Hilangnya kepercayaan
Aku tidak tau darimana semua ini berawal, hidupku terseret dalam arus dinasti yang semula tak pernah tersentuh oleh seorang Senja. Namaku tiba-tiba berubah. Status sosialku naik beberapa hasta. Aku sungguh tidak ingin mempercayai semua omong kosong ini. Harus sampai kapan dunia membuatku berdiri di antara ketidakpastian?
Mereka ingin aku menjadi Puteri Pembanyun, anak terakhir dari Sultan dan mendiang Permaisuri, tapi aku bukanlah dia. Aku adalah Senja, anak dari seorang petani yang lahir dan tumbuh besar di pegunungan Sindoro, Dieng.
Keluargaku hanya keluarga biasa. Utuh dan lengkap. Tidak ada kaitannya dengan penguasa negeri ini. Ya. Kami memang tidak memiliki kuasa apa pun dari sejengkal tanah yang kami injak. Beberapa hari yang lalu petualanganku bahkan baru saja dimulai. Pada akhirnya aku punya kendali atas diriku sendiri setelah mengikat janji pada laki-laki yang kunikahi selama dua tahun terakhir.
Aku akhirnya punya mimpi. Aku punya harapan. Kuabaikan semua perasaan pribadiku yang sempat carut marut setelah melihat suamiku yang bercumbu di depan mataku sendiri. Tetapi bukan itu yang paling membuatku kecewa. Seberapa pun aku berusaha untuk tunduk dan patuh. Kini aku kembali dihadapkan dengan perkara yang sulit kuterima darinya. Laki-laki yang sempat menyentuh hatiku itu diam tak berkutik saat aku diseret masuk ke dalam istana, meski begitu tatapan matanya padaku mengatakan segala hal yang dirasanya. Kebencian, penderitaan, keinginan untuk melawan.
Raden Mas Banyu. Benarkah kehadiranku dalam hidupmu hanya sekedar sebagai jalan untuk membalaskan dendam? Jika benar begitu kenapa kau memberikan aku kesempatan meski sedikit untuk bermimpi? Apa arti dari ciuman-ciuman itu? Apa semua ini hanya permainan bagimu?
"Kamu mungkin harus berpikir berpuluh-puluh kali untuk menaruh kepercayaan. Kadang kala kamu tidak bisa menebak siapa yang akan mengkhianatimu setelah berhasil merebut kepercayaan itu."
"Kalau begitu tidak ada alasan bagiku untuk mempercayaimu juga."
"Aku tidak seperti kakakku yang meminta kesetiaan mutlak padamu. Aku juga tidak akan memohon agar kamu percaya padaku. Harus aku akui, aku telat menemukanmu. Seharusnya mudah bagiku untuk menebak rencananya saat tiba-tiba mendengar pernikahan itu. Seharusnya aku tau, gadis yang selama ini kucari itu adalah kamu. Gadis yang seharusnya menjadi milikku justru dinikahi kakakku sendiri dua tahun lalu."
Aku menatap Abimanyu. Wajahnya. Perkataannya. Membuatku sesak.
"Jika kamu bisa bekerjasama, maka orang tua yang telah mengasuhmu selama ini akan tetap aman. Tak tersentuh."
"Kau mengancamku?"
"Tidak ada tempat bagi penghianat di negeri ini. Apa yang dilakukan keluarga asuhmu adalah penghianatan kepada mendiang Permaisuri."
"Tidak! Mereka pasti tidak tau apa-apa."
"Permaisuri adalah ibu kandungmu, orang yang menukarmu dengan bayi dari keluarga yang membesarkanmu selama ini. Mereka tau siapa kamu sebenarnya Senja. Meski begitu mereka tetap bekerjasama dengan kakakku demi membalaskan dendam mereka."
"Ke mana kamu membawa Raden Mas Banyu?"
Abimanyu mengerenyit, "Kamu masih sudih bertanya tentang dia?"
"Jawab pertanyaanku, Abimanyu!"
Abimanyu melangkah mendekat. Ada sesuatu yang membuatku takut. Meski berparas serupa dengan suamiku tapi jelas dia bukanlah Banyu. Kedua tangannya mengenggam tanganku yang semula sudah gemetar menahan amarah.
"Kamu sudah berada di tempat yang tepat, tidak ada lagi yang akan menyakitimu. Kamu akan dicintai sebagai mana mestinya."
Percakapan dengan Abimanyu sungguh
sia-sia. Aku yang terlalu polos dan lugu mempercayainya dengan mudah. Kini pikiranku melalang buana ke berbagai tempat. Raden Mas Banyu. Nasib keluargaku. Nasib diriku sendiri.
Jika Raden Mas Banyu memang memiliki niat yang buruk kepadaku sejak awal apa yang membedakannya dengan Abimanyu?
Seperti paras, mereka pasti memiliki niat yang serupa. Bagaimanapun caranya. Mereka akan membalaskan dendam atas luka yang membekas setelah kehilangan ibu mereka.
Aku memang belum bisa menerima kenapa tiba-tiba namaku menjadi Pembanyun. Jika memang aku adalah dia. Semua itu tidak berarti apa-apa. Aku ingat cerita Wastu dan Dahayu. Sultan membunuh anak terakhirnya karena terlahir sebagai seorang perempuan. Sangat jelas aku bukanlah anak yang diinginkan. Jika permaisuri menyelamatkanku dengan cara menukarku dengan anak lain, itu pun tidak berarti apa-apa.
Dan bagaimana orang tua yang telah merawatku selama ini? Sekarang semua semakin tersusun sempurna. Ayah yang selalu dingin kepadaku dan ibu yang selalu berusaha membuatku mengandung anak Raden Mas Banyu. Memaksaku menyelamatkan posisiku yang hanya sebagai selir. Ibu begitu ketakutan selama dua tahun ini hubunganku dan suamiku tidak membuahkan hasil. Mereka mendorongku agar lebih dekat dengan laki-laki yang menyimpan dendam padaku.
Aku percaya setiap ibu mampu melakukan segala hal demi anak-anaknya, tapi apa artinya untuk sekarang? Apa karena dia adalah ibuku yang telah memberikan kehidupan ini, ibu yang mengandung dan ibu yang menyusuiku, aku harus membalas budi kepada mereka dengan kembali menjadi jati diriku yang sebenarnya, tapi untuk apa?
Suara pintu yang terbuka menarik perhatianku. Pertanyaan itu lagi dan lagi tak terjawab. Setelah dikurung tiga hari di dalam kamar yang dijaga ketat oleh pengawal. Para pelayan tidak berhenti untuk datang. Mereka sangat telaten dalam merawatku. Aku bahkan tidak dibiarkan mandi dan berpakaian sendiri. Semua kebutuhanku dipenuhi dengan sangat baik. Mereka memilih pakaian mewah untuk kukenakan, rambutku yang panjang dibiarkan terurai dengan banyak sekali perhiasan. Praktis aku berubah menjadi seorang puteri.
Kali ini mereka datang membawa makan malam di atas nampan emas yang dipenuhi banyak lauk pauk berbagai ukuran dan jenis. Aku tidak mungkin sanggup menghabiskannya sendiri tapi mereka pasti tetap ingin aku makan beberapa suap untuk melaporkannya pada Abimanyu.
Ada lima pelayan perempuan yang semuanya tampak seumuranku. Kebanyakan dari mereka beberapa kali mencuri pandang, mungkin penasaran dengan kabar kembalinya Puteri Pembanyun dari kematian. Tetapi ada salah satu di antara mereka yang tak begitu tertarik denganku. Mungkin aku bisa meminta tolong padanya.
"Siapakah namamu?"
Semua pelayan yang kini bertekuk lutut di hadapanku mencoba mencari tau siapa yang kumaksud. Lalu saat aku memberikan tatapan yang hanya tertuju pada gadis yang berada pada baris paling belakang, salah satu dari mereka menjawabnya.
"Garini."
Setelah namanya disebut, Garini mendongak dan menatapku.
"Bisa bantu perbaiki tatanan rambutku?"
"Biar saya saja yang memperbaikinya, Puteri."
"Aku mau dia yang memperbaikinya. Apa ada larangannya? Bukankah kalian semua harus patuh padaku? Keluarlah kalian semua kecuali Garini."
Tidak butuh waktu lama, mereka semua keluar kecuali Garini. Aku tidak perlu menunggu, langsung kudekati gadis itu setelah pintu kamar tertutup. Kusejajarkan lutut kami berdua di atas lantai yang dingin. Garini yang tidak siap membelalakan kedua matanya begitu aku menangkup tangannya dengan harapan bisa mempercayainya sekali ini saja untuk menolongku.
"Aku butuh bantuanmu," kataku berbisik.
Garini berusaha melepaskan genggaman tangan kami, dia hendak bersimpuh tapi kularang. Perdebatan kami sengit di dalam hening. Aku berusaha tidak menimbulkan suara yang mencurigakan agar tidak menarik perhatian pengawal.
"Jangan bersimpuh! Aku butuh bantuanmu untuk mencari tau dimana suamiku."
Garini menggeleng, matanya jelas menampilkan ketakutan. Tubuhnya bahkan gemetar. Jika bukan karena aku sungguh butuh bantuannya, aku tidak akan memaksa seperti ini.
"Tunjukkan saja apa aku bisa keluar dari kamar ini?"
Garini kembali menggeleng.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?"
Emosiku tersulut hampir kehabisan kesabaran, tapi kemudian Garini mencoba menulis sesuatu dengan jari telunjuknya di telapak tanganku.
"Puteri tidak bisa pergi dari sini."
"Aku harus bertemu suamiku."
Tatapan mata Garini penuh arti. Menunggu waktu lama. Dia akhirnya memberikan aku solusi melalui barisan tulisan panjang yang tersembunyi dalam keheningan. Aku tidak yakin bisa melakukannya tapi aku harus tetap mencobanya. Jika apa yang dikatakan Garini benar. Aku pasti bisa bertemu kembali dengan Raden Mas Banyu.
Hanya dia satu-satunya orang yang bisa kumintai penjelasan. Setidaknya Raden Mas Banyu telah berkata jujur melalui sikapnya selama ini. Dia tidak mencintaiku. Tidak menginginkanku. Kupikir pada awalnya karena aku tidak cukup cantik. Tidak terdidik. Tidak juga setara dengannya. Namun lebih dari semua alasan yang bisa kupikirkan sekarang. Dia menyimpan dendam dalam hatinya. Kebencian yang sudah mendarah daging.
Jika benar, meski aku berharap bahwa ini hanya sekedar kebohongan. Aku akan mencoba sekali lagi memahami perasaan Raden Mas Banyu. Aku akan mengejarnya. Kesetiaan yang dia minta akan aku beri. Asal dia mau mengatakan kebenaran yang sesungguhnya. Semuanya tanpa terkecuali.
***
Aku kembali. Gimana kabar kalian?
Semoga part ini cukup seru ya. Jangan lupa untuk vote dan coment!
Part selanjutnya akan aku upload agak malaman ya. See youuuuuu luv ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top