# C H A P T E R 15
#Chapter 15
Bakat Terpendam
Selama pembelajaran berlangsung di kelas 11-R.A. Kartini, fokus penghuni kelas bukanlah tertuju pada penjelasan sang guru di depan kelas, melainkan pada sosok yang sayang untuk dilewatkan. Menikmati ciptaan Tuhan yang terlalu sempurna jika dilihat dari fisiknya saja, akan tetapi sebagai pengingat pula kalau tidak ada makhluk yang terlihat sempurna. Sekalipun ia didik sekeras mungkin untuk jadi sempurna, itu hanyalah kamuflase guna menutupi ketidaksempurnaannya.
Keysa Rainey. Teman sebangku Bella, tampak menjadi satu-satunya yang menyimak pembelajaran di hari pertemuan mereka dengan antusias. Binar semangat itu terpancar jelas di atas netra bulatnya. Ia terlihat tidak acuh dengan sekitar yang menatap Keysa dengan sorot lapar, akan rasa penasaran. Apalagi dengan titel 'bekingan Aqsa' yang statusnya belum terkonfirmasi, jadi bual-bualan anak gadis.
"Anu ... Key," Bella memulai percakapan dengan ragu. "Apa kamu ... ngerasa nggak nyaman, misalnya?"
Bagaikan iklan shampoo yang komersial di televisi, rambut hitam panjang tergerai itu terlihat licin ketika terpantul cahaya matahari. Belum lagi saat Keysa menoleh, gerakan rambutnya seolah-olah sehalus kapas. Bella bahkan ingin sekali menjambak rambut itu saking gemasnya.
Keysa tersenyum sekilas, sebelum akhirnya menuliskan sesuatu pada buku kecil yang selalu dia bawa kemana-mana. Lalu ia menyobek kertas tersebut dan memberikannya pada Bella.
Nggak nyaman gimana? Menurutku, seru banget ikut kelas di sini!
Bella membacanya dalam hati. Ia mengangkat kedua ujung bibirnya hingga membentuk senyuman. Kelihatan sekali kalau gadis di sampingnya adalah gadis yang selalu terjaga dari lingkungan tidak baik.
"Dari mana Kak Aqsa dapet perempuan model kayak gini?! Pantesan aja dijaga banget." Bella merasa takjub dengan standar Aqsa pada gadisnya. Kalau diibaratkan, mereka bagaikan pasangan pangeran dan putri yang sering diagung-agungkan dalam cerita.
"Kalau ada apa-apa yang nggak kamu pahami, atau ... ada kesulitan lain, jangan sungkan buat bilang, ya." Bella akhirnya menawarkan bantuannya. Seperti mandat Aqsa padanya. Ugh. "Namaku Mabella Atmaja. Panggil aja, Bella. Salam kenal, Key." Bella kembali mengenalkan diri, kini ia mengulurkan tangannya pada Keysa yang tentu saja disambut dengan gembira.
Keysa menjabat tangan Bella dan kali ini kembali menjulurkan sepucuk kertas yang lain.
Salam kenal juga, Bella! Mohon bantuannya, ya, nanti.
Bella langsung mengangguk setuju. Selain karena kesepakatannya dengan Aqsa, menurut Bella sudah saatnya kalau dia dapat menggandeng kawan baru di tahun ajaran yang baru ini. Rasa senang yang meluap itu, Bella sampaikan pada sahabat karibnya.
Bocah nyasar
Coba tebak, sekarang aku
punya temen baru dong!
Jangan cemburu, lho. Ntar.
Xixixi
Balasan dari Abi datang tidak lama setelah pesannya mendapatkan centang biru.
Jangan sombong duluan
Aku juga dapet yang baru
Emang kamu doang
yang bisa dapet yang baru
Lol
Sosok Abi yang sepertinya tidak sedang memperhatikan kelas, membalas kilat semua pesan yang Bella kirimkan. Gadis itu makin terkikik geli saat Abi melemparkan pesan guyonan yang mengocok perutnya. Gadis yang sibuk dengan dunia maya itu tidak tahu kalau sedari tadi, dia diperhatikan oleh sang guru karena tidak memperhatikan penjelasannya.
Seseorang mencolek lengan Bella. Rupanya itu adalah kelakuan Keysa yang menatapnya cemas. Belum sempat Bella menanyakan kecemasan Keysa, lengkingan suara yang meneriaki Bella membuatnya jadi duduk tegap.
"Mabella Atmaja!"
"Iya, Bu!"
Sikap Bella yang pura-pura patuh itu hanya bisa membuat kepala sang guru menggeleng pasrah. Pasalnya, dia sudah mengetahui tabiat Bella sejak gadis itu duduk di bangku kelas 10 dulu. Ia menghela napas. "Keluar kelas dan pergi ke perpus!" titahnya kemudian.
Bella yang bingung dengan hukumannya, mengerutkan dahi. Dia menatap sang guru. "Saya harus ngapain di sana, Bu?"
"Tidur!" sahut sang guru dengan murka.
Senyum Bella seketika melebar. Dia bersikap hormat layaknya pada pengibaran bendera pusaka. "Siap, Bu!"
Sebelum Bella benar-benar meninggalkan kelas, sang guru kembali meneriakkan namanya. Bella pun menoleh seketika.
"Iya, Bu?"
"Pergi ke perpus dan ambil buku paket kelas ini!"
"Semuanya, Bu? Kan berat, lhoo."
"Astaga, Mabella! Pergi kamu dari sini sebelum Ibu jambak rambut kamu!"
Alhasil, karena tidak mau kalau rambutnya jadi rontok gara-gara guru yang dendam padanya, Bella pun beranjak dari kelas sambil memegangi perutnya akibat kelamaan menertawakan tingkahnya sendiri.
"Ya ampun, bebalnya aku belum juga hilang, ya," monolognya sembari melangkahkan kaki ke perpustakaan SMA Teladan yang berada di lantai satu dekat taman.
•oOo•
Kedatangan Keysa yang menarik perhatian di kelas R.A. Kartini rupanya menyebar hingga ke telinga anak kelas 10 sekali pun. Mereka beramai-ramai mendatangi sosoknya yang langsung menjadi incaran para buaya sekolah. Namun, tentu saja usaha mereka harus terpatahkan karena ada tembok penghalang bernama Aqsa yang lengket dengan Keysa.
Bukan hanya sekali-dua kali mereka melihat keakraban couple goals terbaru SMA Teladan. Nyali memburu para lelaki pun makin berkobar karena ada tembok penghalang itu makin meningkatkan intensitas tantangan mereka.
Perempuan yang sulit didapatkan itu yang paling pantas diperjuangkan, bukan?
Entah dalih dari mana hingga mereka membenarkan itu semua. Ketika para lelaki mulai gencar mendekati Keysa dengan berbagai motif, para perempuannya mulai merancang strategi untuk memisahkan Keysa dari pengawasan Aqsa. Bahkan bisa dibilang, rencana para perempuan yang terobsesi pada Aqsa sudah melebihi pada keinginan mereka agar hubungan kedua sejoli itu terputus.
Sementara itu, objek yang menjadi buah bibir sekolah, sama sekali tidak mengetahui kalau dirinya sedang berada di depan lautan bahaya. Keysa menyibukkan dirinya dengan dunia yang baru ini dia kunjungi. Bagai menjelajahi dunia baru dalam labirin yang memisahkan kehidupannya di masa lalu dan masa sekarang.
Saat orang lain menghabiskan waktu mereka untuk mengganjal perut, Keysa justru menghampiri ruangan musik yang diketahuinya lewat wawancara singkat dengan salah satu guru yang mengajar di kelas.
Di ruangan yang tidak terlalu kedap suara dan tidak dijumpai satu makhluk mana pun, Keysa berderap menuju tempat beragam alat musik tersimpan. Berjejer alat musik itu tampak mengkilap seperti baru. Atau memang anak-anak di klub musik, menjaganya dengan apik.
Keysa meraih dengan hati-hati, alat musik berlekuk di bagian tengah. Ia memainkannya dengan meletakkan pangkal alat musik tersebut di antara dagu dan bahu. Kemudian alunan musik yang merdu itu mampu menyihir orang-orang yang mendengarnya. Sayang sekali, jarang ada yang menyadari bakatnya yang satu ini. Termasuk keluarnya.
Walaupun mereka nggak tahu, biarlah aku dan Tuhan yang tahu, kalau aku sesuka ini pada biola.
Ungkapan Keysa dalam hati tidak pernah diketahui oleh orang lain. Ia hanya menikmati waktu sendiriannya seperti ini. Boleh jadi bibirnya tidak bisa melafalkan bunyi apa pun, tetapi indera pendengarannya masih berfungsi baik untuk dapat mendengarkan permainan biolanya yang masih sama indahnya sejak setahun lalu.
Tanpa Keysa sadari, ada orang yang mengamati sikapnya itu. Berbeda dari rumor yang dia dengar dari orang-orang, sosok Keysa di matanya justru terlihat seindah mutiara langka di tengah lautan lepas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top