Sweet Revenge 3


Jangan lupa follow akun Wattpad : Nurmoyz

***

Kevin tengah duduk di kursi kebesaran. Mata tajamnya menatap lurus ke luar jendela, di mana pemandangan gedung-gedung tinggi terlihat dari kejauhan. Ingatnya kembali berputar pada kejadian di klub ketika dia bertemu Clarissa. Bibir Kevin melengkung membentuk senyum saat mengingat ciuman panas mereka kala itu. Tangannya tanpa sadar meraba bibir tipisnya.

Kevin tak menyangka, setelah sekian lama dia akhirnya bisa bertemu Clarissa. Wanita dua puluh dua tahun itu masih sama seperti dulu, bahkan semakin cantik dengan tubuh yang sintal dan seksi. Setiap kali Kevin memejamkan mata, bayangan kaki jenjang Clarissa melingkar di pinggangnya selalu menghantui. Dia ingin menguasai wanita itu di bawahnya dan mendengar desahan merdunya setiap hari.
Bahkan gara-gara ini, Kevin sama sekali tak bernafsu untuk menyentuh wanita lain.

Sayangnya berkali-kali sejak pertemuan mereka, Kevin tak pernah lagi menemukan Clarissa di klub. Kevin frustrasi, dia mencari Clarissa di seluruh penjuru kota, tapi seakan kehilangan jejaknya. Bahkan Clarissa memilih pindah dari kos lamanya seakan sengaja menghindar. Tak berapa lama seorang laki-laki lain masuk dan menginterupsi lamun Kevin.

"Maaf, Pak, saya tak berhasil menemukan gadis itu," ucap laki-laki bernama Andre, yang tak lain adalah sekretaris Kevin. Laki-laki bermata coklat terang itu memang sengaja tak memperkerjakan sekretaris wanita demi menghindari skandal.

"Cari sampai ketemu, atau saya akan memotong gajimu bulan ini," ancam Kevin tak main-main.

"Baik, Pak!" ujar Andre lalu pergi dari ruangan itu.

Kevin Sanjaya, adalah nama yang tak asing di dunia bisnis Indonesia. Dia adalah CEO dari Sanjaya Grup. Sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang retail perhiasan mewah dan sudah berdiri lebih dari lima puluh tahun. Toko-toko mereka tersebar di seluruh Indonesia bahkan mencakup Asia Tenggara. Tak heran pria berusia tiga puluh tiga tahun itu adalah incaran banyak wanita.

Wajah Cindo-Jerman-Manadonya menjadi daya tarik tersendiri selain kekayaan yang dia miliki. Para wanita pun selalu suka rela melemparkan diri ke ranjang Kevin, meski mereka tahu bahwa memiliki laki-laki itu lebih dari semalam hannyalah mimpi.

Kevin tak pernah bersedia meniduri satu wanita berkali-kali, karena dia tak ingin terlibat dengan makhluk merepotkan seperti mereka. Namun, aturan itu agaknya tak berlaku bagi Clarissa, karena semakin ingat tentang wanita itu, Kevin justru semakin terobsesi untuk memilikinya.

"Brengsek!" Tiba-tiba Kevin melempar semua dokumen di meja. Emosinya tak terbendung setiap kali dia mengingat Clarissa dan pertemuan menggairahkan mereka. Dia frustrasi karena selalu menginginkan Clarissa tapi sekaligus ingin menyakitinya dengan kejam.

"Kenapa harus kamu yang jadi anak laki-laki brengsek itu!" Lirih Kevin putus asa. Andaikan bukan Clarissa, mungkin Kevin akan menikahi wanita itu.

“Hai, Bro, lo kenapa uring-uringan gitu? Kayak kurang kawin aja sih,” ujar Leo, yang tiba-tiba saja masuk ke ruangan itu tanpa permisi.

Kevin hanya melirik Leo tanpa minat. Laki-laki itu berdecap kesal setelahnya. “Ck, ngapain lo ke sini?” ujar Kevin ketus.

“Gue cuman mau kasih tahu lo hal penting yang baru saja gue liat.”

Kevin memutar mata bosan, seolah dia tahu hal apa yang akan disampaikan sahabatnya. “Kalau hal penting yang lo maksud nggak jauh-jauh dari selangkangkan mending lo diem. Gue lagi nggak mood bahas lubang-lubangan.”

“Bukan itu ... di bawah tadi gue nggak sengaja liat cewek mirip sama Clarissa. Lo masih nyari dia, kan?”

Mendengar ucapan Leo, Kevin tampak antusias.  “Lo serius? Lihat di mana? Ayo antar gue ke sana,” ujar Kevin bertubi-tubi.

Tingkahnya membuat Leo menggeleng tak habis pikir. “Vin, lo mau apa nemuin dia lagi? Apa nggak cukup beberapa tahun lalu lo udah ngancurin harga dirinya depan banyak orang? Ditambah kejadian kemarin, gue nggak yakin dia mau ketemu lo lagi. Dia udah cukup menderita, jangan lo tambah lagi lah.” Meski playboy, Leo adalah laki-laki yang baik dan penuh perhatian. Dia yang paling tahu seberapa benci sekaligus cintanya Kevin pada Clarissa. Namun, sahabatnya satu ini lebih mementingkan ego dan balas dendam.

“Terus maksud lo, gue harus maafin dia gitu aja? Apa yang ayahnya lakuin ke bokap gue dulu belum sepadan dengan penderitaannya saat ini.”

“Lo yakin bakal gini terus sama Clarissa? Gue dengar keluarganya udah jatuh bangkrut dan sekarang bokap nya koma di rumah sakit. Kalau tujuan lo mencari dia cuman buat balas dendam lagi mending jangan.” Loe masih berusaha merubah pemikiran sahabatnya. Dia tak mau suatu hari Kevin menyesal karena sudah berbuat kejam pada Clarissa.

Kevin terdiam, dia sedikit kaget mendengar fakta tentang keluarga Tanjaya, karena sejak kejadian Kevin mempermalukan wanita itu, Clarissa tiba-tiba menghilang. Kevin pikir mereka semua pergi ke luar negeri seperti kata ibu tirinya. Itu kenapa tak lama setelah itu Kevin pun memutuskan pindah ke Jerman dan baru memutuskan kembali beberapa bulan lalu. Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarga Clarissa, Kevin pun sama sekali tak tahu.

“Hah ... Terserah lo lah!” maki Kevin sambil mengacak rambut frustrasi, lalu pergi dari ruangan itu meninggalkan Leo. Hatinya dipenuhi kebimbangan, antara memaafkan keluarga Clarissa atau tetap berniat membalas dendam.

“Eh ... lo mau ke mana? Gue belum selesai ngomong!” teriak Leo sambil mengekori Kevin di belakang.

"Nyari hiburan!" jawab Kevin sambil lalu.

***

Kevin dan Leo tampak tengah asyik menikmati minuman di depan mereka. Suara musik di lantai dansa berpadu dengan deretan wanita cantik, tak membuat Kevin beranjak dari duduknya. Laki-laki itu masih asyik tenggelam dengan minuman di tangan. Sedang di samping Leo ada dua wanita sudah mengelilinginya di sisi kanan dan kiri.

“Sudahlah, Vin, lupain aja dendam lo sama Clarissa. Kalau gini terus lo justru kelihatan terobsesi dan menyedihkan. Lo bilang benci sama dia, tapi di sisi lain lo kayak orang yang lagi merasa bersalah.”

“Bacot lo,” ucap Kevin sarkas, lalu bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri seorang wanita yang tengah duduk di depan meja bar.

“Hai ... boleh gabung?” sapa Kevin. Kedatangannya membuat wanita dengan gaun merah ketat dan punggung terbuka itu tersenyum.

“Hai ... boleh, silakan,” jawab wanita itu dengan senang hati.

“Sendirian aja? Nggak sama pacar?” tanya Kevin basa-basi.

“Em ... kebetulan baru putus, lo sendirian juga?” Wanita berambut panjang itu mulai berbicara dengan nada menggoda.

Keduanya pun terlibat obrolan singkat.
Tak butuh waktu lama sampai keduanya memutuskan untuk memesan kamar. Demi meluapkan rasa frustrasinya, Kevin pun mencium wanita itu dengan menggebu di sebuah lorong. Namun, bayangan Clarissa terus saja berputar di kepalanya meski Kevin tengah bercumbu dengan wanita lain. Sampai akhirnya sebuah suara yang beberapa hari ini menghantui Kevin tiba-tiba terdengar menyebut namanya.

"Om Kevin," ucap Clarissa dengan perasaan campur aduk. Kehadirannya memaksa Kevin untuk mengakhiri ciuman panas itu.

"Shit!" maki Kevin saat dia mendapati Clarissa kini berdiri di depannya dengan tatapan sedih. Laki-laki itu tak menyangka bisa bertemu Clarissa dalam keadaan seperti ini.

"Maaf," ujar Clarissa dengan nada kecewa. Dia pun memutuskan beranjak dari sana. Namun, baru saja memutar tubuh, Kevin tiba-tiba menarik tangannya dengan paksa dan membawa Clarissa menuju ke kamar yang tadi sudah dia pesan.

"Jangan harap saya bakal lepasin kamu lagi kali ini!" ucap Kevin saat berjalan menuju kamar hotel. Dia tak peduli, meski wanita di belakangnya terus saja memberontak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top