# C H A P T E R 20
Hari-hari ujian akhir semester menjadi hal yang dinantikan sekaligus paling horor. Bukan masalah ujiannya yang dinantikan, melainkan liburan panjang pasca ujian itu yang menjadi euforia bagi anak-anak sekolah. Selain karena mereka terbebas dari belajar-mengajar, mereka dapat memanfaatkan waktu itu untuk beragam suka cita yang tidak dapat dilakukan sewaktu sekolah.
Rangkaian kegiatan pun tak sedikit mulai direncanakan jauh-jauh hari agar acara liburan semester itu dapat mereka nikmati sepuasnya. Terlebih lagi, bagi mereka yang sudah punya plan untuk mengunjungi destinasi. Tak jarang pula dari mereka sudah boking tempat duluan. Sementara sekelompok lainnya, lebih memilih hari libur sebagai hari bermalas ria.
Abi menjadi salah satu bagian dari golong paling akhir. Ketika sejumlah orang merencanakan kegiatan, bahkan siswa di kelasnya sudah ribut-ribut perkara tidur di mana, makanan yang mereka siapkan, dan perlengkapan apa saja yang mesti mereka bawa, Abi malah menelengkupkan kepalanya di atas lipatan tangan. Tidur adalah nikmat Tuhan yang luput dari rasa syukur manusia.
Namun, kegiatan tidur Abi terusik akibat bunyi dari pengeras suara yang menyatakan hari libur dan dibubarkan siswa pada saat ini. Pantas saja jam kosong, Abi mendengkus. Jika tahu akan seperti itu, sudah dari awal dia tidak akan pergi sekolah hari ini.
Tanpa memedulikan penjelasan pengeras suara itu, Abi sudah menggantungkan tali ransel pada bahu. Dia keluar kelas paling awal. Tidak peduli dengan seruan apa pun. Hanya satu yang ada dalam pikirannya.
“Aku butuh kasur.”
Langkah Abi terhenti. Dia membalikkan badan. Kemudian berdecak kesal ketika berpapasan dengan pemilik suara itu. “Apaan lagi?” Wajahnya sudah tidak menunjukkan keramah-tamahan lagi. Sudah sepenuhnya suntuk.
Tanpa sungkan, sosok itu sudah melingkarkan tangannya di bahu Abi. “Muka kamu bilang gitu,” kata Ryan. “Tercetak jelas di jidat, kalau kamu butuh kasur. Betul, kan?” Dia menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Abi yang makin kesal karena keberadaannya.
“Jangan ribut,” desis Abi. Dia menyentak lengan Ryan hingga membuat sang empu memasang mimik terluka. “Lebay,” komentarnya kemudian. Abi pun menyesali keputusannya untuk tidak hengkang. Padahal sosok Ryan hanya akan dan selalu merepotkan.
“Kamu nggak bakalan ikutan ngumpul? Bukannya Ketua bilang kalo kita-kita di suruh ngumpul?”
“Apa?”
Ryan memicingkan matanya. “Emang nggak lihat grup whatsapp?” Jawaban berupa gelengan kepala, sontak saja membuat Ryan menepuk dahinya sendiri. Dia lupa, kalau Abi tipikal orang yang bisa amat jauh dengan deretan info.
“Ayo, ikut aku! Kita bakalan dapat job hari.”
Melihat Abi yang memasang tampang kusut, membuat Ryan berdecak. Tiada pilihan lain selain menyeret sosok Abi supaya mengikutinya. Sebab, jika Abi tidak ikut, mereka sedang berasa dalam keadaan genting.
•oOo•
Bangunan berlantai tiga yang sering dijadikan lahan parkiran bagi pengunjung salah satu mal kenamaan di kota tersebut, telah lama tidak terpakai hingga dijadikan tempat bermacam kegiatan di sana. Terutama digunakan untuk melakukan perbuatan ilegal. Karena letaknya berada jauh dari keramaian, serta mal yang dulunya ada dalam radius 50 meter dari lahan parkiran tersebut, kini sudah rata dengan tanah.
Lahan tersebut diperjualkan karena terdapat letak yang lebih strategis di pusat kota untuk dijadikan sebagai tempat pembelanjaan. Jalan raya di lokasi Malioboro sendiri, pusat perbelanjaan modern tertua di Kota Yogyakarta, yakni Mall Malioboro. Pusat perbelanjaan yang berdiri sejak tahun 1993 ini memiliki sejumlah tempat ternama yang sering digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan berbagai jenis acara meriah yang mampu menarik banyak pengunjung.
Lain halnya dengan Malioboro, diJalan Panggang hingga Jiluk, pernah terjadi kejahatan. Kasus kejahatan jalanan atau Klithih memang kerap terjadi di Jogja. Bahkan lebih sering terjadi di daerah perkotaan, maupun perdesaan pernah menjadi saksi bisu kekejaman tindakan ini.
Dari berbagai kasus yang terjadi, klithih tidak hanya terjadi di jalanan kampung yang sepi dan jarang dilewati warga. Namun, sayangnya, kini jalanan tersebut dapat diakses oleh semua orang, tetapi sama sekali tidak ada yang curiga--atau puja-pura--tidak peduli dengan pada bangunan yang terbengkalai.
Ryan membawa Abi ke tempat tersebut tanpa bersusah payah. Abi tidak memedulikan pakaian seragamnya terekspos lantaran hoodie hitam yang membalut tubuh atasnya. Sekiranya, dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai pada lokasi. Sepanjang perjalanan pun, mereka hanya diam saja.
Kata Gea, anggota Jagabella yang berada di base camp, menjaga tempat mereka, menceritakan bahwa ada kesalahanpahaman dengan SMK Trisakti yang mengatasnamakan Jagabella. Mau tak mau pun, akhirnya Abi dan Ryan turun ikut tangan, diikuti dengan beberapa anak Jagabella yang masih tinggal di sekolah.
Abi memarkirkan motornya tak jauh dari pelataran gedung tua itu. Dia membuka helmnya berjalan melewati Ryan dengan tidak peduli.
“Eh, woy! Tungguuu!”
Abi berdecak. Dia melirik pada Ryan yang menyusulnya dari belakang. “Lelet!” ejeknya.
“Eh, ya, aku telat juga karena siapa?” sinis Ryan.
Mereka sudah sampai di lokasi. Di hadapannya, bekas pasir keabu-abuan yang penuh dengan jejak kaki, mengotori udara sekitar. Abi dapat melihat beberapa orang terkapar di lantai tanpa keramik itu. Rupanya hanya ada beberapa orang Jagabella di sana, sementara sisanya wajah yang tak lagi asing karena kegemaran mereka dalam satu bidang sama.
Karena mereka sampai ketika pertikaian itu telah terlaksana, hingga sekarang membuat banyak pihak luka-luka, mereka pun saling pandang. Paham akan situasi. Masing-masing dari mereka--tujuh orang beserta Abi--memindahkan tubuh rekan-rekannya ke sisi gedung. Sementara itu, Ryan dengan cekatan memberikan pertolongan pertama seperlunya.
“Kamu sudah menghubungi ambulan, 'kan?” tanya Abi pada salah satu rekannya yang datang bersamanya.
Orang itu mengangguk. Dia menunjukkan layar ponselnya yang terdapat riwayat panggilan dengan nomor darurat, ambulan. Abi pun memberikan isyarat terima kasih gerakan bibirnya. Kemudian dia berharap bahwa misi penyelamatan mereka tidak berakhir sia-sia. Sebab, bagaimanapun juga, nasib mereka semua yang terkapar saat ini bisa menjadi bumerang bagi kedua sekolah. Terutama bagi Jagabella.
“Aaggh! Kenapa semua pekerjaan sulit selalu ditimpakan padaku!”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top