1# Hukuman

"Did you see my bag? Did you see my bag?" suara nyanyian, bukan, tepatnya pekikan melengking, terdengar dari ruangan berdebu itu. Tikus-tikus berlarian, takut mendengar suara itu. Kecoak-kecoak masuk ke sarangnya lagi, bersembunyi dengan gemetaran.

Seorang gadis dengan headset tersumpal di telinganya dan sapu di tangan, bernyanyi dengan sapu sebagai mic nya. Dia ada di gudang sekolah yang berdebu, menjalani hukuman.

"MIC DROP! MIC DROP!" teriaknya lantang. Suaranya keras dan cempereng, hingga terdengar suara barang yang berjatuhan, sepertinya para tikus kabur lebih jauh lagi.

Cewek remaja ini namanya Keira, umurnya enam belas, bulan November nanti baru masuk tujuh belas. Sekarang, dia sedang dihukum.

Yah, hukuman memang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Keira, karena dia memang sangat usil. Kerjaannya ya mengerjai orang lain. Dan bukan hanya murid, guru pun sering menjadi objek kejahilannya.

Dia pernah meminjam motor temannya, lalu menabrak dinding UKS sekolah dengan keras, menyebabkan murid yang punya asma terbangun dan asmanya kambuh. Si murid dilarikan ke rumah sakit.

Cewek itu juga pernah mengoleskan lem super glue di kursi guru paling killer di sekolah. Guru dengan make up tebal itu tidak bisa terbangun dari duduknya, dan seluruh sekolah menyaksikan dengan terbahak-bahak saat guru itu diangkut menuju ruang guru, masih berada di kursinya dengan mata berkaca-kaca. Surat pengunduran dirinya menyusul keesokan hari.

Pernah juga, cewek ini melepas kodok besar berwarna hijau tua di ruang guru. Guru-guru menjerit ketakutan dan ada beberapa yang naik ke atas mejanya, sementara Keira merekam itu semua dengan handphone. Jahil, sangat.

Surat pemanggilan orang tua sudah berulang kali diterimanya. Panggilan ke ruang BK juga sering, begitu pun omelan para guru, sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tapi entah dengan santet macam apa, dia masih saja duduk di kelas unggulan. Kelas XI-1. Kelas para juara.

Dan kali ini, Keira mendapat hukuman karena memasukkan cacing ke tas anak lelaki paling teladan di sekolah, namanya Setya.

Begitu pelajaran dimulai, Setya membuka tasnya dan merogohnya, mencari-cari kotak pensilnya. Sayang seribu sayang, anak malang itu malah memegang benda panjang seperti mie yang basah, lalu mengangkatnya, penasaran. Begitu tahu yang dipegangnya adalah cacing, Setya langsung menjerit, mundur ketakutan sampai menabrak beberapa anak cewek, lalu pingsan.

Dan Keira dengan begonya tertawa terbahak-bahak.

Jadilah dia dapat hukuman.

Keira berdecak saat lagu selesai. Dibantingnya sapu, tidak berguna. Keira melepas headseat nya dan menghempaskan tubuhnya pada kursi yang sudah reyot, terpekik sendiri saat kursi itu bergoyang tak kuat menahan bebannya.

Capek, bosan, kesal. Itu yang Keira rasakan. Dia tidak merasa melakukan kesalahan. Toh, dia hanya mau menolong Setya. Anak itu tampan dan wajahnya imut, sayang kelakuannya mirip anak perempuan. Keira hanya mau membuatnya lebih kuat lagi. Dia benci melihat lelaki yang 'lemah'. Lelaki itu pemimpin, harus kuat. Tapi dia malah dihukum.

Keira tidak salah, 'kan?

Gadis itu menyentuh lehernya. Kerongkongannya terasa kering. Haus, dia terlalu banyak berteriak tadi.

"Nih," satu suara membuat gadis itu menoleh. Di ambang pintu, berdiri sosok lelaki. Tangannya mengulurkan sebotol air putih.

Keira nyengir. "Thanks," ucapnya. Disambarnya botol itu, lalu diminumnya sampai tersisa setengah.

Lelaki itu menatap Keira dengan datar. Tanpa ekspresi.

Keira menoleh. "Gak pantes, njir. Muka lo bukan muka bad boy, lebih ke muka anak kera alias monyet, tahu?"

"Bacot!" wajah lelaki itu berubah menjadi kesal.

"Tahu gak-" dia melanjutkan.

"Gak."

"Gue belum selesai!"

"Iya iya, santai aja kali, Put. Kenapa?" Keira terkekeh.

"Teriakan lo kedengaran sampai kelas gue. Berisik banget, pak Iman marah-marah gara-gara TOA sekolah lagi koar." Putra, lelaki itu, mulai bercerita.

"Bagus dong, suruh siapa hukum gue. Tahu gue kayak gini, dilawan."

"Heh, sadar! Itu tuh guru Lo!"

"Bodo!"

Putra menghela napas. Antara prihatin dan kesal melihat sahabatnya itu. Sepuluh tahun mereka berteman, dan kelakuannya tidak berubah.

"Nah, karena itulah, gue kesini. Mau ngasih lo minum," ucap Putra. Sedetik kemudian, lelaki itu menepuk bibirnya. Aduh, keceplosan!

Keira menatapnya. "Lo kesini buat nganterin gue minum? Cuman buat itu lo susah payah turun tangga dua lantai?"

Wajah Putra menghangat. Sial, dia malu.

"Bu-bukan gitu maksud gue."

"Enggak sia-sia gue punya babu kayak elo, Put. Emang paling berguna sih." Keira tergelak.

Putra kembali cemberut. Dasar tidak peka.

"Bodo amat!"

....

Hai, halo, hola, yow.

Ini cerita keduaku, dan genrenya emang beda banget sama cerita sebelah, dan konfliknya gak bakal seberat cerita sebelah kok, ini bacaan ringan aja, kayak tubuh saya //tendang.

Jadi, lanjut atau enggak?

Have a great day.

Andromeda, 20 Januari 2019.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top