# C H A P T E R 4
#Chapter 4
Reunian Teman Masa Kecil
(2017)
Suasana di Jalan Wates terbilang masih sepi. Belum banyak kendaraan yang berseliweran pada pukul 6 pagi. Hanya ada becak dan taksi yang melintas jarang-jarang. Udara di angkasa yang belum terkontaminasi dengan polusi asap kendaraan, membuat Kota Yogyakarta ini kian nyaman untuk disinggahi. Belum lagi budaya masyarakat dalam bertingkah laku membuat para pelancong dan warga sekitar dapat berinteraksi dengan akrab.
Tepatnya di sebelah timur, lima menit dari Perumahan GKA, sekolah SMA Negeri 1 Yogyakarta yang tersohor dengan nama SMA Teladan di Yogyakarta merupakan sekolah nasional bertaraf internasional yang kelak menjadi pelopor adanya Bimbingan Konseling di semua SMA di Indonesia. Bahkan SMA Teladan ini menjadi sekolah negeri pertama di Indonesia sebagai Cambridge Center dengan pelaksanaan Cambridge International Examination yang dilakukan 2 kali dalam setahun di SMA Negeri 1 Yogyakarta dan setiap siswanya diwajibkan untuk mengikuti A Level Test agar dapat mengikuti ujian tersebut.
Rasa bangga menyeruak ketika Bella mengetahui kalau dirinya berhasil lolos prosedur pendaftaran menggunakan sistem online dengan NEM sebagai acuan. Meski Bella yakin dengan kemampuannya, tetap saja rasanya menegangkan jika harus berhadapan dengan kenyataan. Terlebih mengingat segudang prestasi akan sekolahnya, makin membuat Bella merasa tak menyakini kebenarannya. Karena terkadang apa yang kita yakini setelah melalui perencanaan yang matang, belum tentu akan berakhir dengan yang kita ingin, ‘kan, bukan?
Semburat senyum tak lantas bisa disembunyikan. Para murid baru yang serupa dengan Bella, menantikan pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah—MOS—dengan semangat antusias yang sama. Mereka berharap bahwa masa depan cerah akan di mulai dirintis sejak kini.
Baju-baju yang masih tercetak baru dan rapi menjadi ciri khas bagi murid baru. Belum lagi papan dada yang menggantung di leher—bahkan sebagian ada yang menentengnya di tangan—mungkin merasa malu, berisi identitas murid baru, termasuk nama lengkap dan nama kelompok. Perploncoan di wilayah sekolah pun mulai berlangsung, meski dipoles dengan kegiatan yang katanya ‘menyenangkan'. Tetap saja inti sarinya masih mengakar, melekat sebegitu kuat, walaupun kian terkikis sebagian.
Bella melangkah ragu menuju ruangan di lantai satu, tepatnya di belakang perpustakaan setelah dia melihat denah sekolah. Usai mencari letak kelasnya, Bella lekas mencocokkan papan identitas berkarton merah yang bertuliskan "Kelompok Pangeran Diponegoro" tercetak tebal, serupa dengan karton bertuliskan hal yang sama di kaca jendela. Setelah menyimpan ranselnya pada bangku tengah jajaran kedua dari pintu, Bella kembali ke papan denah sekolah guna melihat lokasi Aula Katamso, sebagai tempat serba guna yang digunakan untuk memulai upacara penyambutan MOS karena di tengah lapangnya sedang ada beberapa printilan bahan renovasi bangunan kelas.
Aula Katamso yang ditaksir Bella dapat menampung ratusan manusia itu, kini setengah ruangannya disesaki oleh murid baru dan panitia MOS—OSIS dan perwakilan guru. Keberadaan pendingin ruangan—yang meski pun masih pagi—pukul 8, tetapi menjadi penyelamat untuk tidak kegerahan.
Belum sempat Bella memulai percakapan dengan teman sebayanya, seseorang yang berada di atas podium sudah mulai berbicara, “Seluruh jajaran warga sekolah SMA 1 Unggulan Yogyakarta dan kami—segenap panitia OSIS mengucapkan selamat datang bagi adik-adik semua.”
Pemuda berpakaian putih-abu, dibalut jas berwarna hitam dengan bordiran abu-abu pada ujung jahitan yang tampak rapi, melekat sempurna pada tubuhnya yang atletis. Bella pun berspekulasi kalau orang itu pasti gemar berolahraga. Apalagi, sebagai orang yang berada di jajaran kedua terdepan, Bella dapat mengamati dengan leluasa bahwa orang yang sedang mengucapkan sambutan itu bertubuh tinggi dan berkulit sawo matang. Belum lagi wajahnya yang menjadi anugerah Tuhan kepada makhluk berparas rupawan, mampu menghipnotis kaum hawa untuk mengaguminya..
Suara di dalam aula bertambah riuh. Penyebabnya tak lain adalah gara-gara
Ketua OSIS, Abqary Saadi—Aqsa—laki-laki yang masih memberikan perkataan sambutan, dengan perangai yang tegas dan sosoknya yang berwibawa, disambut oleh pekikkan tertahan dari adik kelas perempuan. Bella hanya mengulas senyum sepintas. Namun, reaksi yang ditunjukkan Aqsa, sekilas tampak mencela.
Kali aja dia kesal dengan para perempuan centil itu, pikir Bella.
“Selanjutnya, pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah angkatan 2017/2018 akan dijelaskan lebih lanjut oleh Ketua Pelaksana. Terima kasih atas perhatiannya. Saya pamit undur diri.” Begitulah pergantian Aqsa dengan patnernya yang lain.
Begitu sosok Aqsa digantikan, bukan jerit kekaguman yang terdengar, melainkan kegaduhan yang diakibatkan oleh sekelompok orang di jajaran belakang. Sontak banyak orang yang menoleh, termasuk Bella. Terlebih ada yang berteriak, “Dasar setan! Laknat banget, jadi cowok!” Suara lantang milik gender feminin, kini menjadi pusat perhatian.
Paras ayu bagai penggambaran Dewi Aphrodite yang terkenal akan cinta dan kecantikannya. Namun, ralat. Tutur bahasanya sama sekali tidak anggun, hanya menampilkan wajah kuning langsat yang mulus tanpa ada jerawat atau bekasnya, ditambah dengan bibir bersemu merah muda yang mungil melengkapi bentuk bulat wajahnya. Bella yang melihatnya pun sempat merasa minder.
Mata Bella tak sengaja menemukan bahwa warna karton yang menggantung pada leher gadis itu berwarna merah, sama dengan warna kartonnya! Kita sekelompok! Namun, bukan hanya itu yang membuat Bella makin syok, melainkan sosok lain di hadapan gadis yang memaki laki-laki bertubuh tinggi, tetapi mukanya tertutupi oleh tangan yang menghalangi cairan jus tumpah dari kepala. Astaga itu, 'kan...!
Lengan lentik milik gadis pembuat keributan itu masih menggenggam botol plastik yang menjadi wadah tempat jus tersebut berasal, sebagai salah satu ketentuan kelompok yang mesti dibawa. Para panitia dari pihak OSIS mulai mengamankan situasi. Salah satunya mereka yang mengenakan pakaian putih-putih dengan atribut layaknya polisi sungguhan, memakai penanda 'provos' lengan kiri atas. Sepasang orang berbeda gender itu lantas mendatangi si gadis dan seseorang di antara mereka, yang perempuan dengan rambut dipotong setinggi bawah telinga, berkata dengan nada tegas dan kentara sekali kesinisan dalam kalimatnya.
“Ada apa ini, Dek? Ribut-ribut segala.”
“Itu gara-gara dia jahilin aku, Kak!” tunjuk gadis berwajah cantik itu pada seorang laki-laki yang berdiri tak jauh darinya.
Sosok laki-laki itu pakaiannya sudah terkena noda kekuningan yang berasal dari jus. Dia pun menerima uluran sapu tangan dari gadis provos--Anjelika--identitas yang tersemat pada pin dekat saku pakaiann. “Segera bersihkan diri. Nanti ada seksi keamaan yang nuntun kamu ke toilet,” ujar Anjelika sambil menunjukkan arah pintu samping aula, di mana salah satu rekan laki-lakinya yang lain tengah berjaga.
Laki-laki itu lantas mengangguk. Kini pandangannya lebih jelas. Dia pun mengatakan, "Terima kasih!” Lalu mengikuti arahan Anjelika.
Sebelum melangkah, mata laki-laki itu bersitatap dengan Bella yang seketika berdiri tegang karena ditatap sedemikian intens. Belum lagi, laki-laki itu menyeringai jahil yang membuat bulu kuduk Bella tiba-tiba terasa berdiri. Buru-buru saja Bella membalikkan badan. Dia bertekad untuk tidak ikut campur urusan orang, apalagi perihal laki-laki itu yang Bella yakini menatap ke arahnya.
Nggak boleh bermasalah, nggak usah caper segala! Bella mulai menjampi-jampi dirinya sendiri. Mulutnya komat-kamit dengan kepala yang sesekali bergoyang kiri-kanan. “Bodo amat! Lupain laki-laki nyebelin itu pokoknya!” sumpah Bella kemudian.
Lalu, tak lama setelah kepergian laki-laki itu tanpa kejelasan keadaan yang sebenarnya, gadis provos itu dibantu oleh rekan laki-lakinya, kembali menginterupsikan murid lain, supaya fokus kembali pada rangkaian pembukaan MOS.
Koor meng-u pun tak kalah meramaikan penertiban. Apalagi pada kubu laki-laki sudah terdengar ragam bahasa binatang di ragunan, kompak keluar semua. Sementara pada kubu perempuan, sebagian ada yang berceletuk, makin merumitkan keadaan yang jadi tidak produktif.
“Eh, bukannya, itu jus buat persyaratan, ya? Kok dia berani-beraninya nyiramin jus ke orang itu, sih?”
“Shtt, lihat aja tampang belagunya itu, kayaknya punya orang dalem. Makanya dia nggak langsung dihukum.”
“Ternyata yang punya privilege emang beda. Pantesan aja!”
Kerumunan orang yang bergosip ria itu akhirnya berhasil dibungkam ketika Aqsa kembali mengambilalih komando seraya memberikan instruksi agar diam, dan kompak saja orang-orang seketika menutup mulut mereka rapat-rapat.
Dalam hati, Bella tertegun-tegun. The power of Ketos Tampan.
Suasana penyambutan murid baru kembali tertib setelahnya. Bella juga harus menahan diri yang terkantuk-kantuk mendengarkan segala macam wejangan yang isinya selalu serupa dengan perkataan pembina upacara di hari Senin. Hampir saja tubuhnya tersungkur dengan keadaan paling mengenaskan di muka umum, hanya karena Bella tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya.
Ah, lain kali aku nggak akan maksain gadang lagi buat ngejar deadline tulisan. Suer, Tuhan! Janji Bella yang lebih sering dilanggar daripada diaminkan.
Di tengah kantuknya, sebuah drone tiba-tiba melintas di dekatnya. Bella terkesiap, rasa kejut itu menghasilkan matanya jadi melotot dan badannya yang lemas, seketika jadi segar akibat ketegangan sesaat barusan. Mata Bella kemudian berkedip-kedip saat drone itu sudah kembali menjauh. “Entah bagaimana kondisi mukaku yang terekam drone itu.” Wajah Bella jadi nelangsa memikirkan nasib mukanya yang terekam, bisa-bisa jadi bahan ejekan!
Ketika Bella dilanda kepanikan, tepukan pada bahunya yang mendadak itu hampir-hampir membuat Bella jadi sosok yang menyaingi publik figur yang terkenal dengan kelatahannya, Mpok Atiek, Mak Latah. Bella hendak mengomeli sang pelaku, tetapi orang yang menepuk bahunya lebih dulu menyapa Bella dengan berdiri di samping Bella usai pertukaran posisi dengan seseorang yang tidak dapat Bella yakini identitasnya.
“Hei, Bell!” sapa laki-laki itu terdengar akrab.
Bella pun mengernyitkan dahi samping memiringkan kepala. Meski wajah orang itu tampak familiar, tetapi memori otak Bella sepertinya sedang kumat korsleting. Karena enggan memacu kepalanya berpikir lebih jauh, Bella pun mengedikkan bahu, tanpa membalas sapaan orang asing itu—bahkan tidak pula membalas dengan senyuman—Bella kembali mengarahkan perhatiannya ke depan podium.
Rupanya orang di samping Bella memiliki mental kuat meski sudah diabaikan. Perasaan seperti ditusuk hanya karena penglihatan semata, sukses membuat Bella berdiri tidak nyaman. Dia berdecak dan memalingkan muka karena merasa terus-terusan diperhatikan.
Benar saja dugaan Bella. Mata mereka kembali beradu. Bella pun menahan diri untuk tidak meninju sembarangan. “Apa lihat-lihat!” desisnya tajam.
Laki-laki itu—ternyata laki-laki yang barusan terlibat konflik dengan perempuan bak Dewi Aphrodite—memerkan sejuta senyuman yang anehnya tidak membuat Bella kesal, melainkan terlintas perasaan aneh. “Wah, ternyata ingatanmu pendek juga, ya, Bell,” sindir laki-laki itu.
Bella hendak membalas sindiran tersebut, tetapi lawan bicaranya malah lebih dulu menyela perkataan Bella.
“Sebelum ngamuk, coba cek dulu papan identitasku. Kamu pasti tahu.”
Meski malas, Bella yang diliputi rasa penasaran pun melirik pada dada laki-laki itu, papan nama berkarton merah! Selain kenyataan bahwa mereka sekelompok dalam MOS, ketika matanya membaca identitas yang tertulis di sana, sukses membuat Bella membulatkan matanya lebar-lebar.
“Ka-kamu!”
“Iya?” Senyum tengil itu tersemat, layaknya mengejek pengolahan data di memori Bella yang lambat.
Sementara Bella, merasakan kalau oksigen di sekitarnya direbut paksa. Dia pun tertawa miris, kemudian memandangi laki-laki menyebalkan di sampingnya. “Aku betulan nggak nyangka bakalan ketemu secepat ini, Bi.” Kepala Bella menggeleng pelan. “Aku kira cuma perkara kematian aja yang bisa ngebuat kita kembali ketemu,” sarkasnya karena perasaan Bella diliputi dengan berbagai pertanyaan yang beragam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top