27. Live in the moment
Hari ini aula sekolahan begitu ramai. Seluruh guru dan murid yang menjadi panitia sudah sibuk sejak pagi terutama OSIS. Acara sudah berlangsung setengah hari sejak pagi tadi.
"Fuh cape." Nita terduduk sambil mengendorkan dasinya, dia baru selesai membantu pekerjaan panitia konsumsi.
"Nih diminum dulu ya Nit." sebuah tangan mengulurkan botol air minum dari belakangnya.
Nita menoleh.
"Kakak? Makasih ya Kak."
"Sama-sama. Semangat!" Neratha tersenyum, lalu mengepalkan tangan kanannya sambil mengedipkan sebelah matanya sebelum berlalu darisana dan mencari panitia-panitia yang lain untuk membagikan air minum.
"Yang disana udah disiapin?" Denata sedang briefing bersama beberapa panitia lain untuk mengecek persiapan acara selanjutnya.
"Udah Den."
"Habis makan siang nanti pertunjukan apalagi?" Denata mengedarkan pandangannya ke penjuru aula. Matanya berhenti setelah melihat kekasihnya, yang sedang sibuk memperhatikan panitia lain yang sedang beristirahat.
"Drama dari kelas kita." Jawab Renata sambil membaca run down acara.
"Oke. Kalian bisa bubar sekarang untuk makan siang." ujar Denata, kemudian ia pergi mencari kekasihnya.
"Eh?" Neratha terkejut ketika sekaleng pocari sweat dingin menempel di pipinya.
"Minum. Perhatiin orang terus daritadi kamu sendiri belum minum kan?"
"Belum. Hehehe."
"Makan dulu yuk?"
"Yaudah ayo." Neratha menurut saja ketika tangannya digandeng dan dibawa pergi dari aula.
"Kita kemana?" setelah agak jauh baru dia bertanya.
"West garden. Lagi sepi disana soalnya yang lain pada makan disini."
"Ngapain sepi-sepi?"
"Cape. Aku butuh kesunyian sebentaaaarrr aja."
"Yaudah." Neratha lupa pacarnya seorang introvert dingin yang masih belajar membuka diri dengan keramaian dan orang banyak. Tapi kan sudah sejak berbulan-bulan yang lalu Denata mampu beradaptasi? Dia bersikap seperti ini jika sedang ada masalah atau pikiran. Pasti karena itu.
"Kok diem aja sih?" Denata memecah kesunyian setelah nyaris 30 menit mereka makan dalam diam sejak mereka jalan tadi.
"Kamunya." Neratha cemberut.
"Aku kenapa?"
"Gak mau cerita lagi mikirin apa?"
"Gak ada sayang. Aku cuma mau sepi-sepian aja." ujarnya.
"Apaan deh, kan bisa makan diatas."
"Kamu gak mau makan berdua aja sama aku? Jarang-jarang loh kita bisa berdua aja kayak gini."
Neratha tak menjawab, alisnya terangkat sebelah. Tumben pacarnya bersikap begini. Lebih baik dia minum saja daripada menjawab. Neratha memutar tutup botol air mineral yang baru dibelinya. 2 detik... 3 detik... 5 detik...
"Sini." Denata menarik botol itu dan membukanya dalam sekali putaran tanpa diminta.
"Apaan senyum-senyum?" Denata berhenti mengunyah nasinya.
"Kamu gak berubah." Neratha tersenyum manis. Manis sekali sampai-sampai Denata mau diabetes rasanya. Yaampun mana kamera??! Denata ingin mengabadikan wajah malaikat di depannya ini!
"Kamu juga. Gak pernah bisa buka tutup botol. Kalah sama anak TK. Hahaha!"
"Ih!" sebuah jitakan keras mendarat di kening Denata.
"Aduduh!"
"Nyebelin."
"Hahaha lucu kalo cemberut gitu." Denata sudah selesai makan, dia sudah bisa memegang ponsel sekarang.
"Apaan sih?!"
"Videoin kamu lah. Apalagi." Denata mengganti kameranya menjadi kamera depan. Posisi Neratha ada di belakangnya sekarang karena dia mengambil video dari arahnya, sebelah kanan.
"Hai, ini kencan pertama kami, pertama kalinya kami bisa makan berdua aja di sekolah, sepi-sepian."
"Denaaa apaan sih?" Neratha menutup wajahnya dengan tangan sambil tertawa.
"Loh kok panggil nama? Panggil aku sayang donk. Hahaha."
"Sayaaang! Matiin gak kalo engaaaa-"
"Kalo enggak apa?" Denata masih tersenyum.
"Liat sini donk." Denata mencubit pinggang Neratha yang duduk disebelahnya.
"Ah! Kalo enggak aku cium! Hahaha!" Neratha memeluknya dari belakang, lalu mengecup pipi Denata sekilas.
"Lagi donk." Denata menoleh kearah kekasihnya. Mereka bertatapan sekarang.
"Enggak!"
"Tuh kan kamu lucu tau kalo cemberut." Denata mencubit pipi kekasihnya itu. Neratha diam saja, perlahan bibirnya mendekat hingga menempel lembut di bibir Denata.
"Mmh! Udah jangan dilumat terus!" Neratha menarik kuping kekasihnya yang nakal itu agar menjauh, kekasihnya yang susah berhenti tiap melumat bibirnya itu.
"Aduh. Tadi dijitakin, sekarang dijewer. Kamu nyakitin aku terus!"
"Ahaha! Yaudah balik yuk sayang." Neratha bergelayut manja di lengan Denata.
"Yaudah balik, tapi sebelumnya bilang I Love You dulu." Denata belum mau mengakhiri videonya.
"I love you 3000."
"Kurang romantis." Denata tersenyum meremehkan.
"Ih! I love you 3000!!!" Neratha menjewer telinga Denata lagi, lebih keras dari yang tadi.
"Adududuh dijewer lagi, sakit kan. I love you 3000. Hehe." Mereka sama-sama tersenyum kearah kamera sebelum Denata menekan tombol stop.
***
"Suatu hari Toba yang doyan makan memutuskan untuk memancing di danau." Renata membacakan narasi drama kelas mereka. Dramanya baru mulai sebentar.
"Hiyah hiyah hiyah" Roy dengan semangat melempar kail pancing yang dipegangnya ke kanan dan ke kiri seperti gerakan orang sedang mencambuk. Penonton tertawa karena gerakannya ambigu. Mana ada orang mancing ikan gerakannya aneh begitu.
"Eh nyangkut! Ah sempak." Roy melempar sempak yang nyangkut di kail pancingnya itu dan mengulangi gerakan memancingnya tadi. Penonton tertawa.
"Hai, pemuda. Lepaskan aku."
"Aaaah! Takut! Ikannya bisa ngomong! Mamaa!"
"Jangan takut pemuda. Lepaskan aku. Aku mohon. Dan jangan lupa kau itu tidak punya mama."
"Tidaaaak. Aku lapar. Aku harus makan."
"Pemuda lepaskan aku. Please." Sonia yang memerankan ikan mas memohon dengan sangat.
"Tidak mau kecuali kau panggil aku pemuda tampan. Hahaha."
"Ih dasar narsis. Baiklah pemuda tampan. Lepaskan aku ya."
"Baiklah baiklah baiklah, ikan bawel."
"Aku ikan mas by the way."
"Oke oke, terserahlah."
"Dan Toba makan singkong hari itu. Esoknya ketika bangun pagi Toba terbangun karena mencium harum masakan. Tak hanya itu, dia melihat seorang wanita cantik jelita." sambung Renata.
"Wah molek sekali bodynya. Siapakah engkau gerangan wahai gadis cantik?" Toba berjalan mendekat pada Sonia yang sedang masak itu.
"Aku ikan yang kemarin kau lepaskan itu wahai pemuda."
"Hah?! Silumaaaan ikaaaan!"
"Jangan takut pemuda, aku tidak makan orang kok. Aku makannya pelet ikan."
"Oh. Bagus deh. Loh? Kok cucian piringnya bersih?"
"Iya aku yang beres-beres tadi. Aku juga sudah nyapu, ngepel dan cuci baju."
"WAH." Roy menatap Sonia takjub.
"Kamu cantik, pintar masak, bisa beres-beres rumah. Nikah yuk?" penonton tertawa, semudah itu Roy melamar gadis.
"Boleh. Tapi dengan satu syarat."
"Apa? Apa? Katakan."
"Kamu gak boleh cerita sama siapapun tentang asal usulku termasuk anak kita."
"Baiklah. Syarat yang gampang."
"Hari demi hari berlalu. Toba pun menghabiskan waktu dengan istri ikannya." kru drama mengganti suasana panggung.
"Sayang, kamu suka makan apa?"
"Makan nasi."
"Oh kukira pelet ikan."
"Ih itu kan dulu sebelum berubah jadi manusia."
"Hari demi hari berlalu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki."
"Istriku. Kok anakku hitam begini? Kamu selingkuh sama ikan lele ya?"
"Ih sembarangan! Itu anak kamulah! Sama aja kayak kamu wajahnya."
"Oh iyasih sama. Samosir kalo kata banci."
"Apaan deh pake istilah banci segala?"
"Iya di bahasa banci itu samosir artinya sama. Yaudah, kukasih nama dia Samosir aja."
"Dasar bapak gila." Denata tidak berhenti tertawa daritadi melihat drama teman-temannya.
"Tahun tahun berlalu. Suatu hari Samosir yang sudah SMA tumbuh tampan tapi nakal, disuruh ibunya mengantar makanan ke sawah."
"Samosir, antar makanan ini ke ayahmu, Nak."
"Baik Ibu."
"Wiiiiih" suasana mendadak riuh. Siswi-siswi mendadak heboh melihat Refan yang masuk ke panggung hanya menggunakan ikat kepala, celana pendek batik dan sendal jepit. Tanpa baju. Badannya yang berbentuk itu terekspos, menjadi bahan foto-foto para siswi.
"Ah tapi aku lapar. Mungkin kumakan sedikit tidak apa."
"Like father like son, karena ayahnya dan ia sama-sama hobi makan, Samosir pun menghabiskan makanan ayahnya tanpa sadar."
"Ah beraninya kau!" Roy marah. Ia benar-benar marah.
"Kau habiskan makananku! Kurang ajar!"
"Maaf ayah."
"Kau kira dengan maafmu itu aku kenyang hah?! Dasar anak ikan!"
"Petir menyambar-nyambar, angin kencang, bencana alam besar akan segera terjadi." Renata membacakan narasinya. Kru menyiapkan latar dan perlengkapan seperti kipas angin, properti dan lain-lain sedemikian rupa.
"Bu! Kata ayah, aku anak ikan!" Refan benar-benar menjiwai perannya dengan baik. Suaranya terdengar menyayat hati seolah-olah memang bapaknya yang meneriaki dia anak ikan.
"Iya. Memang benar. Yaudah yuk ngungsi."
"Ayah gimana bu?"
"Tau ah. Bodo amat. Jadi cowok hobi amat ingkar janji. Kuy ke bukit."
"Akhirnya Samosir selamat. Demikianlah drama "Komedi Legenda Danau Toba" dari kelas XII IPS 1."
Renata menutup pertunjukkan. Seluruh pemain berkumpul dan membungkuk memberi hormat.
Penonton bertepuk tangan riuh.
***
"Akhirnya selesai juga." panitia baru selesai bersih-bersih.
"Nih minum. Banyak banget fans elu ngajak foto." Renata menawarkan sebotol air minum pada Refan.
"Makasih. Mana Neratha?"
"Tuh." Renata menunjuk dua orang yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Tatapan Refan berubah menjadi tatapan sendu.
"Udah jangan diliatin."
"Hmm?"
"Mereka berdua."
"Gue liat Neratha doang." Refan menunjuk Neratha.
"Jelas-jelas cemburu."
"Enggak. hahaha."
"Oooh udah gak suka sama Neratha ya?"
"Jangan tanyakan perasaanku." Refan bersenandung.
"Yeh malah nyanyi."
"Pergi saja engkau pergi dariku~"
"Kampret malah ngusir."
"Hahaha. Lu kira mereka gak bakal putus apa? Mau pacaran sampai kapan? Gue bakal tunggu."
"Hah?? Gila lu."
"Memang."
"Yaudah gue balik dulu ya. Temen gue udah turun." Renata melambaikan tangannya pada Refan, dia melihat Vania berjalan mendekat.
"Hai! Ayo van."
"Iya. Gimana hari ini?"
"Capek. Makan bakso dulu yuk."
"Ayo." Renata menggandeng tangan Vania seperti biasa.
***
"Woi senyum-senyum sendiri gila lu entar."
"Hahaha biarin."
"Liatin apasih?"
"Liatin pacar gue lah. Siapa lagi." aku melepas earphone yang menempel di telingaku. Renata berjalan mendekat ke kasurku dan duduk disebelahku.
"Widih. Asik ya mesra-mesraan." komentarnya.
"Iya donk. Nih gue ikutin saran lu. Buat nikmatin waktu sama dia."
"Ya iyalah. Jadi lu bikin video-video sama Neratha gitu?"
"Iya. Hehe."
"Awas. Nanti lu bakal nangis-nangis kalo nonton video itu pas udah di Amerika."
"Anjiiir doanya jelek banget." aku beranjak dari tempatku.
"hahaha. Eh mau kemana lu?"
"Ke kamar pacarnya aku donk."
"Ngapain? Bikin anak lu?"
"Dia masih perawan ya anjir." aku menjitak kepala Renata keras-keras.
"Aw! Oh kirain..."
"Lu sendiri gimana sama vania? udah jadian?"
"Hah? siapa yang jadian?"
"Ya kalianlah." aku menatap renata dengan heran.
"Kami cuma temen kok."
"Awas ren. Lu gak tau kan kalo anak orang nyimpen perasaan sama elu. Hati-hati." pesanku sebelum meninggalkan kamar. Renata terdiam di tempatnya. Ada tatapan cemas di matanya.
***
"Ah cape. Enak banget rasanya udah mandi." Aku sudah selesai mandi. Baru 35 menit berpisah dari Denata. Kekasihku yang baik, manis, lucu, menyebalkan. Entah mengapa kadar menyebalkannya meningkat beberapa bulan ini, melebihi kadar dinginnya. Tapi aku menikmati perubahannya. Hari ini sungguh melelahkan, tapi rasa lelahku tidak begitu kurasakan karena ada dia disampingku. Sebaiknya aku pakai baju sekarang. Baru saja memakai kemeja tidur dan celana dalam tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan tertutup, seseorang masuk. SESEORANG MASUK! Oh shit!
"Dan kita sampai di kamar sayangnya aku~"
"Aaaah! Sayaaaang aku lagi ganti baju!"
"Ups! Hahaha! Sayang kamu sexy kalo cuma pake kemeja putih oversize!'
"Denaaa matiin ih!" aku berteriak keras padanya tapi dia malah tertawa.
"Gak. Ini harus aku simpen!"
"Dasar mesum! Hapus gak?!" aku mengejarnya, berusaha menangkapnya dan merebut ponselnya.
"Ih siniin!" Dapat! Aku mendapatkan ponselnya! Sekarang tinggal-
"Tidak semudah itu." Sial. Dia merebutnya lagi. Aku menangkis kakinya dengan kakiku hingga dia terpeleset. Sialnya terpeleset kearahku dan menimpaku.
"Wah mau donk sering-sering jatuh kayak gini." dia tersenyum diatasku. Senyumnya manis sekali. Semoga dia tidak dengar suara detak jantungku ini yang sudah tidak karuan sekarang.
"Sayang, berdiri. Jangan aneh-aneh." aku harap dia tidak melanjutkan kejahilannya itu karena jantungku tidak kuat sekarang melihatnya.
"Gak aneh-aneh kok." dia menatapku, tatapannya lembut, kemudian menyentuh pipiku, menyelipkan rambutku kebelakang telinga. Kemudian bibirnya mendekat. Aku membuang mukaku ke kanan, tidak mau melihatnya. Tidak! Jangan sekarang! Aku tidak siap! Aku tidak siap jika dicium dengan sifatmu yang sangat lembut seperti ini.
"Sayang. Jangan di sia-siain donk. Kamu harus nikmatin momen-momen kayak gini. Karena ini bakal jadi kenangan kita suatu hari."
"Maksud kamu?" aku menatapnya heran. Tidak suka dengan cara bicaranya, sekan-akan seperti kalimat perpisahan.
"Ya maksud aku, we must live in the moment. Kita harus nikmatin dan bersyukur sama momen-momen yang kita habisin berdua. Kayak sekarang. Kan bentar lagi kita lulus." Dia mengelus pipiku pelan. Benar juga. Sepertinya aku harus lebih menyadari dan menikmati saat-saat seperti ini dengannya. Just live in the moment. Aku menarik dagunya dan menikmati bibirnya. Pelan. Hanya ciuman biasa. Sampai tiba-tiba Denata memasukkan lidahnya ke mulutku, dan tentu saja kubalas. Tapi aku kewalahan hingga akhirnya dia yang menguasai ciuman ini. Anak ini belajar darimana? Kenapa jago sekali? She is a great kisser.
"Haaah...Haaah..." tidak tahu berapa lama kemudian kami berhenti karena sama-sama kehabisan napas.
"Kamu jago banget sih den?"
"Hahaha! Kamu puas? Bagus deh."
"Ya gila aja gak puas lidah aku sampe kamu treat kayak tadi."
"Just live in the moment, babe. Lagi."
"Bentar. Kunci pintu dulu." Aku berjalan menuju pintu. Setelahnya ia menarikku ke dalam pelukannya, dan melanjutkan ciuman kami.
***
Just live in the moment, babe.
Halo readersku! Apa kabar...
Makasih untuk yang udah baca, vote n komen maupun yang gak vote n komen.
Aku mau ngingetin kalian untuk live in the moment. Hidup di saat ini. Menikmati momen apa yang sedang kalian rasain saat ini. Penting banget. Karena kalau mau bahagia kita harus live in the moment. Kadang kita gak sadar saat mengalami sesuatu. Hal-hal kecil yang kita kira biasa aja... Suatu hari kita bakal inget dan mikir... Udah lewat... Udah jadi masa lalu. Hehe.
Jangan mencampur saat-saat menyenangkan yang harusnya dirayakan dengan kesenangan saat ini dengan masalah yang belum datang atau hal-hal di masa depan... Jangan... Itu ngerusak momen... Nikmatin aja... Let it flow~ Jangan juga dicampur sama masa lalu. Hiduplah di saat ini, bukan masa depan atau masa lalu. Ngenang masa lalu boleh, rencanain masa depan tentu boleh. But, jika kamu lagi ngobrol berdua sama seseorang saat ini, atau lagi dalam suatu momen atau acara.. atau lagi memperingati apa... live in the moment... Be happy...
So, let's live in the moment guys... Hargain saat ini... Nikmatin saat ini... Dan terus melakukan yang terbaik untuk diri kalian. Always do your best until you be the best version of you. Cheerio~
Btw kalian bayangin cast nya siapa aja sih? Wkwkwk Penasaran gue gimana kalian ngebayangin cast di cerita ini...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top