Blue Day
Pagi hari ini, Haruka memulai kebiasaannya berangkat sekolah di pagi hari. Karena Reiji bermaksud untuk pergi ke sekolah dengan cepat, maka semua anggota Epsilon Phi itu naik ke mobil yang sudah disediakan di sana, bukan Reiji yang menyetir karena anak dibawah umur belum diizinkan untuk membawa kendaraan apalagi yang belum memiliki SIM.
Shu hanya sibuk dengan tabletnya sambil mendengarkan musik barunya, begitu pun dengan yang lain. Kanata menyadari bahwa di tas sang kakak terdapat gantungan kunci yang sengaja di pasang di sana. Kanata yang tak menyukai Tokusatsu itu hanya meledek Haruka saja, namun seperti biasa, Haruka hanya cuek.
Mobil pun sampai di sebuah gedung sekolah. Shu turun lebih dulu karena gedung SMP lebih dekat daripada gedung SMA, "Reiji, nanti sepulang sekolah aku ingin berbelanja dulu."
"Ya, Shu."
Sesudah diperintah oleh tuan mudanya itu, mereka berempat pun bergegas pergi ke gedung SMA. Reiji dan Tadaomi kelas 3 dan berada di kelas yang sama, sementara Haruka dan Kanata kelas 2, di kelas yang berbeda. Untunglah Haruka tidak sekelas dengan Kanata, jika iya maka setiap hari pasti ia bakal cek-cok dengan adiknya itu.
Tapi suatu hal yang tak mengenakkan pun terjadi, Kanata yang tak bisa diam itu iseng pergi ke kelas kakaknya yang terletak di sebelah kelasnya. Dengan riang ia memanggil sang kakak, "Yahooo aniki~~"
Haruka yang mendengar teriakan sang adik mulai terasa terganggu dan memutuskan untuk tidur sambil mendengarkan musik saja. Kanata tak menyerah, ia coba mendekati Haruka yang sedang mencoba untuk mengabaikannya, "Heee .... jangan pura-pura aniki ..... aku tahu kamu nggak lagi tidur."
"Berisik! Sana pergi!"
"Duh jangan gitu dong, aniki." ucapnya, matanya kemudian terfokus pada gantungan kunci itu. Ia penasaran dan kemudian mencoba untuk melihatnya lebih dekat.
"Kau beli lagi, aniki?"
Tak ada jawaban.
"Yah terserah lah, lagipula aku juga tidak suka."
Kanata yang mulai merasa bosan itu tiba-tiba saja mencabut gantungan kunci itu hingga terlepas, membuat Haruka sangat marah dan mendorongnya hingga tubuhnya terantuk meja. Seisi kelas langsung panik dan berusaha menenangkan mereka berdua.
"Kenapa kau begitu marah? Ini hanya gantungan kunci, bukan?"
"Kembalikan punyaku!" bentaknya.
"Aaaa ..... apa ini hadiah dari pacarmu? Aniki ku apakah kau sudah punya pacar?"
"Cih ..."
Haruka mencoba merebut gantungan kunci itu darinya, namun Kanata tetap saja menjahilinya. Tawa yang menyebalkan terdengar dari lelaki berambut hijau biru itu, memang dia sangat suka berbuat seperti itu pada kakaknya. Baginya, melihat kakaknya kesal seperti itu cukup menarik baginya. Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Shu saat dia berusaha menjahili Haruka.
Tak tahan lagi, Haruka menjambak rambut adiknya itu dengan kuat. Semua temannya berteriak panik dan berusaha melerainya, bahkan ada yang pergi untuk memanggil guru. Tak menghiraukan orang lain, Haruka ingin memukul wajah adiknya itu dengan kuat, namun belum kesampaian seorang guru sudah berada di sana dan menyuruhnya untuk berhenti. Dengan berat Haruka melepaskan jambakannya dan kembali duduk di kursinya, Kanata sedikit terkejut melihat kakaknya itu menjadi sangat marah hanya karena gantungan kunci itu. Ia melempar barang tersebut tepat di depan wajah Haruka yang tengah berusaha meredakan amarahnya.
***
Kejadian di sekolah hari ini sungguh membuatnya merasa pusing, moodnya kini sedang turun drastis. Bahkan es krim yang ia makan kini pun rasanya tak cukup untuk menghilangkan stress nya. Ren yang baru saja pulang dari kampusnya melihat pemuda itu tengah berjalan dengan wajah kesalnya. Dengan suara yang agak keras ia memanggilnya, "Hei, kamu!"
Membuatnya menoleh, Haruka berhenti berjalan dan membiarkan Ren menghampirinya. Kemudian ikut berjalan di sampingnya, "Apa kabar? Kita bertemu lagi ya?" ucapnya.
"Ya." angguknya pelan.
Ren hanya terus tersenyum sambil berjalan. Hingga tiba di sebuah toko yang tengah menjual takoyaki, "Ah, di sana ada yang jualan Takoyaki. Bagaimana kalau kita beli dulu?"
"Eh ..... ng ...... baiklah jika kau mau."
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk membelinya, Haruka terus memperhatikannya, dipikir-pikir lagi sepertinya dia orang yang lugu, mungkin juga pendiam. Tapi anehnya dia tidak terlihat seperti itu sama sekali. Takoyaki yang dimasak pun akhirnya matang, di sebuah tempat duduk di dekat taman kota, mereka memakan hidangan tersebut.
"Hei .... kalau boleh tahu, kenapa kau akrab sekali denganku? Sepertinya kita belum pernah bertemu kan?" tanya Haruka membuka percakapan di sela mereka makan.
"Ummm .... sebenarnya aku juga tidak tahu. Tapi tiba-tiba saja aku merasa sangat dekat denganmu." jawabnya.
Haruka hanya mengalihkan pandangannya pada takoyakinya dan mulai memakannya, ternyata sekali suapan membuatnya kepanasan, Ren dengan cepat memberikannya botol minum namun ia menolaknya dan berusaha untuk memakannya secara perlahan.
"Hati-hatilah, itu kan masih panas."
"Ah ya ...."
Dirinya menghela napas berat, lelaki yang duduk di sampingnya itu merasa kasihan dan mencoba bertanya, "Sepertinya kamu punya masalah. Kalau bisa maukah kamu menceritakannya kepadaku?"
"Tidak perlu. Lagipula ini hanya masalah pertengkaran saudara."
"Kamu bertengkar dengan kakak? Atau dengan adikmu?"
"Dengan adik .... sudahlah jangan dibahas. Aku tidak mau membicarakannya."
Ren terdiam, lalu mengangguk sebagai jawaban bahwa ia mengerti. "Jika ada masalah, kamu bisa cerita padaku. Anggap saja kita adalah teman." katanya sambil tersenyum manis.
Rasanya seperti ada angin berhembus di sekitarnya, hatinya kini merasa tenang. Senyumannya itu membuatnya melupakan kejadian tak mengenakkan tadi pagi, "Nanti akan kuceritakan jika sudah waktunya." gumamnya.
***
Sore hari pun tak terasa, matahari terbenam di ufuk barat dengan indahnya. Haruka dan Ren berpisah di sebuah jembatan yang menghubungkannya dengan sebuah komplek perumahan.
"Sampai jumpa lagi." ucapnya.
"Ya, sampai jumpa lagi." balasnya.
Dirinya kini melangkah sendirian menuju sharehouse nya. Begitu juga dengan Ren, namun hari ini tampaknya dia harus menempati rumah itu sendirian. Teman-temannya, Yuuto dan Wataru memilih menginap di kampus untuk mengerjakan tugas mereka, sementara Rio dan Banri sedang pergi berbelanja dan baru saja pergi. Kasihan dia, ditinggal sendirian di sore hari, semoga saja tidak ada orang jahat yang berusaha untuk menculik anak satu ini.
Walaupun dirinya sudah terbiasa ditinggal sendirian, tetap saja ia merasa khawatir. Siapa tahu dari arah pintu ada yang mengetuk-ngetuk pintu dengan kencang, ada orang aneh yang tiba-tiba datang, atau yang lain. Ren dengan cepat menepuk kepalanya, menepis semua pikiran buruk itu.
"Lebih baik aku menonton TV saja dan makan mie."
Idenya itu sukses juga membuang rasa ketakutannya di malam hari yang sunyi. Saat sedang asyik menonton dari arah luar jendela terdengar suara ketukan. Ren berusaha untuk tak menghiraukannya dan lanjut menonton, namun suara tersebut tak kunjung mereda. Dengan mengumpulkan segala keberaniannya, ia mengambil sapu yang ada di ujung ruangan, berjalan ke arah jendela dan membukanya secara perlahan.
Begitu jendela di buka, ia langsung berteriak dan memukul orang tersebut, yang dipukul tentu saja hanya bisa mengaduh kesakitan.
"Oi! Hentikan Ren!"
"Hah?" Ren berhenti memukul, dan ternyata yang dipukul adalah Rio. Banri hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya ini, "Kamu kenapa?"
"Kukira ada orang aneh yang datang."
"Orang aneh .... lagian kenapa pintu depan segala dikunci? Kan kita jadi nggak bisa masuk."
"Oh ... itu tadi aku lagi masak .... makanya ku kunci, maaf ya."
"Huft, ya sudahlah. Nih, aku belikan es krim."
Ren menerimanya dengan senang hati dan langsung membuang sapunya itu asal, yang tentu saja langsung menimpa wajah Rio yang daritadi diam. Dalam hati "Salah apa diri hamba ini?"
Saking senangnya ia pun langsung pergi ke dalam kamarnya untuk lanjut menonton, "Woi, sapunya taruh dulu yang benar!" ucap Banri.
"Haaaah heran aku sama anak satu ini."
"Sudah nggak papa, namanya juga masih kecil." balas Rio.
"Bukannya kita seumuran?" tanyanya.
"Kita udah jompo. Jalan dikit aja encok."
PLETAK
Kepala Rio kena getok sapu yang dipegang sama Banri.
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top