46.Dazai


Dazai Osamu x Reader

Bungo Stray Dogs (文豪ストレイドッグス, Bungō Sutorei Doggusu; lit. Literary Stray Dogs) is a manga written by Kafka Asagiri and illustrated by Sango Harukawa.

Genre : Tentukan Sendiri

Rate : T
.
.
.Aku menatap Osamu-kun, tak kuasa tersenyum tatkala pria itu kelabakan melihat Maia menggeliat tak nyaman di gendongannya.

"(Name)..." Osamu-kun merengek, aku hanya melahirkan Maia namun kini rasanya memiliki dua bayi.


"Cobalah menimangnya sambil berdiri Osamu-kun" balasku, sementara diriku masih menyibukkan diri membuatkan keluarga kecil kami sarapan.


Tangisan Maia berhenti, Osamu-kun memandang kerja kerasnya berbuah manis tak berhenti mncium pipi Maia.


"Kau akan membangunkannya lagi" ujarku menaruh piring.


"Dia manis sekali seperti dirimu"


"Masih pagi..., matahari baru saja terbit. Jangan biarkan iblis dalam diriku terbangun" batinku 

berkali-kali. Sementara Osamu-kun masih tak mau melepas Maia.

"(Name)..."


"Hn?" apalagi kali ini? Baru saja aku meninggalkannya untuk membalik telur goreng sarapan kami,. Kudengar suami ku itu merengek lagi.


"Aku libur yah..." alisku bertaut, bertanya-tanya kenapa tiba-tiba ia ingin libur.


"Habis Maia kita imut sekali, aku ingin menemaninya seharian ini. Yah... yah..." aku menatap tak percaya pria di hadapan ku ini, dibandingkan aku Ibunya ia lebih sering menghabiskan waktu bersama Maia. Jika di ingat-ingat Osamu-kun sangat bersih keras atas Maia hingga yang ku lakukan hanya menyusuinya dan menjaganya jika Osamu-kun tidak ada, selain itu semua tentang Maia, Osamu-kun bersih keras menanganinya sendiri.


"Tidak!" putusku spontan.


"Gah... jahat sekali! Maia-chan, mama ingin memisahkan kita" ia mendramatisir masih memeluk Maia, dan akau tau cara terbaik menghadapinya.


"Baik, pertama-tama turunkan Maia" Osamu-kun menurut, ia menidurkan Maia di ranjangnya.


"Lalu?"


"Kemarilah!" ajakku mendekat pintu.


"Apa yang-"


BRAKK...


Kudorong Osamu-kun keluar pintu dan menutupnya rapat-rapat, tak peduli pria itu berteriak dan menggedor-gedor pintu rumah.

"Tapi (Name) sarapanku! Sepatu ku?" teriaknya


"Sayang, tenanglah kau akan membangunkan Maia" ujarku barulah ia pergi dengan damai dan pasrah.


Kini beralih aku menatap Maia kecil kami yang tengah asik terlelap, mungkinkah ia bermimpi layaknya manusia sungguhan, bukan sebuah sistem seperti yang Maia dalam mimpiku katakan. Ini membuatku gila, memikirkan siapa gadis yang harus kubunuh juga membuatku gila.


 Petunjuk yang Maia berikan kurasa belum cukup. Siapa yang seharusnya tidak ada di hidupku? Tak lama kemudian Maia kecilku membuka mata coklatnya, iris itu menatapku sedih, mengingatkan ku pada Maia pertama yang kutemui.

"Kenapa sayang? Apa kau juga ikut sedih melihat mama seperti ini hm?" tanya ku tak lama kemudian ia tersnyum, senyumnya membuatku semakin ingin menangis.


Jika memang ia palsu, tetap saja ia anak yang kulahirkan.


"Kuatkan Mama sayang, kuatkan mama" balasku mengecup keningnya berkali-kali.

.

.

.

"Mama ayo berangkat!" Osamu-kun bersiap untuk segera bangun dari ranjang kami, namun tangan-tangan ku menahannya.


"Tapi Maia?" Osamu-kun memasang raut wajah bertanya-tanya, sementara aku hanya tertawa jail.


"MAA!" monster kecil itu memasuki kamar kami, tangannya mengguncang tubuh ku dan sesekali menarik selimut kami.Seraya ia mulai kehabisan tenaga barulah Maia menaiki ranjang.


"Mama, Papa bangun! bangun maa"


"Maia ini hari minggu! Biarkan mama dan papa tidur oke?" jawabku, lalu kembali menarik selimut, menyembunyikan tawa ku di dalamnya.


Kurasa gadis berusia lima tahun itu telah menyerah, pasalnya ia tak lagi bergerak diatas kami.


"MAA!" teriaknya lagi, putri kami cukup pandai mengetahui hari apa ini hanya dengan melihat alarm kamar kami.


"Baik-baik mama bangun, mama bangun" aku mengucek mata sembab ku, tertawa hingga menangis seperti ini.


Maia diam sepertinya cukup terkejut bahwa di balik selimut, kami berdua telah memakai pakaian formal untuk upacara kelulusannya.


"Taraaa..., mama dan papa tidak lupa kok, makanya jangan ngambek oke" ujarku menoel pipi Maia yang automatis menggembung.


"Huum.." balas nya riang. Ah... putriku memang jelmaan malaikat.


Kami berdua pulang bersama, Maia menggenggam tangan ku erat seerat ia menggenggam plakat kelulusan nya.


Jangan tanya dimana suami ku, beberapa waktu yang lalu takdir mempertemukan kami dengan mobil Kunikida-san. Pria yang tak kunjung menikah itu bilang bahwa Osamu-kun berniat membolos di saat agensi harus menghadiri meeting penting perihal pengembangan populasi orang berkemampuan dan undang-undang yang mengikat mereka dan kemampuan mereka demi kedamaian dunia.


Aku sedikit merasa bahagia saat ku tau pria yang telah bertahun-tahun bersama ku itu membolos bukan hanya untuk bermalas-malas, melainkan untuk menghadiri upcara kelulusan putri kami.


"Maia" sebutku, ia menoleh.


"Apa kau merindukan teman-teman mu?" tanyaku, ia masih berusia lima tahun. Memang apa gunanya menanyakan hal semacam itu pada anak tk? Ia mungkin tak mengerti devinisi 

pertemanan.

"Aku rindu!" aku menatapnya cukup terkejut.


"Tapi waktu terus berjalan dan aku yakin waktu itu menjanjikan hal baik untuk kami semua" ia hanya anak-anak, atau bahkan bukan manusia. Sebuah refleksi yang buat oleh dunia ini. Hal yang paling hati kecil ini inginkan.


Ini semua adalah ilusi.


Dan yang ku inginkan adalah bahagia melihat Maia terlahir di dunia ini dan mengawasi pertumbuhannya sampai nanti gadis kecil ku itu menemukan seorang pria yang akan mengenggam erat tangannya selalu.


Itu semua adalah hal yang paling ku inginkan dan yang paling tak mungkin terjadi.Lantas apa salahnya jika aku mendapatkan itu semua? Kebahagiaan semu nan palsu yang kudapat ini? Aku tak peduli bagaimana orang menilaiku. Aku hanya ingin bahagia.


"Mama, sampai kapan kau mau begini" aku tersentak, refleks menatap Maia yang masih memainkan pelakat TK nya, memainkan bukti kelulusan itu seperti tongkat kayu.


"Maia, apa kau mengatakan sesuatu sayang?" tanyaku memastikan.


"Eh? mmmm" ia menggeleng lemah.


Ekspresi wajahku memucat, suara-suara itu kembali lagi.


"Mama kau baik-baik saja?" tanya putriku, lagi-lagi aku membuatnya khwatir.


"Aku baik-baik saja " tawaku.


"Mama!" teriaknya kembali mengejutkanku.


"Ada apa Maia?"


"Aku punya ide bagus"


"Mmmm? Apa itu?" aku penasaran apa yang membuat gais kecil ku itu setertarik ini.


"Ayo pelihara anjing!"..."Tidak boleh!!!" Osamu-kun mengalihkan pandangannya, takkan lagi tergoda oleh kedua mata memelas milik Maia warisan dari genetik ku itu.


"EH!? Kenapa?apa salahnya memelihara anjing" Ia masih berusaha, agar Osamu-kun mau menatap kedua matanya dan ekspresi memelasnya.


"Berhenti menunjukkan wajah itu pada papa!" tegas Osamu -kun sekali lagi.


Kali ini putriku menyerah, ia memilih meninggalkan kami berdua dan naik ke atas untuk meratapi nasib nya.


"Anata, kenapa tak izinkan Maia merawat seekor saja? Itu bukan hal buruk kan? Rumah ini akan semakin ramai nantinya" bujukku.menggantikan usaha keras Maia yang ditolak mentah-mentah oleh Osamu-kun.


"Jika kita mengadpsi seekor peliharaan, aku takut Maia tak lagi menghabiskan wkatu bersama ku nantinya" oceh Osamu-kun.


Tanpa dijelaskan pun aku mengerti, dia dan alasan konyolnya.


"Jika kau bersih keras menolak permintaannya seperti ini aku takut Maia benar benar membencimu" ujarku.


"Apa!?" teriaknya.


Tak harus ku jelaskan panjang lebar pria itu melesat naik, menuju kamar Maia yang berada dilantai dua rumah ini.


"Maia, ayo ganti baju kita akan pergi ke pet shop, kau mau peliharaan apa tadi? Beruang kutub?" tanyanya lagi.


Aku mendesah lelah, mengikuti langkahnya menuju kamar Maia.


"Apa yang aku harapkan dari pria bodoh macam dirinya?" gelengku pasrah.


"Benarkah? Papa ayo pergi!" sahut Maia.


"Ne, daripada mengadopsi hewan peliharaan dari pet shop atau penampunganb hewan mengapa tidak kita cari saja hewan terlantar di sekitar kompleks ini? Lagipula hewan-hewan yang ada di pet shop dan penampungan lebih beruntug dari pada hewan terlantar itu bukan" saranku.


Aku lebih suka mengadopsi makhlukh-makhluk kurang beruntung seperti itu, ditinggal kan majikan mereka di pinggir jalan tanpa atap menampung panas dan hujan juga alas yang menghalau dinginnya jalanan.


"Ide bagus, Papa akan ikut mencarinya"


Aku mengantar Maia sampai ke pintu rumah, semoga beruntung menemukan calon keluarga baru, yang kurang beruntung diluar sana.


"Ingat jangan pergi terlalu jauh" saranku melambai padanya.


Ia mengenggam tangan Dazai dan membalas lambaian ku, sementara mereka berdua tengah mencari calon keluarga baru aku akan berada disini menyiapkan makan malam.


Waktu berjalan sangat cepat, itu bukan hanya perasaan ku namun juga sebagian dari ribuan hal ganjil yang ada di dunia ini, dunia yang Ren buat ini memang tak buruk. Namun juga tak sempurna.


Aku menatap Osamu-kun, yang telah berpenampilan bersih dengan kemeja nya.  Abu-abu miliknya. Hadiah ulang tahun pernikahan kami yang ku pilihkan denga susah payah untuknya.Namun tidak dengan Maia, menit-menit berlalu, matahari tak lagi terlihat namun ia tak kunjung pulang. Rasa cemas ku kian menjadi ketika tau bahwa sejak berpisah di persimpangan kompleks ini Osamu-kun tak lagi melihat sosoknya lagi.


"Bagaimana ?" tanya Osamu-kun


"Nanako-san dan keluarganya juga tak melihatnya sama sekali kemana perginya anak itu" lenguhku meremas jari-jemari ini.


Osamu-kun berdiri, menepuk punggungku dan menggiringku duduk di meja makan.


"Duduklah disini, aku yang akan mencarinya"


"Bagaimana jika terjadi apa-apa padanya?" sesenggukku, mulai menangis.


"Shhhh, ia akan baik-baik saja, percayalah padaku, Maia adalah putri kita, takkan ada yang bisa menghentikannya entah itu kau ataupun aku maka takkan ada juga yang bisa menyakitinya" 

Osamu-kun mengecup ujung kepala ku lalu mengambil mantelnya dari gantungan dan melesat hanya dengan berbekal ponselnya.


"Aku akan menghubungi mu nanti" ujarnya.


"Permisi, paman Dazai, ibuku menyuruh ku untuk mengantarkan ini pada kalian, dia bilang terimakasih banyak atas acar yang diberi oleh bibi (Name) kemarin" seorang anak laki-laki berusia 10 tahun berdiri di depan pintu rumah kami, tepat saat Dazai akan pergi mencari Maia.


"Ryouta-kun, sapa Dazai, terimakasih banyak atas apelnya istriku akan mengolahnya menjadi pai apel datanglah lagi nanti" ujarnya menerima keranjang penuh berisikan apel mereka itu."Ngomong-ngomong kenapa kalian terlihat buru-buru?" tanya Ryouta.


"Kami mencari Maia, apa kau melihat nya di suatu tempat sejak siang hingga sore ini ia belum kembali, aku sangat khawatir" tanyaku bangkit dari kursi, meja makan kami.


"Maia? Dia ada di pinggir sungai beberapa waktu yang lalu"


"Sungai!? Maksudmu sungai dibawah jembatang penyebrangan besar itu?" sontak aku menembus mereka berdua, menyusul putriku sambil terus berdoa tidak ada hal yang buruk terjadi padanya.


Meninggalkan mereka berdua dibelakang dan menapaki jalanan tanpa alas kaki.


"Maia, Maia, putriku Maia, semoga kau baik-baik saja, Maia, putriku Maia"


Kaki ku berhenti berlari ketika kutemukan putri kecilku berdiri di depan ku, ia hampir mencapai pagar rumah kami, baju dan rambutnya basah, kaki kecil nya sedikit bergetar kedinginan , kutemukan wajah dan sikunya terdapat luka lecet sementara kedua tangannya memeluk kotak kecil agak basah dengan suara anak kecing yang terus mengeong. 


Senyumnya tak pudar, sama seperti diriku dulu. Seolah-olah kini aku tengah berkaca pada masa laluku yang tak pernah kembali.


Tidak, tidak boleh begitu.


Berbeda dengan ku, akan kubuat Maia menjadi anak yang paling bahagia di dunia ini. Aku takkan meninggalkannya, takkan membuatnya merasakan kesendirian dan sengsara seperti yang dulu pernah kurasakan itu.


Aku kini bahkan tak bisa memarahinya.


"Kami pulang!" senyumnya lebar. puas akan kerja kerasnya.


"Selamat datang " jawabku menghambur ke pelukannya....Rasanya seperti sekejap mata, menikmati masa kecil Maia, dan kini aku harus membujuk suami ku itu untuk melepas Maia bersama pria pilihannya.


Maia tak lagi ada dirumah ini, mungkin saat ini ia tengah mempersiapkan pesta pernikahannya dengan atau tanpa persetujuan dari Osamu-kun.


Pria yang setia bersama ku membesarkan Maia selama 26 tahun itu tetap diam, ia pikir masa pemberontakan hanya akan ada di usia remajanya, namun Osamu-kun salah.


Saat ini Maia tak lagi berada di masa pemberontakannya, kini Maia telah sepenuhnya sanggup menentukan pilihannya sendiri.


"Kau tau" aku duduk di samping Dazai, menatap pekarangan kami yang tetap terawat bahkan setelah bertahun-tahun telah lewat.


"Kita berdua pernah sepakat, untuk berjanji menjadikannnya anak paling bahagia di dunia ini?" ku genggam erat tangan Osamu-kun.


"Jangan menatapku seolah-olah kini aku tengah menagih janji mu itu, aku takkan melakukannya" tawaku.


"Lalu?" balas Osamu-kun, lama sekali aku tak melihatnya sedingin ini padaku.


"Yang ingin ku katakan adalah, kita berdua bisa menculik Maia, aku bahkan memiliki undangan khusus yang akan membawa kita berdua ketempat Maia berada, kau bisa membeli rumah di sekitar hutan tanpa transportasi lalu kita samua akan hidup bahagia disana, sampai maut atau sesuatu yang lain memisahkan kita " aku berangan-angan.


"Tak perlu menunggu maut, pria yang membawa pergi Maia saat ini telah menjadi sesuatu yang memisahkan kita" Balas Osamu-kun tak suka.


"Sepertinya kau salah paham Osamu-kun, pria yang kau katakan itu sebentar lagi akan menjadi suami Maia ini tak membawa pergi Maia namun juga mengikut sertakan hati Maia, bukankah kita berdua telah melihat kesungguhan hati pria itu hm?" tanyaku.


Osamu-kun tetap bungkam, tak ingin menjawab, aku menhela nafas, pasrah.


"Kau bahkan tak lagi bisa menghitung berapa kali ia datang kemari hanya untuk meminta restu mu, ia bahkan tak sedikit pun menyentuh Maia tanpa adanya restumu, ia pria paling jujur yang pernah kutemui dan aku yakin kau juga berpikiran begitu, itulah mengapa kau tetap diam"


"Akui saja, apria itu adalah orang yang tepat untuk menjaga Maia nanti, "


Osamu-kun pergi, ia tak mau mendengar apapun lagi dariku. Pria itu telah membagi hatinya, bukan hanya untukku, namun untuk putri kami satu-satunya juga. Aku senang, sekaligus sedih, aku tak ingin Osamu-kun merasa kehilangan atau bahkan kekurangan, namun Maia juga berhak bahagia. 

To be continue~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top