26. She is Mine!
Suasana kelas sudah ramai namun guru mereka belum masuk ke kelas.
"Jangan baca novel terus." sebuah direct message masuk ke instagram Denata. Ia membacanya lalu tersenyum kemudian.
"Ngisi waktu doank kok." balasnya. Tak lama kemudian sebuah foto masuk ke direct messagenya. Denata sigap membuka foto tersebut. Tampak Neratha sedang cemberut di bangkunya sambil bertopang dagu. Sang penerima foto otomatis mengambil cuplikan layar untuk menyimpan foto itu tanpa perlu disuruh.
Tak lama kemudian dia mendengar kekasihnya itu tertawa di bangku ujung sana.
"Kenapa Tha?" Renata yang duduk di belakangnya otomatis kepo.
"Gapapa, Ren. Ada yang lucu aja nih di instagram."
"Yeh, pasti lagi baca akun twitgram receh atau overheard yang gitu-gitu, atau nonton si nopal?"
"Enggak kok. Ini lebih lucu lagi." ujarnya, masih sambil menahan tawanya agar berhenti. Lantas ia menatap ke bangku Denata yang daritadi tak beralih memperhatikan dirinya. Ia mengulum senyum lalu mengetik di direct messagenya, "Kenapa di screenshoot fotonya? Gak minta aja ke WA sekalian? :-p"
Denata yang membaca pesan itu lantas membelalakkan matanya.
"Hah? Dia tau darimana?" pikirnya.
"Kamu gak tau ya kalau screenshoot foto di direct message, ada notif masuk ke pengirim kalau fotonya di screenshoot. :-)" mulut Denata menganga membacanya. Ia malu sekali tertangkap basah padahal udara sedang kering.
"Ih malu!" dia mengalihkan pandangannya ke buku novelnya, menenggelamkan wajahnya disana sampai guru masuk.
***
Siang itu, OSIS sedang sibuk-sibuknya rapat. Jam pelajaran keempat sebentar lagi habis tapi mereka masih banyak kerjaan. Neratha sedang duduk di mejanya sambil mengetik sesuatu di laptonya, beberapa anggota OSIS silih berganti menemuinya saat mengalami kesulitan.
"Kak, proposal ini gimana jadinya?"
"Taro aja disini ya nanti kakak periksa."
"Kak, ini udah bener belum ya?"
"Oh ini udah. Makasih ya. Kamu bisa istirahat."
"Kak, ini nyari lokasi gambar di foto ini gimana ya? Lupa."
"Buka foto di galeri, lihat info foto, nanti bisa keluar alamatnya di lokasi kalau waktu ngambil foto GPS kamu aktif."
"Kak, makan yuk."
"Eh? Dena! Apaan sih?" Neratha menahan suaranya sambil tersenyum malu-malu. Jarang-jarang Denatanya berbuat aneh begini di tempat ramai.
"Keluar yuk makan dulu. Udah mau jam istirahat kedua."
"Iya nanti aku lagi ngetik ini bentar."
"Kan bisa nanti ngetiknya. Ayo donk."
Neratha melirik sekelilingnya, murid-murid yang lain masih sibuk sendiri dan ada yang bekerja bersama timnya.
"Nanti aja. Jadi leader itu kasih contoh yang bener donk. Gimana sih, kamu itu ketua osis loh Den." Denata cemberut mendengar omelan kekasihnya ini.
"Iya iya sayaaang!" Denata berteriak demikian di ruang OSIS. DI RUANG OSIS YANG RAMAI!
"Dena!" Nerata menatapnya panik dengan suara tertahan. Seisi kelas hening, menatap mereka berdua.
"ehehe! Gimana sih kamu gitu aja gabisa! Ih bener-bener deh! Sini aku aja yang ngerjain." Denata mengusap kepala Neratha dengan gemas, dan duduk disampingnya. Ia berhasil mengalihkan suasana dengan bertindak akrab seperti biasanya mereka berinteraksi di depan umum.
"huh, terus aja jadiin aku kambing hitam." Neratha manyun.
"Ehehe daripada aku jadiin kamu kambing gulai?"
"Ih nyebelin." Neratha mendengus sebal.
"Ih laper yang bener." Denata menarik hidung kekasihnya dengan gemas.
"Ih apaan sih!" Neratha menepuk tangan di hidungnya.
"Biar mancung!"
"Tau deh yang mancungnya kayak Angelina Jolie!"
"Yaudah ayo ke kantin."
"Belom bel den. Kamu kenapa sih hari ini agre-"
"...sif banget." Neratha kembali melanjutkan kalimatnya setelah kembali sadar dari kekagetannya. Tadi Denata tiba-tiba menggenggam tangannya erat, sekarang tangan mereka bertautan. Denata mendekatkan wajahnya hingga kepala mereka bersisian, lalu ia berbisik.
"I love you 3000"
"too..."
"too doank? pelit kalimat ih"
"Kak ini gimana?" Neratha terkejut, ia hendak menarik genggaman tangannya namun tak bisa.
"Ah yang mana Nit?" ia tersenyum sekilas, lalu menoleh ke sampingnya. Pemilik hatinya itu sedang tersenyum jahil. Neratha menatapnya tajam dengan tatapan "lepasin gak?" sambil menarik-narik tangannya. Denata tersenyum jahil sambil menggeleng pelan dan mengeratkan genggamannya.
"Ini dikirim aja ke email kakak ya nanti. Kamu bisa hubungin orangnya dulu." Neratha tersenyum setelah membaca dokumen itu tanpa menyentuhnya.
"Dibawa aja kak. Ini." Nita menyodorkan dokumen itu, Neratha tersenyum panik sambil menoleh pada kekasihnya yang sedang jahil mode on.
"Ah, iya. Maaf tangan kiri. Yang kanan lagi di sewa." jawabnya asal.
"Ahaha iya kak. Kak Dena ngapain sih genggamin tangannya gitu?" Nita menatapnya bingung.
"Biar gak hilang." Denata tersenyum sambil mengangkat jemari mereka yang saling bertautan. Pamer mode on.
"Jaga kelas ya Nit. Kami mau pergi. Tahun depan kamu jadi wakil ketua osis aja atau ketuanya sekalian." ucap Denata sebelum berlalu sambil menarik Neratha keluar kelas dan meninggalkan Nita yang bengong.
"Kamu ngapain sih sayang?" Neratha bingung melihat sikap kekasihnya yang tiba-tiba aneh hari ini.
"Biar dia gak deket-deket kamu."
"Apaan deh?" Neratha mendengus sambil menggelengkan kepala, pacarnya yang konyol ini selalu bisa membuatnya tersenyum.
"Dia kan sering deket-deket kamu."
"Cuma junior loh, masa dicemburuin juga. Kamu kayak anak kecil tau."
"Ya ketawa aja terus. Biarin donk, suka-suka aku. Pacar, pacar aku."
"Apaan deh? Posesif akut."
"Cemburuan akut juga." Denata menambahkan.
Mereka berjalan masih sambil bergandengan hingga tiba di kantin.
"Yang, lepasin donk. Basah nih. Lap dulu."
"Cuci tangan pake sabun, dasar jorok!" Neratha menjewer telinga kekasihnya itu.
***
"Jangan ngerokok terus deh!" Vania menarik sebatang rokok yang baru mau dinyalakan Renata.
"Ih ganggu aja. Gak enak kalo gak ngerokok sehari aja."
"Kamu tuh ya gak baik tau, rokok itu bisa ngerusak-"
"aaah gak denger! gak denger! panas!" Renata menutup telinganya sambil berteriak.
"Ih nyebelin banget sih!"
"Eh iya lupa! Gue piket hari ini! Ayo temenin gue, Van!" Renata menarik tangan Vania dan berjalan cepat menuju rumah kelinci, meninggalkan rooftop sekolah. Ini masih jam istirahat kedua.
"Eh udah dikasih makan?" Renata menyapa Riana dan Sonia yang ternyata sedang memberi makan kelinci-kelinci disana.
"Udah Ren. Keburu laper mereka nungguin lu." Jawab Sonia asal.
"Ih rese!"
"Ayo masuk Van jangan berdiri aja." Renata meneriaki Vania yang masih berdiri di depan pintu. Vania kikuk.
"Iya sini aja Van." Sonia yang masih mengurus seekor kelinci berwarna putih menoleh sambil tersenyum.
Vania menoleh pada Riana yang sedang berdiri di seberang Sonia. Ia diam saja daritadi, tak bergeming di depan kandang seekor kelinci. Sesaat kemudian Riana berjalan mendekat sambil membawa seekor kelinci berwarna abu-abu.
"Yang ini namanya Lulu. Dia paling pendiam disini tapi paling gendut." Riana tersenyum tipis sambil menjelaskan, ia menatap Vania.
"Mau coba elus?" ia menawarkan. Vania mengangguk, ia lalu menerima kelinci itu. Ia menggendongnya, dan mengelusnya pelan. Kelinci itu bergerak-gerak pelan, ia mengendus tangan Vania.
"Lucu ya." ia tersenyum senang sambil mengelus kelinci itu.
"Iya lucu, kayak kamu kalo lagi serius ngerjain soal matematika." ujar Riana.
"Hmm?" Vania menatapnya, alisnya naik sebelah,
"Jadi maksud kamu, aku gendut gitu?" lalu mereka berdua tertawa bersama. Ups. Berempat. Masih ada dua manusia dibelakangnya.
"Hahaha! Ya enggak. Berat kamu kan 48."
"Sekarang 45 ya."
Renata tersenyum puas. Sepertinya rencananya berhasil.
***
"Sayang tungguin!" Denata berteriak memanggil Neratha yang berjalan di depannya. Sosok yang dipanggilnya berhenti berjalan, lantas membuat Denata menabraknya karena ia sedikit berlari untuk menyusulnya karena ketinggalan tiga langkah.
"Aduh! Kamu nyakitin aku terus sih!" Denata memegang dagunya yang menabrak kepala Neratha.
"Kamu kira aku gak sakit ditabrak dari belakang?" yang ditabrak balas nyolot, tak mau kalah tentunya.
"ehehehe maap. kamu sih berhenti mendadak."
"Ya kamu gak takut orang denger apa manggilin aku sayang terus?"
"Enggak. Bodo amat. Emang aku sayang sama kamu kok." Denata menatapnya dengan pandangan teduh. Neratha terhipnotis dengan kalimatnya barusan, dan dengan wajah cantik dihadapannya ini yang selalu mempesona.
"Woi liatin apa?" Denata mengibaskan tangannya di hadapan wajah kekasihnya.
"Kamu, dan cuma kamu. Ayo balik. Aku mau dimanjain pokoknya." Neratha menggenggam tangan Denata lalu menariknya agar berjalan dan menyender di bahunya.
"Jangan nyender-nyender, berat!"
"Biarin!"
***
Woi apakabar readers? xD
Gue doain sehat dan berbahagia selalu ya~
Jangan lupa bersyukur. hehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top