5. Business Matchmaking

Nothing's Changed

###

Part 5

Business Matchmaking

###

Tok... tok... tok...

Terdengar suara pintu yg di ketuk ketika Zaffya baru saja keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah lemari pakaiannya.

"Ya?" Jawab Zaffya sambil membuka lemari pakaiannya. Memperhatikan baju mana yg akan di pakainya.

"Ini saya, non." Jawab suara di balik pintu. Suara yg sudah sangat familiar di telinga Zaffya dari detik ia di lahirkan oleh mamanya.

"Masuk saja, mak." Zaffya menyuruh pengasuhnya itu masuk. Walaupum seluruh penghuni rumah ini memanggilnya 'bik tuni'. Zaffya tidak mau memanggilnya seperti itu. Ia lebih suka mengikuti anak dari pengasuhnya itu yg memanggilnya dengan sebutan 'mak'.

Pintu kamarnya terbuka dan memunculkan sesosok paruh baya yg seumuran dengan mamanya. Berpakaian ala kadarnya dengan rambut di sanggul rapi di belakangnya.

"Ada apa, mak?"

"Itu non. Di suruh nyonya kasih tahu kalau di bawah ada den Dewa."

"Apa?" Zaffya segera mengalihkan wajahnya, memandang tak percaya pada bik tuni yg menyampaikan berita yg baru di dengarnya. "Ngapain Dewa ke sini?"

"Mak tidak tahu, non."

"Pasti mama yg suruh." Guman Zaffya pelan. Menarik hem putihnya dan hot pant yg sudah di pasang jadi satu di gantungan baju dari dalam lemari.

"Bilang saja sama mama. Zaffya sedang siap siap keluar. Ada janji."

"Memangnya janji sama siapa, non?" Tanya bik Tuni penasaran. "Sama den Richard?"

"Memang Zaffya punya pacar lain selain Richard?"

Bik Tuni mengangguk anggukkan kepala mengerti, "Kalau janji sama den Vynno atau den Ryffa, non tidak mungkin segusar ini di ganggu den Dewa."

"Bilangnya ke mama jangan sampai Dewa dengar. Zaffya tidak enak sama Dewa."

"Beres, non." Jawab bik Tuni ringan. "Kalau begitu mak keluar dulu. Nanti kalau den Richard sudah datang, mak suruh si Deni kemari."

"Hmmm..." jawab Zaffya dengan gumaman mengiyakan. Begitu bik Tuni menghilang di balik pintu kamarnya, ia berjalan ke dekat meja riasnya. Melepas jubah mandinya untuk berganti pakaian.

Ia selesai berdandan sepuluh menit kemudian. Pintu kamarnya kembali terbuka ketika ia memakai sepatu airwalknya, menampilkan sosok paruh baya yg lain.

"Kamu mau kemana?" Tanya Nadia melihat Zaffya yg sudah berdiri dan mengambil tas kecilnya yg di letakkan di sampingnya. Bersiap siap keluar.

"Bukankah tadi mak sudah bilang ke mama. Kalau Zaffya ada janji." Jawab Zaffya ringan.

"Ada Dewa di bawah, kamu temani dulu sebentar."

"Dia tamu mama. Kenapa Zaffya yg harus menemaninya?"

"Dia datang ke sini mau bertemu denganmu."

"Tapi Zaffya sudah ada janji sebelum dia datang."

"Kamu harus menemuinya dulu sebelum keluar. Atau mama tidak akan mengijinkanmu keluar." Ancam mamanya sebelum melangkah keluar pintu dan menutup pintu kamarnya.

Zaffya memejamkan matanya. Mengumpat dalam hati sebelum melempar tasnya ke kasur dengan kasar.

###

"Kenapa mukamu sekusut itu?" Tanya Dewa melihat Zaffya yg dari tadi terlihat melipat mukanya.

Zaffya melipat tangannya. "Ada urusan apa kau ke sini?" Tanya Zaffya datar.

"Apa kau mau keluar?" Pandangan Dewa jatuh pada sepatu airwalk hitam yg di pakai Zaffya.

"Baguslah kalau kau sudah tahu. Jadi kalau ada yg mau kau bicarakan denganku, lebih baik cepat kau katakan." Kata Zaffya dingin sambil melirik jam tangannya sejenak. Ia benar benar sudah tidak punya waktu lebih banyak lagi. Mungkin saja Richard sudah menunggunya.

Dewa tersenyum geli. Dia menyukai sikap apa adanya yg di tunjukkan Zaffya kepadanya. "Ancaman apa lagi yg di berikan mamamu sampai kau masih menyempatkan waktumu buatku?"

"Aku ada janji sama Richard."

"Ok. Aku ke sini cuma karena papa dan mama kita. Kau tahu kalau orang tua kita yg gencar sekali menjodohkan kita, bukan? Jadi aku cuma bersikap baik dengan mereka." Jawab Dewa ringan.

"Dan kau tahu kalau aku sudah punya kekasih, kan?" Zaffya menekan suaranya. Menegaskan akan pendapatnya mengenai perjodohan itu.

"Kalau begitu, lebih baik kita pamit sama mamamu. Kita bisa ke depan bersama sama. Aku akan langsung pulang."

Zaffyapun beranjak dari sofa sedetik setelah Dewa menyelesaikan kalimatnya.

Dewa meringis. Menyadari sikap wanita itu yg tidak bisa berpura pura sedikit saja untuk menerima kedatangannya di rumah ini.

###

"Kau tidak perlu membenciku karena perjodohan ini." Dewa merangkulkan tangannya ke bahu Zaffya begitu keduanya melewati pintu utama kediaman Daniel Farick. "Kita tetap sebagai teman seperti sebelum rencana itu di buat."

"Aku tahu."

"Lalu... kenapa mukamu masih kusut?"

"Aku hanya kesal kau datang di waktu yg tidak tepat."

'Dan aku tidak suka kau punya pengaruh lebih banyak buat mama daripada Richard.' Batin Zaffya dalam hati.

"Jadi lain kali kalau datang ke sini lebih baik hubungi aku dulu." Tambah Zaffya datar.

"Ok... tuan putri." Dewa mengangkat tangannya. Memberi hormat pada Zaffya.

Zaffya mendengus dengan sikap yg di tunjukkan Dewa padanya. Baginya Dewa adalah salah satu anak dari kolega bisnis papanya yg cukup dekat dengan keluarganya. Namun, rencana perjodohan yg tiba tiba keluarga mereka inginkan, membuat Zaffya harus sedikit menjaga jarak dengan laki laki ini. Kalau tidak, kedua orang tuanya akan semakin gencar untuk melanjutkan perjodohan ini.

Sayang sekali, padahal laki laki ini salah satu orang yg bisa ia percayai.

"Apa orang tuamu masih berharap dengan perjodohan ini?" Tanya Zaffya.

Dewa mengangguk ringan. "Aku sudah berpura pura mempunyai kekasih. Bahkan mengenalkan Nia ke rumah."

"Nia?" Kening Zaffya berkerut.

Dewa mengangguk ringan. "Temen sebangkuku." Ucap Dewa mengingatkan.

"Anaknya sekretaris papamu?"

Sekali lagi Dewa mengangguk.

Dengan satu sentakan ringan, Zaffya memukul lengan Dewa dengan keras. "Apa kau begitu bodoh?;

"Aawww... sakit, Zaf!!" Dewa menjauh selangkah dari Zaffya sambil mengusap usap lengannya yg di pukul Zaffya.

"Apa kau tidak bisa mencari gadis yg sedikit saja masuk kriteria menantu idaman mamamu?" Maki Zaffya.

"Kau sendiri? Kalau kekasihmu masuk kriteria menantu idaman mamamu. Mamamu juga tidak akan mengharapkanku untuk menjadi suamimu."

"Diam kau!" Sambar Zaffya sambil melemparkan tatapan membunuhnya ke Dewa. Membuat Dewa bergidik ngeri.

"Kau memang menantu idaman mamaku. Tapi kau bukan istri idamanku." Gerutu Dewa berpura pura menatap ngeri ke arah Zaffya.

"Sebaiknya kau pulang sekarang." Usir Zaffya terang terangan. Menunjuk pagar pintu keluar rumahnya.

"Ok... aku pulang, cantik." Dewa mengulurkan tangannya mengacak acak rambut Zaffya dengan senyum manisnya.

Zaffya segera mengangkat tangannya untuk memukul tangan Dewa. Namun dengan sigap laki laki itu menghindarinya dengan cengirannya dan berjalan ke arah mobilnya yg terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Melambaikan tangannya sebelum memberikan ciuman jauhnya pada Zaffya dan berkata," Bye, my love."

Zaffya hanya mendengus melihat kelakuan manis yg di tunjukkan Dewa padanya. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah gerbang rumahnya. Melihat apakah sosok yg di tunggunya sudah datang apa belum.

Segera saja perasaan hangat meliputi dadanya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menarik bibirnya ke atas melihat sosok yg menunggunya di luar gerbang. Bersandar pada kap mobil hitamnya.

Richard melambaikan tangannya begitu perhatian Zaffya berpusat padanya. Dengan senyum lembut dan manisnya melihat Zaffya berjalan ke arahnya dengan sedikit terburu buru.

"Apa kau menungguku lama?" Tanya Zaffya begitu melewati pintu gerbang berwarna hitam emas itu.

Richard mengangkat tangannya untuk melihat jam tangannya. "Sekitar sepuluh menit yg lalu."

"Kenapa tidak menghubungiku?" Tanya Zaffya penuh perasaan bersalah. Ia selalu benci menunggu, itulah sebabnya ia tidak suka membuat Richard menunggunya. Kecuali Richard.

"Hanya sepuluh menit." Richard mengedikkan bahunya sedikit. "Lagipula aku selalu suka melihatmu dari jauh."

"Ckk..." Zaffya berdecak.

Richard menatap Zaffya dengan tatapan berbinarnya.

Ya. Ia memang selalu menyukai memperhatikan wanita ini diam diam dari kejauhan.

'Kau terlalu indah. Dan kau selalu tampak tak terjangkau oleh diriku saat kau berdiri di depan rumahmu. Terutama nama belakangmu. Membuatku merasa tak terlihat oleh pandangan matamu.'

'Rasanya seperti bermimpi saat kau selalu memusatkan perhatianmu padaku.'

Suara klakson mobil membuyarkan lamunan Richard. Membuat pandangan Zaffya dan Richard teralihkan pada mobil merah yg berhenti sejenak ketika melewati gerbang. Pemilik mobil melambaikan tangannya untuk menyapa keduanya. Richardpun tersenyum dan membalas lambaian tangan Dewa.

Berbeda dengan Zaffya yg hanya menganggap angin lalu pada Dewa. Richard  masih kesal dengan Dewa yg selalu mengacak acak rambut Zaffya dan membuatnya berantakan. Pada interaksi Dewa ke Zaffya.

"Ada urusan apa Dewa ke rumahmu?" Tanya Richard dengan nada dan suara yg terdengar senormal mungkin. Ia tidak mau terlihat begitu pencemburu di hadapan Zaffya. Walaupun kenyataannya ia memang selalu merasakan bara api yg membara di hatinya setiap ia melihat Zaffya berdekatan dengan laki laki manapun.

"Hanya ada sedikit urusan dengan mama." Jawab Zaffya bohong. Walaupun tidak sepenuhnya bohong. Ia tahu bahwa mamanyalah yg menyuruh Dewa ke sini.

"Benarkah?" Richard bergumam pelan. Walaupun jawaban Zaffya sama sekali tidak bisa mengurangi kecemburuannya saat melihat kedekatan Dewa dengan kekasihnya.

"Apa kau mengenal Dewa?"

"Dia ketua OSIS di Casavega. Bagaimana aku tidak mengenalnya?"

"Oh... " Zaffya mengangguk ringan. Tentu saja Richard mengenalnya. Dia kan anggota OSIS, sudah pasti Richard dan Dewa saling mengenal.

"Harusnya aku yg menanyakan hal itu padamu."

"Keluarga kita sudah saling mengenal dan berhubungan baik dari dulu."

"Apa dia seperti Ryffa dan Vynno yg lain?" Sindir Richard.

Zaffya mengerutkan keningnya. Memperhatikan dengan seksama wajah Richard. "Apa maksud pertanyaanmu?"

"Tidak ada." Richard mengalihkan pandangannya, berusaha menghindari tatapan penuh selidik Zaffya. "Aku hanya bertanya."

Zaffya diam sejenak. Lalu membuka mulutnya dan berkata, "Ryffa dan Vynno seperti keluarga. Berbeda dengan Dewa, dia seperti teman yg kau kenal dengan baik. Hanya itu."

Richard mengangguk angguk mengerti. Mencoba menerima informasi yg di dengarnya.

"Apa kita hanya akan berdiri di sini dan membicarakan orang lain?" Suara Zaffya memecah keheningan yg sempat meliputi keduanya.

Richard menggelengkan kepalanya. "Tidak."

Tiba tiba Richard menegakkan badannya sambil melepas jaket putihnya. Kemudian melangkah mendekati Zaffya dan mengalungkan lengan jaketnya ke pinggang Zaffya.

"Kita akan pergi setelah kakimu itu tidak terpampang jelas oleh siapapun."

"Tidak ada yg salah dengan pakaianku. Dan aku juga baik baik saja dengan ini."

"Aku yg tidak baik baik saja." Richard mengikat lengan jaketnya dengan satu simpul. Menutupi kaki Zaffya sampai lututnya. Ia tidak suka hot pant yg di kenakan Zaffya hanya menutupi setengah pahanya. Membuat tubuh Zaffya terlihat di setiap lekuk dan memamerkan kulitnya yg putih pucat. Kemudian ia melangkah mundur, menyilangkan kedua tangannya sambil tersenyum puas dgn hasil kerjanya. "Begini lebih baik."

Zaffya hanya tersenyum simpul dengan keprotektifan Richard padanya. Ini hanyalah salah satu sikap pencemburu yg tunjukkan Richard padanya. Ia tahu, laki laki itu tidak suka jika ada laki laki lain yg memandangnya penuh kekaguman. Sama seperti yg di rasakan olehnya. Ia tidak suka Richard terlihat tampan, membuat siapapun memandangnya dengan pandangan berbinar binar.

"Kita berangkat?"

Zaffya mengangguk. Melangkah ke pintu mobil yg sudah di buka Richard untuknya.

###

Zaffya baru saja akan menginjakkan kakinya untuk menaiki tangga menuju kelasnya yg ada di lantai dua, ketika beberapa sosok yg membuat matanya perih menghadangnya. Berdiri di hadapannya dengan penuh keangkuhan dan kelicikan yg sangat di bencinya.

"Apa kau murid baru itu?"

Suara itu membuat Zaffya menengadah. Menatap gadis berambut panjang dan bergelombang. Gadis gadis yg di lihatnya di kanti kemarin. Terutama gadis yg berdiri di tengah tengah dan paling depan daripada ketiga temannya yg lain.

Tentu saja Zaffya mengingatnya dengan sangat baik. Gadis bernama Siska yg begitu tergila gila dengan kekasihnya. Ia benci melihat sikap centil yg di tunjukkan Siska pada Richard kemarin.

Zaffya diam. Tak menjawab maupun berkomentar apapun pada pertanyaan itu.

Siska mengulurkan tangannya untuk menyentuh dagu Zaffya. Namun, Zaffya melangkah mundur untuk menghindari jemari lentik gadis itu. Membuat gadis itu menyeringai dengan sikap defensif yg di tunjukkan Zaffya. Begitu juga dengan tatapan datar dan dingin yg tunjukkan Zaffya padanya. Ia tidak suka di tatap seperti itu oleh siapapun. Namun, ia masih menahan diri. Gadis ini belum tahu siapa dirinya di sekolah ini.

"Apa kau juga gadis yg di antar pulang Richard kemarin?"

Zaffya mendengus dengan pertanyaan tidak penting yg di ucapkan kakak kelasnya itu.

"Kenapa? Apa itu tidak penting buatmu?"

"Ya." Jawab Zaffya datar. Sambil mengangguk ringan tak peduli. Gadis di hadapannya itu menanyakan apa itu tidak penting buat dirinya, dan dirinya hanya bersikap baik menjawab pertanyaan Siska dengan sangat jujur.

Siska menatap tak percaya dengan jawaban yg di ucapkan Zaffya. Ia benci melihat tatapan menantang yg di berikan Zaffya padanya. Di sekolah ini tidak ada yg boleh berani menatapnya seperti itu. Dan tidak akan pernah ada.

"Apa kau tidak tahu siapa aku?"

"Apa aku harus tahu siapa kau?"

Siska diam. Ia merasakan ketiga temannya yg sudah tidak sabar ingin mengerjai gadis angkuh di hadapannya ini. Namun ia mengangkat tangannya, memberikan isyarat pada teman temannya untuk tidak berbuat apa apa dulu.

"Luisana Zaffya." Siska membaca name tag yg ada di dada kanan Zaffya. Mengulurkan tangannya berniat memegang name tag itu. Namun dengan sentakan ringan Zaffya menepis tangan Siska.

"Aku bertanyaanya baik baik padamu. Dan sebaiknya kau menjawabnya dengan baik juga pertanyaanku."

Zaffya diam.

"Sebelum kesabaranku habis."

Zaffya menghembuskan nafas beratnya sambil mendengus. Menyilangkan kedua tangannya dengan gerakan malas dan tak pedulinya.

"Apa hubunganmu sama Richard?"

"Dan kenapa aku harus memberitahumu?"

"Karna kita harus tahu hubungan macam apa yg harus kita berdua jalanin kedepannya..." Siska mengetuk ngetuk dagunya sendiri dengan lembut. Terlihat menimbang nimbang sesuatu. "...aku harus bersikap baik padamu atau.... sebaliknya. Membuatmu menyesal pernah menginjakkan kakimu di sekolah ini."

Zaffya mencibir. Dia sudah cukup mempunyai banyak penyesalan yg membuatnya menginjakkan kakinya di sekolah ini. Seharusnya wanita ini yg takut padanya karna berani beraninya mengusiknya di sarangnya sendiri. Apalagi berani mengusik kekasihnya.

"Kalau kau saudaranya Richard, mungkin kau bisa menjadi teman baik kita. Tapi kalau kau bukan siapa siapanya Richard... lebih baik kau berpikir ulang untuk mendekatinya karna..."

"Karna?"

"Karna Richard milikku. Sis-ka Al-ya Pra-ta-ma." Siska mengucapkan namanya dengan penuh penekanan. "Hanya milikku."

"Kau pasti tahu, kan? Pratama Corporation." Tanya gadis lain yg berdiri di samping kanan Siska. Zaffya melirik name tag gadis itu yg bertuliskan 'Rere Diandra'

Zaffya hanya menyeringai ringan mendengar nama perusahaan terbesar keempat di negeri ini. Tentu saja ia tahu itu. Sedikit banyak tentang dunia bisnis yg di geluti keluarganya, membuatnya tanpa sengaja mengetahui dunia perbisnisan. Siapa saja 10 perusahaan terbesar di negeri ini setiap tahunnya. Yg selalu di ributkan oleh kakeknya dan papanya. Terutama mamanya.

Casavega selalu menjadi no. 1 selama berpuluh puluh tahun. Kakek buyutnyalah yg membuatnya selalu menjadi no. satu di negeri ini. Dan sekarang diteruskan oleh kakeknya. Yg berusaha sekuat tenaga mendidik dirinya untuk menjadi penerusnya. Penerus yg jauh lebih baik dari dirinya. Tentu saja Zaffya akan menjadi penerus yg jauh lebih baik dari kakeknya. Jadi kakeknya tak perlu mengkhawatirlan tentang hal itu.

Farick Group. Perusahaan milik papanya yg berhasil menguasai pasar dunia. Menjadi perusahaan terbesar no. 2 di negeri ini. Menggeser Sagara Group -milik keluarga Dewa- yg selama tujuh belas tahun ini menjadi no. 3 setelah tahun tahun sebelumnya menjadi no. 2 di bawah Casavega.

Pratama Corporation, perusahaan terbesar keempat yg kini membuatnya muak karna putri tunggal keluarga Pratama berdiri dengan penuh keangkuhan di depannya. Haruskah ia membujuk kakek dan papanya untuk melenyapkan perusahaan itu? Tapi dia tidak akan bersikap selicik itu.

Dan kelima, Anthony Contruction. Perusahaan milik keluarga kekasihnya. Kekasihnya yg membuat putri tunggal Pratama tergila gila padanya.

Ia hanya menyukai fakta dirinya yg tergila gila pada Richard. Tidak boleh ada yg lain. Tidak boleh ada gadis lain.

"Ah...Pratama Corporation" Zaffya mengangguk angguk ringan. Berpura pura terkejut dengan informasi itu. Namun, segera ia memasang tampang dingin dan datarnya. "Apa aku harus takut padamu, wahai nona Pratama?"

Siska melotot tak percaya dengan pertanyaan Zaffya. "Sebaiknya begitu." Desis Siska.

"Kalau begitu..." Zaffya diam sejenak. "...aku takut. Apa kau puas?"

Siska tidak tahan dengan penghinaan yg di tunjukkan Zaffya padanya. Segera ia mengangkat tangannya dengan geram dan berniat menampar pipi Zaffya, namun dengan sigap Zaffya menangkis tangan Siska dan menyentakkannya dengan kasar.

Siska terhuyung ke belakang, dengan sigap ketiga temannya menangkapnya. "Kau tidak apa apa?" Tanya cewek berambut pendek yg membantunya berdiri dengan tegak.

"APA AU SUDAH GILA?" bentak gadis bernama Rere.

Dan ketiga cewek itupun langsung melemparkan tatapan membunuhnya pada Zaffya. Namun mereka segera beringsut ketika melihat tatapan Zaffya yg bahkan lebih tajam dan mengerikan daripada tatapan Siska pada mereka.

"Aku bukan gadis yg bisa kau injak injak sesuka hatimu seperti gadis di kantin kemarin. Kau ingat itu baik baik sebelum berpikir untuk mengusikku." Zaffya melangkah menembus barisan yg ada di depannya. Tidak peduli pada langkah kakinya yg membuat Siska dan gadis berambut pendek itu terhuyung ke belakang karna bahunya terdorong dengan kasar oleh bahu Zaffya yg melewatinya.

Siska menggenggam tangannya marah, sampai buku buku jemarinya terlihat memutih. Wajahnya memerah memendam amarah. Ia berbalik menatap punggung Zaffya penuh kebencian

'Kita lihat saja nanti.'

###

Saturday, 11 March 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top