kehidupan manusia begitu pudar hingga tak dapat dikonfirmasi sudah berapa banyak korban yang berjatuhan" Maia berhenti,  wajahnya mendongak menatapku panik. 

"Suara ku tak dapat didengar siapapun,  baik papa,  Bibi Yosano,  paman Kunikida!  Tidak ada!  Tidak ada satupun yang bisa mendengarku!"

Aku mengusap punggungnya,  ia bergetar menahan tangis. 

"Hanya dalam waktu seminggu pohonnya tumbuh dan mengakar di Yokohama,  dalam sebulan mereka akan membinasakan Jepang,  dan kurang dari setengah tahun dunia ini akan berakhir!"

Pengakuan Maia terdengar begitu mengerikan,  aku tak bisa memutuskan. 

Mana yang akan kupilih? Dunia yang membesarkan ku atau dunia yang menjadi Impian ku? 

Jangan katakan!  Jangan katakan, keadilan ku tak cukup kuat,  telah lama ku bela Yokohama, mati-matian. 

Kenyataan itu pahit,  aku tak sanggup menelannya lagi.  Jika ada jalan yang lebih mudah dan manis, sedikit saja aku ingin menjajalnya...

Sampai kurasakan,  candu...

Brukkk...

"Maia?  Maia?  Apa kau mendengarkanku Maia? " ku tepuk-tepuk pipinya,  tubuhnya sedikit memudar. 

Seumur hidup aku tak pernah melihatnya,  gejala penyakit seperti ini. 

"Ma- mama... " nafasnya berat,  dan ia berpeluh keringat cukup banyak, putriku tersiksa.

Namun aku tak mengetahui apa yang membuatnya seperti itu...

"Maia! Maia!  Bertahanlah! Apa yang terjadi padamu? " tanyaku,  meninggikan intonasi, agar membuat kesadarannya tetap terkumpul.

"Aku, aku akan menghilang..." Maia memejamkan kedua matanya,  tangannya mendekapku begitu erat. 

"Ah... Pelukan Mama memang tidak ada duanya, Mama itu cinta pertama ku... " celotehnya.

"Aku iri dengan anak yang telah mama besarkan di dunia palsu itu, andai aku bisa menggantikan posisinya"

Aku menangis,  ucapan Maia seolah mengarah ke perpisahan yang tak kuinginkan. 

"Tapi Ma,  kenyataan pahit di dunia nyata, telah mempertemukan Mama dengan Papa,  aku bahagia meskipun pada kenyataannya aku belum lahir di dunia itu,  aku masih berusia 2 bulan di kandungan Mama, namun aku telah mengerti betul bahwa cinta Mama takkan padam oleh apapun, tidak bahkan oleh dunia dimana mama bermimpi saat ini"

"Semua, orang akan menghilang, Mama juga akan segera kembali ke dunia palsu untuk sekali lagi mengulang kehidupan Mama, tidak ada surga atau neraka untuk jiwa kalian,  pengampunan atau penebusan dosa tidak akan pernah bisa kalian pilih"

"Karna dengan memilih dunia ini,  Mama telah memilih untuk dikendalikan orang lain,  aku, sebagai putrimu tak bisa melihat kalian berakhir menyedihkan seperti itu, kita adalah manusia, Impian manis hanya akan tergapai dengan usaha, kadang juga usaha mengkhianati kita, namun itulah kita! Yang menunjukkan bahwa kita adalah manusia Ma,  jadi untuk sekali saja di kehidupan yang belum sempat kurasakan ini,  untuk kesempatan terhormat menjadi janin mu, aku ingin Mama bahagia dengan tangan Mama sendiri.  Tak lagi meratapi apa yang terjadi di masa lalu"

Untuk status putriku,  aku tak tau mengapa ia memintaku melakukan hal mustahil itu. 

"Ibumu ini, bukan wanita suci nak, aku pembunuh , aku tak segan melakukannya dan membuang rasa kemanusiaan ku,  aku tidak tau apa yang terjadi, aku tidak tau siapa yang memaksaku melakukan hal keji itu tapi aku... "

"Tidak ada pembunuh yang memiliki pelukan sehangat ini,  aku ini anakmu, aku tau kau tidak melakukannya, di masa depan kebenaran itu akan terbukti"

"Mama, kau tidak membunuh siapapun, tidak bahkan rasa cintamu pada papa. Kau tidak  membunuh siapapun,  percayalah padaku Ma" aku tak mengerti, mengapa Maia membelaku, ia harusnya tau, ia harusnya melihat, kedua tangan yang ternoda darah ini. 

Biarpun aku membunuh undead, orang-orang yang harusnya telah mati namun dibangkitkankembali oleh Ren itu. Pembunuh adalah pembunuh, tidak ada yang membedakan mereka, semua orang tau itu.

"Tapi aku akan berakhir disini, semua orang akan menghilang dan tidak akan ada masa depan untuk kami, ini adalah perpisahan Mama, aku menyayangimu... "

Maia mengatur nafasnya,  aku tak lagi bisa merasakan deru nafasnya.  Seiring dengan waktu tubuhku juga ikut menguap. 

"Tidak! Tidak akan ada lagi perpisahan!  Katakan padaku apa yang harus ku lakukan? " kutempelkan dahiku ke dahinya. 

"Bunuh seseorang yang harusnya tidak ada di hidup sempurna mu itu"

"Aku... "

***___***

Aku membuka mataku,  dimana Dazai ada di sisiku, dikamarku.

Aku bangkit,  maraih kalender digital yang berada tepat di samping ku. 

"31 Agustus 20XX"

Ku pijit pangkal hidung ku, pening.  Kami,  tidak!  Aku kembali lagi kemasa lalu. 

"Ada apa? " tanya Osamu-kun mengucek matanya,  tidurnya terusik.

"Mm... Tidak ada" aku beranjak bangun,  mencuci wajahku.

Tak bisa berhenti berfikir apa pertemuanku dengan Maia itu mimpi?  Tidak!  Dunia ini lah yang mimpi. 

"Ada apa? Kau berkeringat banyak sekali" Osamu-kun melingkarkan kedua tangannya di pinggangku. 

Suaranya masih serak, khas orang bangun tidur.

"Tidak ada,  Nampaknya kita kehabisan miso, aku akan pergi ke super market, ada yang ingin kau makan? " tawarku, melepas apron dapur dan bergegas pergi setelah menyambar dompet ku diatas kulkas. 

Osamu-kun mendahuluiku,  ia berdiri di depan pintu dan mengunci nya,  menghalangiku keluar.

"Ahem!  Kurasa ini waktu yang tepat untuk mengatakan ini"

Gelagad nya yang tak wajar membuatku sedikit,  sedikit saja menyadari bahwa ada yang aneh dengan Osamu-kun.

Osamu-kun berlutut,  tangannya menggenggam kotak merah beludru. 

"Menikahlah denganku! " pintanya. 

Entah mengapa aku sama sekali tak terkejut karna kini aku benar-benar yakin,  bahwa aku kini kembali ke titik awal. 

To be continue...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top