# C H A P T E R 17
#Chapter 17
Pilar cemburu dalam persahabatan
Tiga pekan yang lalu
Entah niatan hati dari mana, ketika Abi hendak bolos dan ikut gabung dalam perkumpulan Jagabela yang direncakan berkumpul di saung yang berada di belakang kantin belakang, langkah kakinya malah menuntun Abi untuk menginjakkan kaki ke ruangan ekstrakulikuler yang berderet dari lantai satu hingga lantai dua di Gedung E.
Bangunan yang dibuat secara terpisah dan hanya dikhususkan bagi tiap ektrakurikuler di SMA Teladan, menjadi basecamp paling elit di sekolah. Banyak para aktivis yang hilir mudik di depan ruangannya dengan kesibukan masing-masing. Tak jarang pula, ada sebagian ruangan yang tidak berpenghuni, karena belum masanya untuk waktu berkumpul. Sementara itu, di lokasi paling ujung lantai satu, tepatnya berdekatan dengan gedung anak IPA, telinga Abi dapat dengan peka menangkap bebunyian dari sana.
Karena rasa penasaran manusia tidak ada habisnya, Abi pun mengintip sebentar ke ruangan musik. Berbagai jenis alat musik tampak lengkap tersusun rapi dalam setiap tempat ruangan berdominasi dinding berwarna krem.
Di tengah ruangan tersebut, mengalun musik dari biola yang sedang dimainkan oleh seseorang yang menjadi senter di dalamnya. Ia seakan mempersatukan segala objek di sekitar dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan. Matanya yang terpejam, menghiasi wajahnya yang bulat kecil.
Abi yang tengah mengamati sosok mungil itu tertegun dengan alunan yang menyihir hatinya agar menetap di sana. Ia terus bersembunyi dibalik pintu hingga suara permainan biola itu berakhir. Namun, belum sempat Abi beranjak dari tempat persembunyiannya, tubuhnya beradu dengan tubuh mungil yang terjatuh duduk ke lantai.
Sontak Abi terkejut. Dia pun menjulurkan tangannya guna memberi bantuan. “Sori, ya. Kamu tak apa?”
Pertanyaan Abi bagaikan angin lalu bagi gadis di hadapannya. Bukannya mendapatkan tanggapan, Abi justru diberikan sepucuk kertas yang berhasil membuat keningnya berkedut.
Tidak apa. Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah berniat menolongku.
Barisan kalimat itu seakan menampar Abi kalau gadis di depannya, bukanlah sembarangan perempuan yang bisa di dekati oleh siapa saja. Dia gadis yang dikabarkan dekat dengan Aqsa! Abi seketika mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya dia terlibat dalam urusan pelik dengan kakak kelasnya itu.
Namun, rintihan kecil yang keluar dari bibir Keysa menarik atensinya. Gadis itu gagal untuk berdiri. Sepertinya, kakinya terkilir. Abi kembali dilanda panik!
“Aduh, kamu pasti kesakitan banget, kan, ya?” Abi celingukan untuk memastikan keadaan. Tubuh Keysa seperti sehabis menabrak tubuh besi saja. Abi bahkan sempat melirik kalau gadis itu kesulitan untuk berdiri. “Kalau gitu, biar aku antarkan ke UKS, ya?” bujuk Abi dikarenakan rasa tanggung jawab, sekaligus takut disalahkan.
Lagian siapa suruh muncul tiba-tiba?
Seperti kebiasaan gadis tersebut, dia memberikan Abi kertas kecil lain yang telah ditulisnya dengan terburu-buru.
Tidak perlu!
Aku sudah ngabarin Kak Aqsa.
Bentar lagi dia ke sini, kok.
Tubuhku memang agak sensitif.
Maaf dan makasih, ya!
Bukannya merasa tenang, melihat untaian kalimat yang dituliskan Keysa malah membuat kepala Abi jadi pening.
Mampus Aqsa bakalan ke sini!
•oOo•
Pikiran manusia selain tidak dapat diterka, juga sulit untuk dipahami. Ada juga sebagian dari mereka mendalami keilmuan untuk menjadikan tabiat manusia sebagai objek, bukan lagi subjek untuk kepentingan penelitian mereka. Oleh karenanya, sebagian dari mereka, pasti ada yang mencoba memahami sikap dan perubahan pada perasaan manusia yang heterogen.
Sikap Abi yang belakang ini kurang fokus ketika bersama Bella, jadi membuat gadis itu bertanya-tanya. Adakah kesalahan yang dia lakukan dan kenapa pula Abi tidak mengatakannya? Bosan karena menebak sesuatu yang tidak pasti, akhirnya Bella pun membuka mulut, dia membalikkan badan sambil melipat kedua tangan. “Abi!” serunya.
Sosok yang dipanggil masih belum sadar. Saat ini mereka berada di balkon lantai empat, bangunan mall yang nyaris saja mati. Makanan yang mereka bawa hanyalah kebab daging ayam sebanyak empat buah dan minuman isotonik berjumlah sama. Beruntung mereka menemukan pemandangan langit yang dapat memanjakan mata dengan deretan dan hiruk-pikuk kota Jogja yang dapat mereka saksikan di atas ketinggian sekarang ini.
“Abiii!”
Panggilan kedua dari Bella itu, berhasil mengalihkan perhatian Abi hingga menatap sosok Bella yang memasang muka merajuk padanya. “Kenapa?”
“Lagi mikirin apaan sih, sampe serius kayak gitu? Kayak galauin cewek aja,” kata Bella sambil menyelipkan beberapa anak rambutnya ke belakang telinga karena tertiup angin.
“Murid baru di kelasmu itu ... ada hubungannya sama Aqsa?”
“Maksudnya, Keysa? Iya. Emang kenapa?”
“Jadi, beneran kalau dia juga temen sebangkumu?”
“Iya ... tunggu dulu!” Bella menatap Abi dengan pandangan menyelidik. “Sejak kapan kamu jadi kepo tentang orang lain? Dari mana juga kamu tahu hal-hal kayak gitu?” Dia mengetuk dagunya dengan telunjuk. “Kayaknya, aku pun belum pernah cerita, tuh. Jadinya, kamu tahu dari mana?”
Karena dibombardir dengan runtutan pertanyaan, Abi menghela napasnya dengan panjang. Dia merangkul bahu Bella seraya mengacak-acak rambut gadis itu hingga sang gadis mengerucutkan bibirnya.
“Omongan satu sekolah nggak ada yang bisa dibungkam, 'kan?”
Bella setuju akan hal itu. Apalagi jika perkara yang menarik di mata, kabar pun akan tersebar layaknya tertiup angin. “Tapi, tetap aja. Kamu nggak kayak biasanya,” ungkapnya dengan suara pelan.
Sebetulnya, sejak Abi bersikap aneh, hati Bella jadi gelisah. Mungkin setelah dirinya mendeklarasikan kalau Bella telah jatuh hati pada pesona Haidar Arsalan, dia jadi takut kalau laki-laki itu berpaling darinya. Ah, dasar hati manusia tidak ada puasnya.
Padahal sudah jauh-jauh hari, Bella memantapkan niatnya, untuk tetap membungkam perasaannya. Dia hanya akan mengungkapkan segenap perasaannya pada diary, tetapi hatinya kian hari kian serakah. Ditambah lagi, saat Abi menanyakan perihal perempuan lain, selain dia ataupun pihak keluarganya, kegelisahan Bella makin menjadi-jadi. Abi bukan tipikal laki-laki yang akan menaruh perhatiannya pada sembarangan perempuan.
Terlalu merepotkan. Kata Abi waktu itu. Bella makin curiga, saat laki-laki itu ingin mengkonfirmasi tentang rumor di sekolahnya: tentang Keysa, tentang hubungan Keysa dengan Aqsa, dan yang terakhir, hubungan gadis tunawicara itu dengan Bella.
Jangan-jangan Abi jatuh hati pada perempuan itu? Lagian siapa juga yang tidak terpikat dengan Keysa? Bella lantas menggeleng. Berusaha menyingkirkan pemikiran anehnya. Namun, bukannya menghilang, pemikiran lain terus menggema di gendang telinganya. Seakan berbisik dan meyakinkan hati Bella untuk menerima kenyataan kalau bisa saja apa yang dipikirkannya menjadi kenyataan.
Lelah berdebat dengan hati dan akalnya, alhasil Bella pun membenarkan tiap pertanyaan Abi.
Sontak hal tersebut pun direspons oleh Abi dengan menggebu-gebu.
“Kalau gitu, boleh dong, kalau kamu bantu aku buat lebih dekat dengannya?”
Permintaan Abi ... sesuai dengan dugaan Bella. Abi jatuh hati pada Keysa. Bagaikan mantra yang menancap pada relung hatinya, Bella menguatkan diri untuk tetap tersenyum, walaupun dia menyembunyikan segenggam kesedihan dalam dukanya.
“Tentu ...,” Bella menghela napas lelah. Pandangannya mulai berkabut karena menahan air mata. Buru-buru dia seka ujung matanya agar air mata itu tidak keluar sebagaimana mestinya. “Lagi pula, hal menyenangkan apa lagi yang tidak bisa aku lakukan untuk sahabat sendiri, bukan?”
“Omonganmu aneh, Bell.”
“Tidak juga. Aku pasti bantu, jadi tenang saja.” Bella menguraikan lengan Abi yang menempel pada bahunya. Lantas menepuk pelan bahu Abi sebanyak dua kali.
Sementara itu, orang yang diberikan janji bantuan oleh Bella hanya dapat menyipitkan matanya karena tak paham. Dalam hatinya, dia jadi bertanya-tanya, “Memangnya ada yang salah jika menaruh rasa penasaran terhadap perempuan yang baru pertama kali ditemuinya?”
Namun, sampai matahari sudah tinggal di tempat peraduannya, dan lembayung langit sudah tergantikan oleh angkasa malam yang gugup gulita dengan kendaraan berlalu lalang dan bias lampu-lampu di sudut jalan, Abi belum menemukan jawabannya. Setidaknya dibutuhkan tiga pekan berikutnya untuk mengetahui perubahan sikap Bella yang seperti sekarang ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top