Halaman Dua
Susah payah aku mengangkat barang-barang yang baru saja sampai di asrama. Pakaian sekolah, buku-buku pelajaran, serta bantal besar kesayangannya sudah menggantung di troli besar yang disediakan pihak asrama. Kami, para member Nusantara Pen Circle tinggal di asrama selama beberapa bulan tanpa harus pindah sekolah. Intinya, kami hanya menginap dan belajar kepenulisan di sini. Bergabung dengan para penulis-wanna-be lainnya dalam suatu bangunan besar. Pembelajaran pun dilakukan malam hari, setelah matahari tenggelam, tepatnya.
"Ah!"
Aku memekik ketika bersitatap dengan gadis yang tak sengaja kusikut ketika di aula tadi. Dia sama sepertiku, membawa barang banyak dan berhenti tepat di depan pintu kamar nomer 10. Rambutnya yang dikuncir satu terlihat bergoyang bersamaan dengan kepalanya yang ditelengkan. Dan ketika melihatku, dia tersenyum ramah.
"Kamu di kamar ini?" tanyaku memastikan.
Dia melirik arah tunjukku, lalu mengangguk. "Ya, Kak. Kakak di sini juga?"
"Ahhh kita sekamar ...," aku mendekat dan tiba-tiba lupa akan tujuan awal untuk memasukkan barang-barang. "Namaku Sanaz. Kamu siapa?"
"Dira, Kak. Aku masih kelas delapan, Kak."
"Kak Akmaaal!" teriakan seorang gadis membuatku dan Dira menoleh ke asal suara. Itu Ami, dia berlari histeris ketika matanya menemukan seorang pria berambut agak ikal yang sedang berbincang dengan Sufi dan Aru. Di belakang Ami, ada Vio yang berjalan santai dengan wajah malas. Kalau kulihat-lihat, Vio paling kalem diantara mereka berempat. Oh, sekarang berlima.
"Dia siapa, Kak?" Dira bertanya setelah meletakkan kopernya di sisi ranjang.
"Akmal, salah satu pendiri NPC juga," kataku menjelaskan, kemudian mengikutinya yang tengah membereskan buku novel yang kupikir lumayan banyak. Aduh, rasa-rasanya aku minder sendiri. Koleksiku hanya komik-komik. Novel yang kukumpulkan dulu sudah banyak yang dibuang orangtua karena terlalu banyak.
"Permisi ...," seorang gadis berkacamata mengintip ke dalam kamar.
"Yaaa?" aku mendekat, membukakan pintu lebar-lebar untuknya. Bukannya memperkenalkan diri terlebih dahulu, dia justru memerhatikan keadaan kamar kami. Aku sempat melirik Dira yang hanya mengernyitkan kening tanda tak mengerti. Tak lama kemudian, gadi berkacamata ini tersenyum.
"Aku boleh minta tolong sesuatu nggak?" dia menangkup kedua tangannya di depan wajah, menatapku ragu. "Ah, maaf, aku belum memperkenalkan diri. namaku Alice," sambutnya hangat. Aku mengangguk dan memperkenalkan diriku. Setelahnya, ia kembali melanjutkan ucapannya yang membuatku menganga lebar.
"Sebentar, aku ambil dulu, ya!" dia sangat bersemangat, sungguh.
Aku hanya bisa nyengir ke arah Dira yang juga tertawa kecil. Beberapa saat kemudian, Alice datang dengan troli yang tadi kugunakan untuk membawa barang pribadi. Bedanya, troli Alice dipenuhi dengan buku tebal karya luar negeri. Iya, benar. Gadis ini kutu buku sekali. Aku bisa lihat dari caranya menatap buku tebal yang ia bawa. Apalagi ketika senyumnya tak henti mengembang saat menyusun buku-bukunya di rakku yang hanya berisi buku pelajaran.
"Makasih Kak udah bolehin aku nitip buku-buku! Bukunya Kazu banyak banget sih, jadi kamar kita kepenuhan. Dan dia udah ngambil jatah rak bukuku. Tapi dia bayar ke aku juga."
Mataku pasti akan melebar kalau masuk ke kamar Kazu dan Alice. Dua gadis kutu buku sekamar? Aku yakin kamarnya mirip dengan perpustakaan kecil. Pasti. Kazu dan Alice sampai rela membayar sewa untuk buku yang mereka titipkan. Ya Tuhan, mereka berdua begitu mencintai buku. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Alice yang berpamitan sambil berjalan santai menuju kamarnya. Aduh, pantas saja dia datang ke kamarku. Letak kamarnya tepat bersebelahan denganku.
"Tanteee, ayo kita makan," suara anak lelaki tiba-tiba membuatku mendongak.
Di depan pintu kamarku berdiri Jarot dan Momon dengan senyum lebarnya. Tadi saat kami mengobrol dan berjalan menuju gedung asrama, tiba-tiba saja Jarot sudah merangkul lenganku dan Momon secara bersamaan, kemudian memanggilku dengan 'Tante'. Aku tak mengerti kenapa bisa jadi seorang tante untuknya.
"Bentar, aku masih beres-beres," sambutku.
Aku segera memasukkan laptop ke dalam lemari, lalu baju-baju yang masih di dalam koper kubiarkan begitu saja. Sebagian buku sudah kuletakkan di rak. Dan ketika kulirik ke arah kanan, Momon dengan sigapnya membantu Dira meletakkan koleksi novelnya di rak teratas. Di belakang Momon, Jarot seperti ingin membantu namun terlihat ragu.
"Hai," aku bisa mendengar Dira menyapa. "Kamu kenapa ngumpet di belakang Kak Momon?" tanyanya ramah.
Momon terkikik geli mendengarnya, kemudian menggeser tubuh ke arah kanan dan mendorong Jarot agar berada agak dekat dengan Dira. "Namanya Jarot, dia memang agak pemalu, terkadang. Kayaknya dia seumuran sama kamu, deh."
Mata berbinar Dira muncul lagi. "Kamu kelas delapan juga?" ditanggapi anggukan Jarot. "Sama dong! Aku Dira," kali ini Dira yang pertama kali mengulurkan tangan.
Jarot tampak ragu, tapi kemudian membalas uluran tangan itu dengan senyum tipis. Ada semburat merah di pipi anak lelaki itu. "Namaku Jarot, Di-chan."
"Di-chan?" Dira sempat bingung akan panggilan barunya, tapi kemudian dia nyengir. "Salam kenal juga, Roti."
Aku langsung tertawa ngakak mendengarnya. "Roti? Ya ampun."
Tapi Jarot terlihat tidak keberatan dengan panggilan itu. Dia malah senyum-senyum lucu sambil berjalan beriringan dengan Dira di depanku dan Momon yang hanya bisa tersenyum kecil. Asrama ini benar-benar besar. Ada 41 kamar di dalamnya, yang mana ditempati oleh dua orang masing-masing kamar. 20 kamar saling berhadapan dengan pembatas taman kecil yang membentang dari ujung ke ujung. Kamar nomer 1, kamar yang ditempati oleh Sufi dan Aru letaknya bersebelahan dengan ruang makan. Kamar mandi? Tiap kamar memiliki satu. Ah, aku sangat bersemangat tinggal di Nusantara Academy!
..........
Selain lorong kamar yang besar, ruang makan ini dipenuhi lima meja panjang yang bisa memuat 10 orang sekaligus. Di masing-masing meja ada TV tak bertabung yang menggantung dari langit-langit. Beberapa anak tampak sudah larut dalam makanannya, sedang lainnya bercanda. Seperti Arin dan Ami. Dua anak itu tampak seperti anak kembar? Ke mana Rora yang tadi bersama Arin?
"Kak Sanaz, ikutan makan sini aja!" teriak Ami dari kejauhan.
Ami dengan semangatnya melambaikan tangan ke arah kami. Sedangkan Arin juga tak kalah heboh. Dia bahkan sudah menarik Momon, Jarot, serta Dira secara bersamaan. Hebat sekali anak itu. Semangatnya sungguh tinggi. Ah, tadi ketika berpapasan di lorong kami sudah berkenalan. Dia anak yang manis. Pipinya juga tembam, seperti Ami. Akupun berjalan mengikuti mereka, duduk di antara Ami dan Arin. Di depanku ada Jarot, dengan Momon di sebelah kanannya dan Dira di sebelah kiri anak lelaki tersebut.
"Ayah, aku nggak suka ini," Jarot meletakkan brokoli ke dalam piring Momon yang masih penuh, belum tersentuh.
"Jangan pilih-pilih makanan, Nak," sambut Momon lembut sambil menggeleng tak setuju ketika Jarot ingin memberikan setangkai brokoli lainnya. Wajah Jarot tampak melas, sepertinya dia benar-benar tak suka dengan brokoli.
"Sini deh biar aku aja yang makan," kudorong piring makananku ke arah Jarot, yang langsung dihadiahi binaran di matanya.
Jujur saja, aku tak begitu suka brokoli, tapi melihat Jarot yang seperti ingin menangis membuatku tak tega. Yah, aku masih bisa memakannya meski pelan-pelan. Momon, yang melihatku seperti itu lantas hanya berdecak sebal. Aku menatapnya dengan alis naik sebelah. Apa yang salah? Lebih baik aku yang memakan brokoli daripada Jarot muntah.
"Kalian kayak keluarga, ya?" celetuk Arin tiba-tiba.
"Hah?" keningku berkerut.
"Bundaaa!" tiba-tiba saja Arin memelukku, disusul Ami yang juga melingkarkan tangannya ke tubuhku. Mereka berdua memanggilku 'Bunda' secara bersamaan. Tunggu. Kenapa ini?!
"Kalau makan jangan bercanda," tiba-tiba Sufi menepuk puncak kepala Arin dengan ujung jarinya, membuat gadis itu meringis dan menoleh dengan sebal.
"Bang Sufi ngajak berantem, ya?"
"Emangnya setan ujung kulon bisa berantem, ya?" sahut Andhy, cowok hitam manis yang kusadar selalu mencari masalah dengan Arin membuatku menoleh. Di sampingnya ada gadis yang berusaha lepas dari cengkraman-ANIQ!
"Aniq!" Aku berteriak histeris ketika menyadari gadis yang sejak tadi diseret oleh Andhy adalah Aniq. Wajah kesalnya berubah cerah ketika melihatku yang berdiri memandangnya. Kami pause selama beberapa detik, kemudian merangkul satu sama lain.
"Sanaaaz! Aku dari tadi nyariin kamu!!! Jahat banget dia yang ngundang aku ke sini tapi nggak bisa dihubungin!" Aniq mencak-mencak sambil menarik rambutku dengan kesal.
Aku hanya terkekeh. "Tadi hapeku mati. Nyampe kamar mau hubungin malah lupa."
"Kejam," Aniq cemberut. "Dari tadi aku diikutin sama pria mesum, tau."
Keningku berkerut dalam, kemudian menatap Andhy.
"Aku nggak mesum," sahut Andhy yang langsung dihadiahi tendangan dari Arin ataupun Sufi. Dua orang itu ternyata sangat tidak setuju dengan pernyataan Andhy barusan.
"Haaai, Kaktus," seorang pria dengan kacamata serta perut yang agak buncit datang, mencoel dagu Aniq dengan gaya centil. Aku langsung merinding dan mundur teratur. Kembali duduk dan pura-pura tak mengenal Aniq.
"Sanaz kejaaam!" teriak Aniq sebal lalu berlari keluar ruang makan, diikuti om-om centil yang sepertinya sangat gemas dengan tingkah Aniq yang kekanakan.
Aku, Jarot, Dira, Arin, Ami, Momon, serta Sufi hanya bisa tertawa melihat keanehan itu. Ini masih hari pertama, dan Aniq sudah dikejar oleh om-om prenagen dengan Andhy yang juga menyusul sambil meneriakkan nama 'Ryan'. Sepertinya pria yang mengincari Aniq itu bernama Ryan. Aduh, aku sakit perut sekali melihat kesialan Aniq. Sufi yang sebelumnya hanya berdiri langsung pergi melenggang dari hadapan kami setelah menarik ujung rambut Arin. Gadis yang suka manis tapi terihat tomboy itu lantas langsung berteriak kesal pada founder NPC yang hanya melambaikan tangan tak peduli.
"Arin, kita bikin silsilah keluarga, yuk!" suara Ami membuatku menoleh.
Arin langsung mengalihkan pandangan dari Sufi. "Silsilah keluarga?" matanya berbinar-binar. "Ayo kita buat!" serunya semangat.
Ah, aku merasa akan menjadi Bunda yang sesungguhnya.
======
TBC. Senin, 27 April 2015.
A/N: idenya deres banget wkwkwk. Dalam part ini ada andhyrama TheSkyscraper@ryanrysfan AmikoRizuka@viohei @martabakmal ArudaL SufiAL SinfullPrince OrangeGirl-xo Monstaa00 Ariski AstKazu Alicehaibara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top