7. Should Tell You

Nothing's Changed

###

Part 7

Should Tell You

###

Zaffya melangkahkan kakinya dengan terburu buru menuju gedung bahasa yg berada di sebelah utara. Sambil merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya.

"Apa kau tahu dimana kelasnya Dewa?" Tanya Zaffya tanpa basa basi begitu Ryffa mengangkat panggilannya.

"Kenapa?"

"Ada beberapa urusan."

"Bahasa 2. Tapi sepertinya tadi aku melihatnya  di ruang OSIS. Kau tahu..." Zaffya memutuskan panggilan itu sebelum Ryffa menghentikan kalimatnya. Ia sangat yakin Ryffa pasti menyumpahi dirinya. Ia tidak peduli, ada hal lebih serius yg harus di selesaikannya daripada mengkhawatirkan sahabatnya itu.

Zaffya membalikkan badannya menuju gedung utama yg kebetulan berada di dekat gedung bahasa. Ia menyumpahi kakek buyutnya yg membangun sekolah ini dengan begitu luas.

Beruntung ia sering makan malam di rumah kakeknya. Di ruang keluarga itu di pajang denah raksasa Casavega high school. Walaupun ia hanya melihatnya tanpa sengaja, namun ia bisa menghafal letak letaknya di luar kepala. Yg membuatnya tidak tersesat sekalipun ia baru dua hari menginjakkan kakinya di sekolah ini.

Zaffya segera menaiki tangga menuju lantai dua. Di ujung tangga ada sebuah pintu ganda. Tertulis RUANG OSIS di gantungan pintu atasnya. Segera ia membuka pintu tersebut.

Di lantai ini, terdapat sebuah ruangan besar, lebih seperti ruangan utama. Terdapat meja besar di tengah ruangan itu dan kursi kursi hitam di sekelilingnya. Zaffya mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu mencari sosok Dewa di antara belasan anggota OSIS yg sibuk dengan hiruk pikuk masing masing.

"Ada yg bisa di bantu?" Tawar seorang laki laki yg duduk di kursi terdekat tempat Zaffya berdiri.

Zaffya menengok. "Apa kau tahu di mana Dewa?"

Cewek di sebelah cowok tadi mengernyit mendengar pertanyaan yg di lontarkan Zaffya. Kemudian gadis itu melirik tag yg ada di lengan kanan Zaffya. Tentu saja ia heran, anak kelas XI memanggil kakak kelasnya sembarangan seperti itu. Apalagi Dewa yg di maksud adalah ketua OSIS. "Memangnya ada urusan apa kau dengan kak Dewa?"

"Apa aku harus memberitahumu urusanku?" Jawab Zaffya datar.

"Tentu saja. Karna aku asisten kak Dewa." Jawab gadis itu sengit. "Apapun yg berhubungan dengan kak Dewa harus melewatiku."

"Dia masih ada urusan dengan murid yg lain di Ruang Ketua OSIS." Laki laki yg tadi menyapanya terlebih dahulu. Menunjuk sebuah pintu yg berada di ujung ruangan. Namun baru saja laki laki itu menunjuk ruangan Dewa, gadis yg duduk di sebelahnya memukul lengannya dan melemparkan tatapan membunuhnya pada temannya.

"Apa yg kau lakukan?" Maki cewek itu.

"Kau tidak perlu mengurus tamu tamunya Kak Dewa. Pekerjaan kita masih banyak." Laki laki itu menunjuk map terbuka yg ada di hadapan mereka.

Zaffya segera melangkahkan kakinya menuju ruangan yg di tunjuk laki laki tadi. Tanpa memedulikan tatapan tatapan aneh anggota OSIS yg lain yg melihatnya menerobos masuk.

Baru saja ia memegang handle pintu ruangan Dewa, ada tangan lain yg mendorongnya mundur. Dan menghadang tubuh Zaffya untuk masuk.

"Kak Dewa masih ada tamu." Cewek berambut keriting sebahu melototkan matanya ke arah Zaffya.

Zaffya memejamkan matanya, mencoba memendam kemarahannya. Kemarin saja ketika ia tidak mengharapkan Dewa, laki laki malah nongol di depan matanya. Dan sekarang, ketika ia butuh bicara dengan Dewa, malah kaki tangan laki laki itu menghalanginya.

"Kau bisa menunggu di antrian." Gadis itu menunjuk kursi panjang yg di duduki beberapa siswi.

Zaffya melihat ada 4 siswi yg duduk menunggu antrian untuk masuk ke ruangan kakak ketua OSIS. Harus berapa menit ia menunggu giliran untuk masuk? 1 menit? 2 menit? 5menit? Atau... 10 menit?

Tidak akan....

Ia paling benci menunggu. Menghabiskan waktu dengan hanya duduk penuh kebosanan melihat hiruk pikuk tidak penting yg ada di ruangan OSIS. Jauh lebih baik memejamkan matanya di kelas yg kosong atau perpustakaan yg penuh keheningan.

"Setiap antrian maximal 10 menit." Tambah cewek berambut keriting yg baru saja di ketahui Zaffya namanya Nanda lewat name tagnya.

"Aku ada urusan penting." Jawab Zaffya datar.

"Kau kira yg ada di sini urusannya tidak... aauuwww..." Zaffya mendorong bahu Nanda ke samping dengan kasar dan menarik handle pintu sebelum menerobos masuk ruangan itu tanpa berhenti selangkahpun.

Dewa duduk di kursi di belakang mejanya, matanya yg hitam melebar sesaat sebelum mulutnya melengkung membentuk senyum manisnya.

Dua siswi yg duduk di kursi depan meja mengerjap menatapnya dengan bingung dan kesal karna waktu berundingnya di ganggu oleh Zaffya.

"Maaf, kak." Kata Nanda yg kini sudah masuk ke dalam ruangan dengan nafas terengah engah. "Tadi aku sudah melarangnya masuk dan memintanya menunggu antriannya seperti yg lain."

Dewa berdiri, matanya menatap Zaffya. "Percuma kau melakukan itu, Nanda. Kau bisa keluar sekarang."

"Tapi, kak..."

"Aku yg akan mengurusnya." Dewa mengalihkan pandangannya pada Nanda. Membuat cewek itu menelan kembali apapun yg hendak di katakannya. Kemudian gadis itu berjalan menuju pintu untuk kembali keluar.

Dewa melirik dua siswi yg duduk di hadapannya. "Ku rasa itu saja yg harus kalian selesaikan dulu. Maaf, untuk gangguan ini." Dewa melotot ke arah Zaffya.

Kedua siswi itu tampak kecewa dengan perintah Dewa. Namun, mereka hanya bisa menelan kekecewaan mereka sambil mengumpulkan map map yg ada di meja. Dan Zaffya bergerak ke samping ketika mereka berdua keluar, tidak memedulikan tatapan kesal yg di lemparkan padanya.

"Kau bisa menelfonku dulu daripada membuat keributan di ruang OSIS seperti ini." Kata Dewa sambil bersandar di bagian depan mejanya dan bersedekap.

Zaffya mendengus sebelum melangkah ke depan dan duduk di salah satu kursi yg ada di depan meja Dewa. "Aku ada urusan penting. Dan kau tahu kalau aku paling benci di suruh menunggu."

Dewa mengangguk ringan sambil tertawa geli.

"Apa kau tahu mengenai pertunangan kita yg akan di adakan sabtu ini?"

Dewa menegakkan badannya sambil menatap Zaffya dengan mata membesar terkejut dengan informasi yg di berikan Zaffya. "Apa?"

Zaffya menyilangkan tangannya, dengan reaksi yg di berikan Dewa, ia sudah tahu jawabannya. "Aku sudah menduganya. Ini pasti rencananya mama." Gumam Zaffya pelan lebih kepada dirinya sendiri.

"Mamaku tidak mengatakan apa apa." Dewa mengangkat kedua tangannya bingung.

"Kau sendiri, bagaimana tentang rencana ini? Apa kau akan diam saja seperti orang bodoh?" Tanya Zaffya sengit.

"Hhmmmm...." Dewa menggumam sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Mengetuk ngetuk kepalanya pelan tampak memikirkan sesuatu. "...aku tidak punya kekasih. Dan kalau di suruh memilih antara bertunangan denganmu atau di usir dari rumah. Maaf, aku lebih memilih bertunangan denganmu."

"Buugghh...." Zaffya melempar buku yg ada di hadapannya ke muka Dewa. Tepat mengenai kening Dewa yg belum sempat menghindari gerakan tiba tiba Zaffya.

"Aaww... sakit, Zaf." Dewa meringis sambil mengelus keningnya yg terkena lemparan buku setebal dua ratus halaman itu.

"Aku serius." Zaffya melotot ke arah Dewa.

"Aku juga serius." Jawab Dewa dengan tidak kalah sengitnya.

"Kau tahu aku sudah punya kekasih. Apa perlu aku mengingatkanmu lagi? Sedikit pukulan lagi di kepalamu mungkin cukup."

"Baguslah, kalau kau sudah punya kekasih. Jadi kalau hubunganmu dan Richard serius, lebih baik kau mengajaknya bertunangan dan aku tidak perlu bertungan denganmu. Juga tidak perlu di usir dari rumah. Memangnya mau jadi apa aku kalau namaku di coret dari kartu kekuarga. Dewa Putra Yang Ter-bu-ang?" Dewa memberikan tampang tragisnya dan masih mengelus elus keningnya yg kini sudah tampak sedikit memerah.

"Sialan kau." Zaffya mengumpat. Lagi lagi usulan Dewa dan kakeknya sama. Untuk menghindari bertunangan dengan Dewa, dia harus meminta Richard bertunangan dengannya.

'Apa Richard mau menjalin hubungan yg lebih serius daripada hanya sekedar berpacaran dengannya?' Zaffya memejamkan matanya frustasi ketika pertanyaan sialan itu tidak berhenti berputar di otaknya. Jika saja mereka berpacaran karna saling mencintai, tentu saja ia tidak perlu mengkhawatirkan akan menceritakan masalah ini pada Richard.

Tapi tetap saja ia harus melakukan sesuatu jika tidak ingin kehilangan akal sehatnya, walaupun akal sehatnya sudah hilang sejak ia mengenal Richard, miris Zaffya dalam hati.

Dan sekarang nasibnya semakin miris saat menyadari bahwa waktunya hanya tersisa tiga hari untuk menyelesaikan masalah ini.

"Aku juga tidak tahu harus melakukan apa?" Ucap Dewa memberengut. Memecah keheningan yg sempat menyelubungi mereka selama beberapa menit.

Zaffya mendorong kursinya mundur dengan kasar, melangkah keluar pintu dan menutup pintunya juga dengan gebrakan kasar. Tidak mempedulikan tatapan tatapan aneh para siswa yg mengikutinya sampai melewati pintu ganda Ruang OSIS.

###

"Kenapa mama menentukan acara pertunangan itu tanpa persetujuan Zaffya?" Zaffya menaikkan nada suaranya begitu mamanya mengangkat panggilannya di deringan kedua.

"Dari awal kau tahu tentang rencana perjodohan ini, bukan?" Jawab Nadia dengan lembut dari seberang.

Nada suara mamanya membuat Zaffya kesal. Dan kalimat mamanya tidak bisa di terimanya. "Mama juga sudah tahu tentang hubungan Zaffya dan Richard."

"Kalian hanya berpacaran." Nadia menekan setiap kata katanya. "Mama yakin hubungan kalian tidak akan berjalan selamanya. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai kau bosan dengannya."

"Kesepakatan kita sudah jelas. Mama tidak akan mengganggu hubunganku dan Richard dan Zaffya akan jadi pewaris yg baik buat mama dan kakek."

"Mama tidak pernah mengganggu hubungan kalian. Jadi sekarang bersikaplah yg baik sebagai pewaris mama dan kakek."

"Dengan bertunangan?"

"Kau memang harus bertunangan. Mencoba menjalani kehidupan yg lebih serius. Kau tidak mungkin hanya bermain main terus, bukan?"

Zaffya memejamkan matanya mencoba menahan kefrustasiannya untuk yg kesekian kalinya dari beberapa saat yg lalu. "Zaffya hanya akan bertunangan dengan laki laki yg Zaffya inginkan. Titik." Suara Zaffya penuh ketegasan, kemudian ia memutus panggilan tersebut dengan sepihak.

###

Zaffya keluar dari mobil juke hitam milik Vynno. Menyampirkan tasnya di bahunya dan langsung berjalan melintasi tempat parkir menuju gedung tempat kelasnya berada.

"Mukamu masih saja kusut." Komentar Vynno sambil menyandarkan lengannya di bahu Zaffya.

"Bukan urusanmu." Cibir Zaffya.

"Sudahlah, Zaf. Kalau aku jadi kau, tinggal bilang yg sebenarnya saja sama Richard. Dia mau ya lanjut, dia tidak mau tinggal lepas saja. Beres, bukan?"

Zaffya melotot ke arah Vynno, ingin sekali ia memukul kepala sepupu sialannya itu. Namun, ternyata sudah ada yg melakukan tugasnya itu.

"Bugghh..."

"Aawww... sakit, Fa." Vynno meringis sambil mengelus ngelus kepalanya yg di pukul oleh Ryffa.

"Makanya punya mulut itu di jaga." Kata Ryffa yg berjalan di sebelah Vynno.

"Di mata kalian aku memang tidak pernah benar, bukan?"

"Baguslah kalau kau tahu." Jawab Zaffya dan Ryffa bersamaan dengan tampang sadis mereka.

"Ahh.... terserah kalian berdua sajalah. Aku mau ke kelas." Vynno mendahului langkah Ryffa dan Vynno. Masih dengan tangan kanan yg mengelus elus kepalanya.

Ryffa dan Zaffya hanya melihat punggung Vynno yg menjauhi mereka.

"Tapi ucapan Vynno ada benarnya juga, Zaf." Ucap Ryffa ketika keduanya melintasi lorong menuju gedung IPS.

"Aku tahu." Jawab Zaffya sambil menggerutu pelan. "Aku cuma butuh waktu saja buat bicara pada Richard."

Ryffa mengangguk. "Dan waktumu tidak banyak. Tinggal dua hari. Sepertinya besok kau harus membicarakan masalah ini dengan Richard."

Zaffya menghembuskan nafas beratnya. "Aku juga tahu itu"

"Otakmu benar benar sudah hilang sejak kau kenal sama dia, ya?" Cibir Ryffa sambil menepuk nepuk punggung Zaffya dramatis. Mencoba memasang tampang sekhawatir mungkin hanya untuk memberikan semangat pada sahabatnya itu. "Untung saja otakku masih normal, jadi sedikit banyak bisa membantumu."

"Kenapa kau tidak membunuhnya saja, lalu minta kembali otakku yg hilang gara gara dia." Ucap Zaffya menerawang.

"Ide yg bagus." Ryffa mengangguk angguk mengiyakan.

"Umur panjang." Zaffya menghentikan langkahnya. Berdiri sambil memperhatikan Richard yg berdiri di ujung tangga berbicara dengan seseorang. Gayanya berdiri, caranya berbicara, gerakan tangannya yg sudah sangat di hafal Zaffya. Selalu saja cowok itu berhasil menarik perhatiannya.

Ryffa mengikuti arah pandangan Zaffya. Menyilangkan tangannya sambil memperhatikan apa yg juga di perhatikan Zaffya. Ia memicingkan matanya memeriksa sekeliling Richard dengan seksama, "Apa kita bisa melakukan rencana kita sekarang? Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada kita?"

"Ya. Di ujung tangga. Dia sedang berada di tempat yg tepat."

"Di sini juga masih sepi. Apa aku harus melakukannya sekarang?"

"Ya, sebelum matanya melihatku dan membuatku lupa diri lagi." Jawab Zaffya menerawang.

"Aku bisa berpura pura tidak sengaja mendorongnya. Dan kalian berdua bisa bilang kalau itu hanya kecelakaan." Suara Vynno tiba tiba ikut berkontribusi dengan pemikiran mereka. Ia ikut menyilangkan lengannya di depan dada. Memicingkan matanya memperhatikan Richard yg masih saja sibuk berbicara. Ia tidak habis pikir dengan wajah polos yg di tunjukkan cowok yg sudah berani mengacaukan hidup sepupunya itu.

"Ya, dua saksi cukup untuk mengatakan itu kecelakaan." Timpal Zaffya.

"Cctv?" Tanya Vynno.

"Ini sekolahku. Tidak sulit menghapusnya." Jawab Zaffya.

"Ya, lagipula kakekmu tidak mungkin membiarkan pewarisnya masuk penjara." Timpal Ryffa.

"Apa yg kalian pikirkan?" Suara yg tiba tiba menghampiri membuyarkan lamunan ketiga sahabat itu.

Ketiganya mengerjap, menyadari obyek lamunan mereka kini sudah berdiri di hadapan mereka.

"Tidak ada!" Jawab mereka bertiga serempak. Berusaha tampak senormal mungkin.

Richard mengerutkan keningnya dengan jawaban serempak yg justru membuatnya curiga. Belum lagi dengan tatapan Vynno dan Ryffa yg menghindarinya. "Kenapa dengan kalian?"

"Tidak ada." Jawab mereka serempak lagi. Menyadari kebodohan mereka, Ryffa dan Vynno hanya nyengir kuda. Sedangkan Zaffya hanya meringis. Berusaha tampak masih senormal mungkin, yg mereka bertiga sadari itu tidak mungkin. Karna mereka sudah terlanjur ketahuan.

Richard memicingkan matanya menatap Zaffya.

"Mereka... mereka memang selalu tidak masuk akal setiap pagi." Jawab Zaffya sekenanya.

"Kita?" Ryffa dan Vynno serempak protes mendengar jawaban Zaffya.

"Kau lihat, kan. Lebih baik kita pergi." Zaffya buru buru menarik Richard dan mengajaknya berjalan menjauhi Ryffa dan Vynno yg melongo melihat punggung mereka menjauh.

###

Sunday, 19 March 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top