Gudang

Jam istirahat berlalu dengan cepat. Keira baru selesai memakan bekal dari Putra saat seorang anak menghampirinya.

"Keira, Lo dipanggil ke ruang BK," ucapnya datar.

Keira mengerjap. Hah? Dia 'kan tidak berbuat apapun?

"Kok malah bengong sih? Cepetan, lo harus kesana sekarang." Anak itu segera berlalu dan duduk di bangkunya kembali, meninggalkan Keira yang kebingungan.

***

Lima menit kemudian, gadis itu melangkah dengan gontai ke arah ruang BK. Banyak hal yang membuatnya malas ke ruang BK. Selain gurunya yang tidak pernah ramah kepadanya, ruang BK itu membuat Keira ngeri. Kesannya seperti pengadilan saja. Tapi yang paling buruk, untuk bisa sampai ke ruang BK, Keira harus melewati gudang penyimpanan sekolah. Keira tidak mengerti kenapa sekolah membuat gudang di tengah gedung sekolah, bukan pinggirnya saja. Gudang itu berbau apak dan kesannya menyeramkan. Keira tidak suka.

Keira mempercepat langkahnya saat melewati gudang itu, enggan berlama-lama. Apalagi sekolah sepi karena sudah jam masuk kelas.

Namun ketika melewati gudang, Keira mendengar sesuatu.

Suara orang menangis.

Keira jadi merinding sendiri.

Gadis itu mendekatkan telinganya ke pintu gudang yang tertutup. Benar saja, ada suara seseorang menangis yang teredam.

Dicobanya untuk membuka pintu gudang, ternyata tidak terkunci. Lengannya sakit, tapi Keira mengabaikannya.

Melongok ke dalam gudang, Keira menemukan seorang murid yang menangis di pojokan gudang, dekat tumpukan buku berdebu yang tidak terpakai. Murid itu mendongak ke arah Keira.

"Lo nggak pa-pa?" Keira menghampiri murid perempuan itu.

Tapi anehnya, murid itu ternyata sama sekali tidak menangis. Matanya kering.

Lalu secepat kilat, Keira tahu-tahu sudah didorong ke samping hingga terjatuh.

Keira memekik, luka di lengannya yang belum sembuh sempurna terasa tergesek. Keira berdoa dalam hati semoga lukanya tidak berdarah lagi.

"Lo kenapa sih?" Keira menoleh, mencoba memandang murid itu dengan kesal, tapi kemudian mengerutkan dahinya.

Murid itu teman sekelasnya, Tari.

Tari tersenyum miring, "Salah Lo juga, gampang banget kejebak." Tari melangkah menuju pintu. "Selamat tidur di gudang, Keira." Dan kemudian, Tari berjalan menuju pintu.

Keira mencoba bangkit, "Woy, Tari!" pekiknya. Membayangkan dirinya terkurung di ruangan gelap ini saja sudah membuat Keira gemetar. "Jangan lari lo Tari!" Kaki Keira sudah mantap menjejak, dan gadis itu berlari ke arah pintu.

Keira membuka pintu gudang, yang anehnya tidak dikunci.

Tahu-tahu, Keira sudah dikelilingi banyak orang. Kepala sekolah, guru-guru BK, hingga wali kelasnya.

Di belakang wali kelas yang melotot ke arahnya, Keira melihat Tari.

Yang sedang menangis.

....

"Saya nggak bohong, Pak!" Keira berdiri, nyaris emosi. Jengkel juga melihat Tari yang duduk di seberangnya, tengah terisak di pelukan wali kelas mereka.

Kepala sekolah menghela napas panjang. "Sudah berapa kali kita bicarakan ini, Keira." ucapnya lelah. "Saya sudah pernah bilang berkali-kali, jujur. Jangan berbohong."

"Tapi saya jujur, Pak!" Keira histeris, menunjuk Tari yang menangis. "Dia yang mau ngunci saya di gudang, bukan saya yang mau ngunci dia!" Tangan Keira gemetaran.

Ibu wali kelas ikut berbicara, "Ibu lihat sendiri kejadiannya, Keira. Tari keluar dari gudang dengan wajah takut. Seragamnya juga kusut. Kamu masih mau membantah?"

"Itu karena Ibu nggak melihat versi lengkapnya! Saya dengar ada orang yang menangis di gudang, lalu tiba-tiba dia-" Keira menunjuk Tari dengan telunjuknya, "-dia dorong saya, terus lari ke pintu!" ditatapnya wali kelasnya itu, "Saya gak bohong Bu!"

Wali kelasnya itu sejenak terlihat ragu, beliau menengok ke arah Tari, "Tari, kamu-"

"Kapan saya pernah bohong sama Ibu?!" Tari menjawab, suaranya gemetaran. "Saya bicara yang sebenarnya Bu. Saya lagi jalan, terus Keira dorong saya ke gudang." Gadis itu menunjukkan tangannya yang merah. "Ini bekasnya, Bu."

"Heh! Berani ya Lo fitnah gue!" Keira maju, menghampiri Tari yang makin gemetaran. "Sini lo kalau berani! Jangan modal nangis doang!"

"Keira, sudah!" Wali kelasnya berdiri, diikuti guru BK dan kepala sekolahnya.

"Saya nggak terima kalau saya difitnah, Bu!" Keira membela diri.

"DUDUK, KEIRA!"

Keira tak mengindahkan gurunya itu, gadis itu merangsek maju, berusaha menggapai Tari yang gemetaran di kursi.

"KEIRA! DUDUK!"

"SINI LO GOBLOK, JANGAN DUDUK AJA!"

Gadis itu meraih ujung seragam Tari, yang sekarang menjerit dan memukul-mukul tangan Keira. Guru-guru berusaha -dengan sia-sia- untuk menghalangi kedua gadis itu.

 "SINI LO!"

"KEIRA!" 

"SUDAH, INI SEKOLAH!"

"DASAR CEWEK GILA!"

Pekikan Tari sukses menghentikan semua pergerakan di ruangan itu. Keira terbelalak, sementara para guru mendadak terdiam.

Keira gemetar saking marahnya, "Berani-beraninya," desis gadis itu. "Kurang ajar lo!"

Gadis itu kembali maju, kali ini lebih ganas dari sebelumnya. Matanya bahkan menggelap. Tangannya terarah ke kepala Tari, mencoba menjambaknya.

"BERANI-BERANINYA LO NYEBUT GUE GILA?! ANJING LO! MAJU SINI!" Keira kalap. Seorang guru berlari keluar ruangan, berteriak memanggil satpam.

Keira menjambak rambut sebahu Tari, menariknya sekuat tenaga. Tari menjerit kesakitan.

"KEI, UDAH!"

Sebuah teriakan menginterupsi kegiatan Keira. Gadis itu menoleh, memandang Putra yang berada di ambang pintu. Pemuda itu terengah, tampak kelelahan.

Putra melangkah, menghampiri Keira yang masih menjambak Tari. Dengan lembut, ditariknya tangan Keira. Tari yang bebas langsung mundur ke dekat guru-guru.

"Udah ya? Gue percaya sama lo. Lo nggak bohong kok." Putra tersenyum, kedua mata coklatnya menatap Keira lembut. "Gue percaya. Lo selalu jujur."

Keira balik menatap Putra. "Gue ... jujur. Gue gak bohong." Gadis itu menggumam. "Gue gak bohong. Putra percaya."

"Iya, gue percaya."

"Tari dorong gue. Sakit, Putra." Gadis itu menggumam kecil, kini jemarinya menggapai lengan Putra.

"Iya, pasti sakit ya?" Putra menyibakkan rambut Keira yang sedikit acak-acakan. "Sekarang kita pergi ya? Lo mau pulang? Gue anterin."

Keira mengangguk pelan, "Mau ... pulang."

"Ayo."

Putra meraih tangan Keira, meremasnya pelan, lalu membawa gadis itu pergi. Melewati para guru yang bungkam. Melewati Tari yang terdiam dengan ekspresi aneh.

Keira tidak tahu, kalau Putra membuat kontak mata dengan wali kelasnya, lalu mengangguk samar.

.....

Andromeda, 10 Juni 2021.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top