16. Ex 2
Nothing's Changed
###
Part 16
Ex 2
###
Lupa posting, semingguan lebih sibuk dengan kegiatan di dunia nyata dan mood menulis juga lagi hilang entah ke mana. Jadi buka watty
###
"Apa kedua orangtuamu tahu kalau kau ke sini?" tanya Richard ketika keduanya berdiri bersisian di balkon lantai dua.
Zaffya mengangguk kecil.
"Ryffa dan Vynno?"
"Mereka bukan orangtuaku."
"Ya, tapi mereka selalu sibuk mencarimu kalau kau menghabiskan waktu akhir minggu denganku."
Zaffya mendengkus. Ya, Ryffa dan Vynno memang selalu sibuk mencarinya jika ia menghabiskan waktunya bersama Richard. Jadi tak jarang jika ia mematikan ponsel ketika pergi kencan dengan Richard.
"Dewa?"
Tiba-tiba tubuh Zaffya menegang. Matanya mengerjap pelan mendengar pertanyaan Richard. Kenapa tiba-tiba laki-laki itu menanyakan tentang Dewa?
"Kenapa dia harus tahu?" jawab Zaffya, nada dalam suaranya tiba mendingin.
"Sepertinya kalian juga dekat."
Ya, Zaffya tidak bisa menampik kalimat Richard. Hubungan mereka memang dekat, tapi itu dulu. Tidak sekarang dan dia tidak bisa tiba-tiba mengatakan pada Richard bahwa hubungan mereka sudah tidak seperti dulu lagi tanpa menceritakan penyebabnya. Perasaan bersalah pada Richard semakin menjadi jika mengingat kejadian beberapa hari yang lalu di atap.
"Apa dingin?" Richard melihat Zaffya yang mengelus-elus lengan tanpa sadar, entah di mana pikiran gadis itu berada setelah ia mulai menyinggung tentang Dewa. Apakah gadis itu memikirkan tentang kejadian di atap? Apakah gadis itu mengingat tentang ciuman dengan Dewa? Memikirkan tentang kemungkinan itu membuat Richard merasa dilanda perasaan cemburu yang mengalir deras memenuhi dada.
Zaffya mengangguk pelan.
"Sebaiknya kita masuk." Richard merangkul bahu Zaffya dan membalikkan badan melangkah masuk ke dalam rumah, tapi langkahnya terhenti begitu melihat sosok yang sepertinya dari tadi berdiri di ambang pintu balkon.
"Apa kalian berkencan?" tanya Dania yang berdiri di pintu balkon dengan menyilangkan kedua lengan di depan dada. Begitu juga dengan kaki yang disilangkan di bawah.
"Apa kau mencuri dengar pembicaraan kita?" tanya Zaffya, matanya terpicing penuh curiga.
"Sedikit," jawab Dania polos. "Kalian belum menjawab pertanyaan Dan."
"Hai, little Dan." Zaffya menekan suara dan nadanya, "Anak kecil tidak boleh ikut campur urusan orang dewasa."
Dania mencibir.
Richard tersenyum tipis. "Sebaiknya kau ke kamarmu, Dan. Sudah malam."
"Dan tidak bisa tidur."
"Apa suara kami mengganggu tidurmu?" tanya Richard.
Dania menggelengkan kepala, "Dan ingin makan coklat."
"Kakak janjinya besok."
"Dan ingin makan sekarang. Please."
Zaffya mendengkus, memicingkan mata semakin tajam pada bocah kecil itu. Benar, kan. Anak kecil bahkan lebih licik daripada orang dewasa.
"Please ...." Dania memohon lagi.
"Baiklah. Kalian tunggu di ruang tengah," jawab Richard akhirnya mengalah. Ia memang tidak pernah bisa menolak keinginan adik satu-satunya itu.
"Yeahh!!!" Dania mengangkat kedua tangan sambil melompat lompat kegirangan.
"Adikmu sangat licik," cibir Zaffya.
"Dia masih anak-anak."
"Anak-anak yang licik. Kenapa kau tertipu dengan wajah polosnya?"
Senyum Richard berubah menjadi tawa geli mendengar kalimat Zaffya, "Kenapa kau tidak suka anak-anak?"
"Karena mereka licik." Zaffya mengangkat tangan menunjuk Dania yang masih melompat-lompat kegirangan dan kini berlari menuju ruang tengah.
"Dan sangat merepotkan juga menyebalkan saat merengek. Kau mau mencari coklat di mana malam-malam begini?" Zaffya mengangkat tangan satunya untuk menunjuk jam tangan yang ada yang sudah 2215
"Siapa bilang aku akan membelinya." Richard menggenggam tangan Zaffya dan menarik melewati pintu balkon.
***
"Apa kalian benar-benar berpacaran?" tanya Dania menatap Zaffya yang duduk di hadapannya penuh dengan tatapan penasaran.
"Kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?" Zaffya balik bertanya. Hal yang paling dibencinya dari anak-anak adalah mereka selalu banyak ingin tahu dan cerewet.
Dania bangkit dari duduk, berjalan mengitari meja dan duduk di sebelah Zaffya. Menaikkan kedua kakinya di sofa dan bersila di sebelah Zaffya. "Dan ingin tahu."
"Jika kau memang pintar. Kau pasti bisa menjawab pertanyaanmu untuk menyimpulkan dari apa yang kau lihat."
"Dan memang pintar. Ranking satu terus."
"Kalau begitu buktikan," jawab Zaffya datar tanpa melirik sedikit pun pada Dania.
Dania tampak mengerutkan kening, berpikir keras. "Kalian selalu terlihat seperti saat kak Rich berpacaran dengan kak Rean. Bahkan sepertinya kak Rich lebih sayang dengan kakak. Jadi, Dan tebak kalau kalian berpacaran."
Zaffya menegang, menolehkan kepala dengan cepat ke arah Dania. Jadi, Richard pernah berpacaran dengan Rean? Rean mantan pacar Richard? Mantan pacar Richard itu Rean? Tetangga mereka ternyata mantan pacar Richard?
Apa-apaan ini!!!
Pantas saja pandangan gadis itu pada Richard ada yang aneh. Begitu juga ketika menatapnya.
Sialnya, gadis itu memanggil orangtua Richard dengan panggilan mama dan papa. Sepertinya gadis itu memang sangat dekat dengan keluarga ini.
"Yeah, tebakan Dan benar!" sorak Dania seraya mengangkat kedua tangan dan menggerak-gerakkannya.
"Apa kakakmu dan tetanggamu itu pernah pacaran?"
"Kak Rich dan kak Rean maksud kakak?"
Zaffya mengangguk sekali.
"Iya."
"Sejak kapan?"
"Hmmm ... waktu mereka SMP."
"Putusnya?"
"Darimana Dan bisa tahu."
Zaffya mendengkus mendengar jawaban Dania yang kurang memuaskan. "Tidak berguna," cibirnya.
"Kakak bilang anak-anak tidak boleh ikut campur urusan orang dewasa," protes Dania.
"Paling tidak kau bermanfaat untuk orang dewasa."
"Apa yang kalian bicarakan?" Suara Richard yang berasal dari arah belakang membuat Dania terlonjak senang dan segera menghambur ke arah Richard.
"Mana coklat Dan?" Dania mengulurkan kedua tangan.
Richard menyodorkan sebuah kotak berwarna merah marun pada adiknya. "Pergilah ke kamarmu dan langsung tidur," pintah Richard sambil mengelus lembut puncak kepala Dania. "Jangan lupa sikat gigi lagi, Dan."
"OK." Dania mengacungkan jempol dan segera berlari ke kamarnya yang berada di ujung lorong.
Richard mengerutkan kening melihat Zaffya yang hanya bergeming memunggunginya.
"Hai, apa yang kau pikirkan?" tanya Richard begitu duduk di sebelah Zaffya.
Zaffya hanya menggeleng kecil.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?"
Ya, tentu saja ada. Hubunganmu dan Rean, tapi di mana harga diri seorang Zaffya jika menanyakan hal itu? Richard pasti mengira dirinya cemburu, walaupun memang benar. Lagi pula, masa lalu mereka bukan urusan Zaffya.
Tapi ...
Apa dia gadis yang dibicarakan Richard ketika pertama kalinya mereka berbincang? Gadis yang mampu membuat detak jantung Richard berdegup kencang? Gadis yang dicintai Richard?
"Apa kau pernah berpacaran dengan gadis itu?" tanya Zaffya meruntuhkan harga dirinya. Setidaknya rasa penasarannya harus terobati, bukan?
"Gadis yang mana?"
"Mantan pacarmu."
"Rean?"
"Apa kau punya mantan lagi?" tanya Zaffya mengangkat salah satu alisnya ke atas.
Richard menggeleng. "Darimana kau tahu?"
Mata Zaffya membelalakkan. "Memangnya berapa kali kau berpacaran sebelum denganku?"
"Maksudku darimana kau tahu tentang Rean?"
Zaffya sedikit bernapas lega, walaupun hal itu masih tidak bisa menghalau perasaan terganggu tentang hubungan Richard dengan Rean dahulu. Gadis itu sepertinya menjadi pemilik hati Richard sudah lama. Pasti akan dengan mudah gadis itu merebut Richard darinya yang baru saja berpacaran dengan Richard. Mengingat dulu pertama kalinya mereka berpacaran, bahkan Richard sama sekali tidak mempunyai perasaan apa pun padanya.
"Apa Dania memberitahumu sesuatu?" Pertanyaan Richard memecah keheningan di antara mereka.
Zaffya hanya diam mengiyakan. Pikirannya berkecamuk tanpa henti sejak kejadian di mobil Richard sejak dia nekat melamar laki-laki ini.
Dewa
Mamanya
Richard
Lalu, sekarang harus ditambah mantan Richard yang ternyata adalah tetangga mereka, Rean.
"Kau tidak pernah menceritakannya padaku," gumam Zaffya pelan.
"Kau tidak pernah menanyakannya padaku."
Benar juga. Zaffya memang tidak pernah mau tahu hubungan Richard dengan mantan pria itu, karena Zaffya pikir, mantan Richard tidak akan muncul di antara mereka. Setelah baru saja Richard membalas perasaannya, gadis itu bahkan sudah datang tanpa Zaffya sadari. Sepertinya Zaffya harus tahu lawannya. "Ceritakanlah."
"Tidak ada yang menarik. Kami berteman sejak Mama bercerai dengan Papa dan pindah rumah di sini. Kami berpacaran dan putus."
"Dan masih berhubungan baik."
Richard mengangguk. "Kami memang sepakat mengakhiri hubungan kami dengan cara baik-baik."
Zaffya tidak suka bagian itu. "Berapa lama kalian berpacaran?"
"Tiga ... empat tahunan. Entahlah." Richard mengedikkan bahu tidak yakin.
'Cukup lama,' batin Zaffya.
"Kenapa kalian putus?"
Richard tercenung, menimbang-nimbang apakah dia harus menceritakan hal itu pada Zaffya.
"Apa karena sudah tidak saling mencintai atau ada sesuatu yang membuat kalian putus?" Zaffya semakin penasaran melihat ekspresi Richard.
Richard memutar badan menghadap Zaffya, menarik kedua tangan Zaffya ke dalam genggamannya dan mengamati wajah penuh kekhawatiran yang ditunjukkan Zaffya. Kemudian matanya mengunci pandangan Zaffya. "Berjanjilah, apa pun yang aku katakan itu hanya masa lalu dan tidak akan mengubah perasaanmu padaku. Juga tidak akan mengubah apa pun dalam hubungan kita."
Zaffya mengangkat alis, dadanya menegang dengan kalimat yang diucapkan Richard. Tidak bisakah Richard hanya menceritakannya saja? Sebenarnya ada apa dengan hubungan Richard dan Rean sampai Richard harus menyuruhnya berjanji seperti itu.
"Itu hanya masa lalu, Zaf. Berjanjilah padaku," ucap Richard meyakinkan Zaffya.
Zaffya mengangguk kecil setelah melihat keyakinan dan kepercayaan di mata Richard. Selalu, mata itu mengeluarkan keahliannya kapan pun pemiliknya menginginkan untuk menawan Zaffya.
"Kami terpaksa putus karena papaku dan kakaknya menikah sekitar dua tahun yang lalu."
Zaffya mengerutkan kening, jadi mama tiri Richard kakaknya Rean. Sepertinya hidup gadis itu selalu terlibat dengan kehidupan Richard dan akan selalu seperti itu. "Apa kau masih mencintainya saat kita mulai berpacaran?"
Richard kembali terhenyak, lalu mengedikkan bahu, "Mungkin. Tapi ... sepertinya tidak. Entahlah. Aku tidak tahu. Aku tidak yakin."
"Dan sekarang?"
"Kalau sekarang aku sangat yakin bahwa hanya seorang Luisana Zaffyalah yang menguasai hatiku." Richard tersenyum lebar sambil mengangkat tangan kanan untuk menangkup pipi Zaffya. "Dan belum ada yang menguasai hatiku sebesar ini selain dirimu."
Ada desiran hangat dan nyaman menguasai hati Zaffya. Perasaan sesak yang menguasai dada. Bukan jenis sesak yang Zaffya rasakan belakangan ini akibat ulah mamanya, tapi jenis sesak yang dipenuhi kupu-kupu beterbangan. Membuat sudut-sudut bibirnya tertarik lebar dengan sempurna.
Jenis senyuman yang sangat disukai oleh Richard. Jenis senyuman yang membuat Richard menarik tengkuk Zaffya, mendekatkan ke wajah Zaffya, dan langsung mendaratkan bibir pria itu di bibir Zaffya. Menikmati kelembutan bibir Zaffya, Richard tidak pernah bosan mencium gadis ini. Ia suka aroma mulut Zaffya, ia suka menghirup udara yang sama dengan Zaffya. Ia selalu suka apa pun yang berkaitan dengan gadis ini.
Zaffya menegang, mencoba menahan dada yang rasanya sudah hampir pecah karena suara yang berdentang bagai genderang perang. Naluri itu semakin menguasainya, dan otaknya tidak bisa mencegah maupun menghentikannya ketika gerakan kecil yang diciptakan Richard di atas bibirnya yang lembut semakin intens terasa. Selalu seperti ini, tidak ada penolakan yang berarti darinya. Hanya diam dengan mata saling terpejam. Menikmati dan mengikuti alur yang dibuat Richard untuk mereka.
Setelah beberapa detik, Richard mengakhirinya. Menyandarkan dahinya di dahi Zaffya, masih dengan kedua mata yang terpejam. Hanya suara napas terengah yang terdengar di antara mereka.
Hening ....
Richard membuka mata, menatap wajah yang hanya berjarak beberapa centi di depannya. "Sudah malam. Sebaiknya kau pergi ke kamarmu," bisik Richard di telinga Zaffya.
***
Thursday, 1 June 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top