Daddy's Ecstasy 4
"Kalau aku mau, gimana?" tantang Anya.
Darius makin tergelak keras. "Aneh-aneh aja kamu, Nya."
Anya membuktikan kesungguhannya dengan menghampiri Darius.
"Aneh-aneh kenapa? Tadi Om sendiri yang bilang kalau dulu sering mandiin aku."
"Ya dulu waktu kamu umur dua - tiga tahun!" kilah Darius. "Sekarang kamu udah dewasa."
"Nggak ada bedanyalah, Om. Bagimu, aku ini masih kamu anggap 'ponakanmu' yang cute, kan?" goda Anya cekikikan.
Darius mendengkus. "Hmmh." Ia sengaja membuka kaos yang dikenakan, agar Anya berhenti bercanda dan pergi. "Udah, Om mau mandi."
Anya melotot.
Punggung Darius ternyata dilingkari oleh tato naga yang memanjang hingga pundak. Selain itu, tubuh omnya begitu kekar dipenuhi otot liat. Rambut halus terbaris seksi dari atas pusar hingga ke balik celana.
"Om tatoan?" gumam Anya.
Darius mengangguk. "Baru tahu, ya, kamu? Keren, nggak?"
"Baru tahulah. Baru kali ini aku lihat Om shirtless," sahut Anya. "Keren, sih. Aku jadi mau juga."
"Hush!" sembur Darius. "Jangan impulsif! Nanti kalau diintrogasi mbak Deswita dan bawa-bawa namaku-aku bisa dihajar sama dia."
"Hehe." Anya meringis kaku. Dia tidak mampu memungkiri betapa darahnya bergejolak karena memandangi Darius.
"Udah, sana," usir Darius lagi.
Anya menelan saliva. Entah setan apa yang merasukinya hingga nekat melakukan sesuatu yang di luar nalar.
"Bilangin, kok, aku mau ikut!" Anya melucuti kemejanya dan memamerkan payudara yang masih ditutupi bra.
Bibir Darius menganga. "A-Anya?" Desirnya melonjak seketika. Tapi, masih kalah dengan keterperanjatan.
"Kenapa, sih, Om? Orang mau mandi ya harus buka bajulah." Anya beralih menurunkan jeans. Ia sudah tidak peduli lagi-jikalau Darius menolak-masa bodoh!
Keterkejutan Darius berubah menjadi nafsu birahi. Kejantanan lelaki itu menegang keras hingga terasa ngilu karena tertahan celana.
"Tapi, Nya ..." Darius terbata bingung.
Anya memberanikan diri membuka bra dan panties-nya. Dua buah dada sekal nan montok terpampang nyata di depan mata Darius. Begitu pula dengan kewanitaan gundul tanpa rambut.
"Aku kemarin abis cukur meki, jadi kayak anak umur dua tahun, kan, Om ..." kekeh Anya. Ia mengusap bibir vaginanya untuk memancing birahi Darius.
"I-iya, lucu ..." Darius tak mampu lagi berpikir jernih. Kalau Anya memang minta dimandikan, apa salahnya? Sudahlah!
"Ayo buruan, Om," ajak Anya. Ia mendahului menuju bathroom.
Darius pun menurunkan celana. Dia tidak pakai celana dalam karena seharian di rumah saja. Sontak penis Darius yang sudah tegak mengacung-ngacung di hadapan Anya. Besar, panjang, dan berurat.
"Om ngaceng?" selidik Anya.
"Kalau dingin memang ngacengan," dalih Darius.
Anya terkekeh salah tingkah. "Nanti boleh pegang nggak? Soalnya penasaran."
"Boleh," jawab Darius.
Anya lalu menggandeng tangan Darius. "Ayo, Om." Mereka berdua lalu masuk ke dalam kamar mandi Darius yang ada di dalam kamar utama.
Darius memutar kran pancuran, air hangat meluncur turun membasahi badan Darius dan Anya. Kulit putih Anya jadi mengilap sensual. Puting merah muda gadis itu menegang karena horny berat.
"Om sabunin nih?" tanya Darius.
Anya mengiakan.
Darius pun menuang cairan sabun dalam telapak tangan, ia meratakannya hingga berbuih. Kemudian, membelai area dada Anya perlahan.
Anya menggigit bibir bawahnya karena terangsang. Apa lagi, jemari Darius semakin lihai mengitari putingnya. Darius memelintir bagian itu, sambil sesekali menariknya keras-keras.
Gairah Darius meledak. Payudara Anya yang kenyal ia permainkan semena-mena. Darius meremas kuat dada Anya hingga kemerahan. Ia sengaja memutar puting Anya berkali-kali agar gadis itu keenakan.
"Ahhh ..." desah Anya meluncur bebas.
"Kenapa, Nya?" bisik Darius. "Sakit?"
"Nggak," jawab Anya. "Enak. Terusin, Om."
Penis Darius meronta-ronta tidak sabar akibat mendengar jawaban Anya. Tetapi, dia tidak boleh terburu-buru. Ingat soal 'pengendalian diri', 'manuver', dan lain sebagainya.
Darius lalu menuntun Anya untuk berbalik membelakanginya. Punggung Anya bersandar di dada Darius. Sementara, penis Darius bersembunyi di antara celah pantat Anya. Pada posisi begini, Darius lebih leluasa memberikan kenikmatan kepada Anya.
Tangan Darius buas menjelajah. Dilain sisi, Anya bak cacing kepanasan karena keenakan. Dia suka ketika Darius memijat payudaranya.
"Om ..." rintih Anya.
"Hm?" napas Darius berat.
"Yang lainnya dong ..." pinta Anya manja.
Darius menyeringai. Jemarinya menyusuri perut ramping Anya, turun ke pusar, kemudian berhenti di bibir kemaluan yang sudah sangat basah.
"Ini?" goda Darius.
"Ehm-hm," ucap Anya mengiakan.
Darius sengaja mempermainkan gejolak Anya. Dia berlama-lama mengitari vagina Anya tanpa menyentuh klitorisnya. Akibat ulah Darius, kaki Anya pelan-pelan mengangkang dengan pinggul bergoyang. Anya sudah di batas kesabaran.
Penis Darius yang bergesekan dengan goyangan bokong Anya juga menyiksa untuk lelaki itu. Dia ingin sekali menancapkan batangnya ke dalam liang Anya. Tetapi, hasrat Darius masih tertahan karena ingin bermain-main lebih lama. Selain itu, dia juga harus menjaga citranya sebagai pria pemuas wanita.
"Ini mekimu becek banget. Suka, ya?" gumam Darius.
"Suka," jawab Anya mendesah.
"Kalau diginiin suka juga nggak?" Darius akhirnya melabuhkan jari-jarinya ke klitoris Anya. Ia memutari bagian menonjol tersebut sambil menekannya.
Tubuh Anya mengejang kuat. Rasanya gemetaran tanpa bisa ia kendalikan.
"Om, enak banget." Anya merintih. Lalu, mengangkat sebelah kakinya dan menopangnya di sekat kaca pembatas. Sengaja agar Darius mudah mengocok memeknya.
Darius tersenyum. Jemarinya pun aktif keluar masuk liang vagina Anya yang licin. Sementara tangan satunya fokus menstimulasi klitoris Anya.
"Ahhhh!" Anya setengah memekik karena keenakan parah. Dinding vagina Anya berkedut - mengisap dua jari Darius yang menjajahnya.
"Keluarin, Anya," titah Darius. Ia konsisten mengocok vagina Anya hingga badan Anya berulang kali gemetaran.
"Om ..." Anya mengerang. "Mau pipis ..."
Darius justru menyeringai senang. "Pipis aja." Ia tahu Anya sebentar lagi akan orgasme-lebih tepatnya squirting. Telunjuk dan jari tengahnya pun semakin ganas mengobrak-abrik kemaluan Anya.
"Ahhhhh! Mmmph!" Anya memekik. Dari cela vaginanya, cairan menyembur bak air terjun.
Mendapati Anya sudah sampai puncak, Darius memperlambat pekerjaannya. "Baru kali ini squirting, Anya?" bisiknya.
Anya mengangguk lemas.
"Cuman lihat di bokep aja, Om."
"Suka nggak?" selidik Darius.
"Suka," sahut Anya. "Enak banget ternyata."
Anya kemudian berbalik badan menghadap Darius. Pandangannya tertuju pada penis Darius yang belum terjamah.
Tanpa segan, Anya mengusap kejantanan Darius secara lembut.
"Gede banget," ucap Anya.
"Punya Gary nggak segini?" goda Darius.
"Nggak sebesar dan sepanjang punya Om," aku Anya.
Darius mendesis ketika Anya mengurut penisnya. "Mau kamu apain kontol Om?"
"Aku emut boleh nggak?"
"Silakan." Darius menarik kedua sudut bibir.
Anya segera berlutut dan mengarahkan batang Darius ke bibirnya. Sementara, tangan Darius membelai-belai kepala Anya sembari menuntunnya untuk melakukan seks oral.
"Fvck ..." geram Darius saat Anya memasukkan penisnya ke dalam mulut. Rasanya hangat, ketat, dan nikmat.
Saking besar dan panjangnya penis Darius, Anya hampir tersedak. Namun, nafsu membuncah mengaburkan sesak di tenggorokannya. Ia tetap mengulum batang Darius dengan penuh birahi.
"Om, mau masukin nggak?" Anya menjilati bagian kepala kejantanan Darius.
"Kamu kepingin?" Darius menyorot Anya liar.
Anya mengangguk. "Kepingin, Om." Ia menciumi batang Darius secara erotis.
"Sini!" Darius menarik Anya agar berdiri. Dengan satu gerakan cepat, ia membalik Anya agar kembali membelakanginya.
Bokong Anya sontak menungging. Memamerkan liang vagina yang merah merekah karena ingin disetubuhi.
"Masukin, Om, cepetan." Anya mengiba.
Darius menurut. Ia menghunjamkan kejantanannya ke dalam kewanitaan Anya. Sensasi memabukkan seketika menguasai setiap sel-sel di tubuh Anya dan Darius.
"Astaga, sempit banget, Anya," ucap Darius. Ia mulai menggenjot Anya dari belakang.
Anya tak henti-hentinya mendesah serta mengerang. Ia keenakan hingga dinding-dinding vaginanya menjepit penis Darius kuat-kuat.
Darius yang gemas, berulang kali menampar dan meremas bokong Anya. Kulit pantat Anya sampai memerah. Tetapi, herannya, Anya justru suka diperlakukan begitu. Sensasi nikmatnya bertambah dua kali lipat.
Tak jarang, Darius menjejalkan jemarinya ke dalam mulut Anya. Membiarkan Anya mengulum telunjuk dan jari tengahnya. Damn, Anya luar biasa seksi.
"Om, aku mau keluar lagi!" Anya mengerang.
Darius pun mempercepat tusukannya hingga tubuh Anya tersentak. Dada Anya terhimpit sekat pembatas akibat sundulan Darius yang membabi buta.
"Om! Aku keluar!" Anya lagi-lagi mendapatkan orgasmenya.
Darius mencabut penisnya, lalu membopong Anya di gendongan. Bukan hal sulit bagi lelaki itu karena berat Anya yang tergolong ringan. Ia membawa Anya keluar dari bathroom. Menuju kamar, untuk kemudian membaringkan Anya ke atas ranjang.
"Masih mau lagi, nggak?" tanya Darius.
"Mau ..." Anya memang binal-sudah dapat orgasme dua kali-dia masih saja membuka kedua tungkainya lebar-lebar di depan Darius.
Darius lantas menindih Anya. Di bawah sana, ia pelan-pelan memasukkan penisnya ke dalam liang Anya.
Pinggul Darius bergoyang, sementara bibirnya sibuk menyusu di puting Anya. Mengisap bagian itu seolah bayi kelaparan.
"Om, kontolmu enak banget. Bibirmu, tanganmu, semua enak ..." Anya meracau tidak karuan.
Ego Darius semakin membumbung. Ia lalu menegakkan badan, dan membantu Anya beralih gaya. Anya dibolak-balikkan layaknya boneka oleh Darius. Namun, dominasi yang Darius lakukan, malah menjadikan Anya kian terangsang.
Pada posisi doggy, Darius kembali menancapkan penisnya. Tak hanya liang vagina Anya, sekarang lubang anus Anya pun jadi sasaran. Telunjuk Darius mengusap-usap anus Anya pelan. Hal yang membuat Anya menggelinjang kegelian.
"Aduh, Om, geli ..." rengek Anya.
"Tahan. Nanti enak."
Pelan-pelan, satu jari Darius menembus anal Anya.
Diserang dari depan mau pun belakang, desahan Anya semakin menjadi-jadi. Darius benar, lama-kelamaan, ternyata enak juga.
"Om ... ahhhh, aduh!" Anya belingsatan.
"Mainin memek-mu!" titah Darius.
Anya menurut. Sambil disodok oleh batang berurat milik Darius, Anya menjamah klitorisnya. "Oh, ya ampun! Oh, ya ampun!" Segala titik nikmatnya dirangsang; liangnya, klitoris, juga anus.
Sentakan Darius mulai beringas. Tetapi ia menahan diri sampai Anya mendapatkan orgasme yang ketiga.
"Anya, keluarin. Om udah mau crot ini ..." ungkap Darius.
Tangan Anya pun menggesek klitorisnya lebih cepat. Sementara, liangnya mengisap penis Darius kuat-kuat.
Tak lama, gelenyar nikmat itu datang lagi. Terlalu enak hingga Anya lagi-lagi muncrat ke mana-mana.
Cairan squirt membasahi seprai dan ranjang Darius. Dia tidak peduli karena sibuk menghunjam di dalam sana. Sebentar lagi, Darius rasa ia akan menggapai puncak menyusul Anya.
Darius menarik penisnya. Ia lalu mengarahkan batang berdenyut miliknya ke bibir Anya, kemudian mengocok kejantanannya sendiri. "Ffvvvckkk ....!"
Anya menyambut semburan mani Darius. Lidahnya menjulur menjadi penampung klimaks. Tanpa ragu, Anya bahkan membersihkan batang Darius menggunakan mulutnya.
Napas Darius memburu. Detak jantungnya masih kacau balau tidak beraturan. Lelaki itu roboh ke kasur.
Anya menyusul Darius lalu merebahkan kepala di dadanya.
Setelah orgasme, logika Darius mau tidak mau jalan lagi. Ia tak lagi dibutakan nafsu.
"Kita udah melakukan kesalahan, Anya," kata Darius.
"Kesalahan?"
"Ya," ujar Darius. "Om dan kamu nggak seharusnya melakukan hal tadi. Om sangat menghormati mbak Deswita." Ia membenamkan wajah dalam telapak tangan. "Shit! Maafin kekhilafan Om."
"Om!" sentak Anya. "Om bisa saja tetap menghormati mama tanpa perlu merasa bersalah. Apa yang kita lakukan atas kesadaran penuh. Suka sama suka. Aku yang mau."
"Nya ..." sanggah Darius. "Om bisa aja nolak kamu, tapi ..."
"Udahlah, Om!" sela Anya. "Jangan mikirin moral atau norma, deh. Toh, Om sama mamaku bukan saudara kandung. Nggak masalah kalau aku sama Om mau melakukan keintiman fisik."
Darius menyorot Anya lekat.
Anya kembali melanjutkan, "Malahan aku butuh Om untuk melakukannya lagi."
"Lagi?" ulang Darius.
"Anggap aja Om ini guru sensualitasku," kata Anya. "Dari pada aku minta diajarin laki-laki lain di luaran sana, mending Om yang ngajarin aku."
Darius mengernyit. "Ngajarin apa, Nya?"
"Ngajarin memuaskan diri, Om," jelas Anya. "Jujur aja, aku ngerasa libido aku tinggi banget. Rasanya nggak puas sama Gary dan colmek tiap hari. Tapi, barusan sama Om, aku ngerasain kenikmatan yang amat sangat memuaskan. Aku ketagihan Om."
"Ketagihan?" selidik Darius.
"Aku udah tahu rasa 'enaknya'. Kalau Om menyesal dan nggak mau ngewe sama aku lagi, aku pasti bakalan sakau. Dan, cari pemuas kebutuhanku itu ke mana-mana. Belum tentu aku bisa dapetin yang berpengalaman seperti Om. Kalau sudah begitu-aku berarti harus cari dari satu cowok, ke cowok lainnya, kan?"
Darius terkekeh. "Pinter banget kamu ngomongnya, Nya."
"Beneran Om," tukas Anya. "Om mau aku gonta-ganti cowok sampai nemu yang pas kayak Om?"
"Nggak, dong."
"Makanya itu, Om. Please, jangan ada rasa sesal," bujuk Anya. "Memangnya, Om nggak suka sama permainan kita tadi?"
"Sukalah," aku Darius. "Om cuma mikir kalau Om udah melanggar batas-"
"Ssshhh!!!" Anya terbangun dan berpindah ke atas Darius. "Nggak usah diterusin."
Darius akhirnya tersenyum. Ia memeluk Anya dalam dekapan erat. Lalu, tangan Darius meremas bokong Anya secara jail.
"Iya, iya!" ucap Darius.
Pipi Anya memerah. "Om, jangan digituin, ih. Aku jadi kepingin lagi."
"Serius?!" Darius melotot.
Anya mengangguk. "Iya."
"Kontolku nggak bisa cepet bangun lagi, Anya!" ratap Darius.
Anya berpindah ke sebelah Darius. "Iya, aku tahu. Cowok emang beda sama cewek yang bisa multiorgasm."
"Tapi bukan berarti nggak ada jalan." Darius menyeringai.
"M-maksud Om?" Anya menoleh penasaran.
"Mau pakai sex toys, nggak?" tawar Darius.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top