口論
Jakurai menghela nafas, dia sudah di depan Apartmentnya. Batinnya sudah merasa tidak enak, sinyak-sinyal amarah Ramuda seolah terpancar ke arahnya. Tapi mau-tidak-mau dia harus segera menuju unitnya. Kalau tidak, urusannya bisa lebih panjang lagi nantinya.
Dengan bermodal do'a dan keteguhan Iman, Jakurai melangkah keluar dari lift. Lorong yang panjang dan besar itu seperti mengecil, kemudian memendek sampai akhirnya dia melihat sosok berambut pink yang tengah duduk di depan pintu Unitnya.
"Ame-"
Belum sempat menyelesaikan panggilannya, Jakurai dihadiahi lemparan tas yang mungkin seberat 1 kg. Secara otomatis, dia menghindar, tetapi malah dihadiahi amukan dari Ramuda yang sudah menatapnya nyalang.
"KAU! SIALAN! KENAPA BAWA DUA KUNCI RUMAH HAH?!"
Jakurai menutup matanya sambil menghela nafas pendek, tangannya bergerak menuju kantung mantelnya. Dia berjalan untuk membuka pintu unitnya-mereka- kemudian, dengan mengulas sedikit senyum, Jakurai berucap lembut.
"Kita bicara di dalam saja."
Ramuda ngedumel. Dia memungut tasnya dan berjalan masuk ke dalam Unitnya sambil cemberut ria. Jakurai menutup pintu dan menghela nafas bersyukur. Masih bersyukur bininya ngak melempar segala macam barang lain, atau lebih parah lagi; menyalakan hypnosis microphone dan mengajaknya duel karena urusan begini.
"Oi, Pak Tua,"
"Jangan panggil aku Pak tua, Amemura-kun"
Ramuda mendecih. Tetapi tidak meng-iya kan ucapan Jakurai. Dia meletakan tasnya di sofa, kemudian meniatkan dirinya untuk membuat Minuman hangat di dapur.
Tapi, tiba-tiba-
Gyaru gyaru bam!!
Ga, ga. Salah, maap :(
JDUG
Ramuda membuka matanya, mendapati Kotatsu berada di depan Sofa yang dia tempati. Doi shock bukan main, seingatnya, tadi dia tidak melihatnya. Apa jangan-jangan Jakurai memindahkannya? Tapi tadi dia tidak melihat ada truck atau pun tanda-tanda dia membawa Kotatsu.
"Ne, Ossan" Panggil Ramuda pelan
Dia mendengar langkah Jakurai dari arah dapur. Kemudian, sosok jangkung itu muncul, dan reaksinya pun sama. Diam terenggun melihat Kotatsu di depan Sofa. Kotatsu ini sama dengan gambar Kotatsu yang terpampang di spanduk asal-asalan Undian Tahun Baru tadi.
"Kapan kau beli Kotatsu?" Tanya Ramuda, menaikkan alisnya
"Aku tidak membelinya, aku memenangkannya" Jawab Jakurai kalem
"Menang?"
"Undian tahun baru, ternyata sudah di antar ya...."
Ramuda menggeleng. Dia menunjuk Kotatsu itu, seolah-olah benda persegi empat itu terkutuk dan menatap Jakurai dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Aku sudah lebih dari 2 jam menunggu di depan, tidak ada kurir sama sekali yang mengantar ini." Jelasnya
"Eh?" Jakurai gelagapan
Tapi penjelasan Ramuda ada benarnya. Jakurai memenangkan undian itu kira-kira pukul dua atau lebih, jika Ramuda memang sudah menunggu dari pukul 1 harusnya dia melihat ada kurir yang mengantar. Lebih lagi, Jakurai membawa kuncinya. Tidak mungkin kurir itu bisa masuk.
".....apa sihir beneran?....." Gumam Jakurai
"Hah?"
"Tidak, bukan apa-apa. Ini, Coklat hangat."
Jakurai menyodorkan mug berwarna putih dengan ukiran berwarna peach kepada Ramuda. Dengan senang hati Ramuda menerimanya. Kakinya dia goyang-goyangkan sembari meneguk minuman berwarna coklat itu. Jakurai yang melihatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Untung gemas.
"Lalu? Kita apakan Kotatsu ini?" Tanya Ramuda
"Kita pakai,"
"Hoo? Tidak kita laporkan ke Polisi? Bisa saja ini barang jebakan dari kau-tahu-siapa"
Dikira Voldemort kali ya :(
Jakurai menggeleng. Dia meletakkan mugnya di atas meja. Tangannya menunjuk ke arah jendela.
"Kau bilang kan, tidak ada yang mengantar. Kalau pun di masuk kan lewat Jendela, tidak mungkin. Selain karena ini Lantai 13. Jendela kita hanya bisa dibuka lewat dalam" Jelas Jakurai
"Hmm...."
Ramuda kembali meminum coklat hangatnya. Tangannya meraih remote Televisi. Dia menyalakan benda kotak itu. Beberapa berita menayangkan tentang Tahun Baru, Wisata lokal, dan Dorama-dorama lama. Ramuda menghela nafas kesal melihatnya.
Diam-diam dia melirik lelaki di sebelahnya. Jakurai hanya diam, tidak berkutik. Matanya fokus kepada TV yang berhenti pada Channel berita. Tangan kekarnya memegang mug berwarna putih dengan ukiran berwarna anggur.
Ramuda meringsut dalam duduknya. Kemudian dia bangkit, menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.
* * *
Jakurai menatap pintu kamar yang tertutup. Lelaki berumur 35 tahun itu sempat bingung dengan perilaku Ramuda yang aneh. Pikirannya berdebat, haruskah dia meminta maaf? Tapi, itu bukan salahnya juga. Ramuda telat mengambil kunci karena asyik mengobrol dengan entah Onee-channya yang keberapa di telepon, sedangkan Jakurai yang dikejar waktu mengambil Kunci yang tersedia karena panik. Tidak sadar bahwa ternyata kedua kunci itu ditumpuk menjadi satu.
Tapi, jika dia tidak meminta maaf, bisa-bisa jatahnya selama Seminggu-bahkan sebulan-bisa hilang karena amukan Ramuda. Meskipun tadi Ramuda tidak marah-marah seperti biasa karena sudah kedinginan, nanti pasti ada saja permasalahan baru yang dibuatnya. Jakurai takut jika Ramuda kesal, kemudian minggat ke rumah temannya yang penulis terkenal itu.
"Ossan,"
Lelaki itu membuyarkan lamunannya sendiri. Kemudian atensinya ia berikan kepada Ramuda yang memanggilnya.
"Ya?"
"Kau tidak mau menyalakan Kotatsunya?"
Oalah, nyuruh toh.
Jakurai berpikir sebentar. Akhirnya dia beranjak dari duduknya menuju Kotatsu dengan futon berwarna kehijauan itu. Setelah tangannya mengutak-atik benda tersebut, dia menatap Ramuda sambil tersenyum.
"Sudah bisa dipakai"
"Hmm, terima kasih"
"Amemura-kun"
Ramuda mengangkat iris birunya yang kemudian bertatapan dengan iris Jakurai. Kemudian, bibirnya merasakan sensasi kenyal dan hangat. Tidak perlu berpikir lama tentunya Ramuda tahu bahwa kini Jakurai tengah menciumnya.
"Maaf," Lirih lelaki berambut panjang itu
Wajah Ramuda memerah. Dia gelagapan. Jarang bagi Jakurai untuk melakukan hal seperti tadi. Wajahnya sekarang semerah kepiting rebus.
"Amemura-kun"
"Sialan! Sialan! Pasti mau minta jatah!" Seru Ramuda dalam hati
"H-hei, itu Kotatsunya kan sudah bisa dipakai! S-sayang listriknya jika di biarkan kan? Lagipula kau belum mengganti bajumu! Cepat ganti sana! Aku mau menghangatkan diri! Kau tahu kan aku diam di luar menunggumu lebih dari 2 jam?" Celotehnya dengan wajah yang masih memerah
Jakurai terkekeh pelan. Dia kemudian mengecup kening Ramuda sebelum melenggang pergi menuju kamar mereka untuk mengganti bajunya. Meninggalkan Ramuda yang terbengong sambil memegang jidatnya dengan wajah yang makin memerah setiap detiknya.
"Khh-sialan...."
Sepertinya Ramuda harus berlatih untuk mengungkapkan perasaannya lebih jujur lagi seperti kata Asistennya [Fullname]. Meskipun dia sangat mahir dalam memikat dan menggombali para Onee-san, sesungguhnya dia sangat tidak mahir jika dipikat dan digombali dalam hal seperti ini. Terlebih lagi oleh Dokter bernama Jinguji Jakurai itu.[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top